Semua Bab Kamu Berulah, Waspadalah!: Bab 111 - Bab 120

224 Bab

Lanjut. 35

Sialan! Mau ke mana dia, dari tadi jalan terus nggak ada berhentinya. Sudah hampir setengah jam mengikutinya. Dia masih asyik saja berjalan. Apa dia nggak capek? Apa yang sebenarnya mau dia lakukan? Sungguh sangat banyak sekali tanda tanya yang berada di benakku. Perut ini sudah terasa melilit. Mau aku datangi, tapi aku belum yakin. Aku masih ragu. Masih banyak yang aku pikirkan. Masih harus pikir berkali-kali. Selain belum yakin, aku juga nggak mau jika aku mendekati dia, akan menjadi Boomerang buatku. Maksudnya senjata makan tuan. Aku berharap dia membantu masalahku, tapi justru sebaliknya. Aku takut kalau dia malah menjadi beban hidupku. Karena sedikit banyak aku juga paham bagaimana Sukma. Dia itu licik dan licin bagaikan belut. Hidupku sudah miris. Jadi kalau ketemu orang di masa lalu, jangan membuat semakin miris, tapi harusnya bisa sedikit banyak ikut membantu menyelesaikan masalahku. Biar aku segera terbebas dari masalah hidupku ini. Perut semakin melilit. Semakin perih, k
Baca selengkapnya

Skenario Tak Terduga. 36

Bab 36Skenario Tak TerdugaAlhamdulillah, akhirnya aku bisa bertemu dengan Bu Putri. Setelah sekian lama tak berjumpa. Sungguh aku sangat senang sekali. Bisa bertemu dengan orang yang sangat baik ini dalam keadaan sehat walafiat. Tak ada yang berbeda dari Bu Putri. Cuma parasnya saja yang tambah terlihat matang dan mapan. Kalau dulu terlihat muda, sekarang terlihat sangat keibuan. Kalau masalah paras cantiknya, Bu Putri sangat cantik dan masih tetap cantik. Cukup membuatku iri saja melihatnya. Kebaikan hatinya terlihat terpancar bersama dengan parasnya yang cantik. Kami saling memeluk dan saling bercanda. Sungguh aku sudah lama sekali menanti keadaan ini. Kalau masalah perilaku, Bu Putri tetap sama. Tetap baik dan sangat ramah. Dia perempuan yang terlihat sangat berkelas dan cerdas. Itu yang aku nilai dari Bu Putri. Jika aku boleh berharap, aku ingin Azkia tumbuh seperti Bu Putri. Berkelas dan cerdas. Sungguh mengenalnya adalah suatu anugerah terindah buatku. Rejeki memang tak d
Baca selengkapnya

Next Skenario. 37

Bu Putri saja penasaran, apa lagi aku? Aku malah sudah sampai mana-mana ini pikiran. Sudah berpikir yang tidak-tidak. Kutelan ludah ini sejenak. Nggak tahu kenapa aku merasa, kalau Gibran memang tak semangat, atau memang tak mau ketemu dengan kami. Tapi masa' iya seperti itu?Ah, entahlah. Pikiranku sampai mana-mana jadinya. Mungkin aku yang terlalu terbawa perasaan. Ya, anggap saja begitu. Biar tak ada pikiran yang jelek-jelek tentang keluarga ini. Faktanya mereka memang orang-orang yang sangat baik dan tulus. "Azkia, nggak ingin sekolah di Malaysia?" tanya Bu Putri. Kali ini sorot matanya fokus ke arah Azkia. Mendengar pertanyaan seperti itu, bibirku ini seketika menganga. Kenapa Bu Putri tanya seperti itu? Aku rasakan itu pertanyaan yang sangat serius. Ya aku menilainya seperti itu. Aku memandang tajam ke arah anakku. Yang ditanya terlihat nyengir bingung. Aku dan Mas Maftuh saling menoleh. Bola mata kami saling beradu pandang. Saling penuh tanda tanya. Tapi tak berani terlontar
Baca selengkapnya

Perasaan Ingin Tahu. 38

Bab 38Perasaan Ingin Tahu"Sarapan, Bu! Udah Lita siapkan!" pinta Lita. Aku mengulas senyum. Anak ini memang sangat rajin. Selain rajin, dia juga sangat sopan. "Iya. Emm, Gibran sudah bangun belum?" tanyaku memastikan. Lita menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Sudah, Bu," jawabnya singkat. Kuhela napas ini sejenak."Lagi ngapain dia?" tanyaku lagi. Ingin tahu detail saja. Dari pada diam saja juga. Lita sedikit melipat kening. Mungkin dia sedang mengingat-ingat, Gibran lagi ngapain sekarang. "Olah raga sama Papa," jawab Lita. Mulut ini sedikit aku majukan. "Owh, Ok," balasku."Nampaknya dia betah tinggal di sini, Bi," ucap Lita. Aku manggut-manggut. Karena aku pun merasakan demikian. "Iya, nampaknya memang begitu," balasku. Lita melempar senyum tipis. Syukurlah kalau Gibran betah di sini. Kalau dia mau tinggal di sini bersama Papa, aku setuju-setuju saja. Biar Papa ada temannya juga. Ada Lita sih, tapi kalau ada Gibran, jelas Papa lebih senang. "Kalau gitu saya tunggu di meja
Baca selengkapnya

Next Perasaan Itu. 39

Selesai sarapan, aku duduk santai di teras depan rumah. Gibran dan Papa sudah pulang. Mereka masih membersihkan diri. Aku sedang bermain hape. Membuka YouTube dan aplikasi lainnya, yang tak membuat kepala penat. Ya, aku berniat pulang, memang sengaja ingin fresh. Tak aku memikirkan pekerjaan. Lita sudah berangkat kerja. Kalau Papa, dia bilang mau libur dulu. Karena ingin puas bersamaku dan Gibran. Ya, wajar memang, Karen memang sudah lama tak bertemu, dan sekali bertemu hanya dalam waktu yang singkat. Ya, nampaknya Papa memang tak mau menyia-nyiakan waktu kami di sini. Ingin dia nikmati kebersamaan ini sepuasnya. Karena nanti kalau sudah pulang ke Malaysia entah kapan akan ketemu lagi. "Kamu sudah sarapan?" tanya Papa tiba-tiba, suaranya terasa ada dibelakangku. Seketika aku menoleh ke asal suara. Kemudian aku mengulas senyum. Pun Papa membalas senyumanku ini. "Sudah tadi bareng Lita. Papa sama Gibran sudah sarapan belum?" jawab dan tanyaku balik. "Sudah, tadi Gibran minta lonto
Baca selengkapnya

Kejadian Mendadak. 40

Bab 40Kejadian Mendadak"Hallo, assalamualaikum!" Aku mengucapkan salam, setelah menerima panggilan masuk dari Bu Putri. Ya, Bu Putri menelponku sekarang. Mungkin mau ada perlu. "Waalaikum salam, Tih, kamu repot nggak?" jawab dan tanya balik Bu Putri. Aku seketika mengerutkan kening. Mencari tempat duduk ternyaman. Benar kan dugaanku, jelas ada perlu. Dengan senang hati aku akan membantunya. "Nggak sih, Bu. Ada apa?" jawab dan tanyaku balik. Gantian."Emm, aku dan Gibran mau ke rumah Emak," jelasnya. Cukup membuat hati ini senang mendengarnya. Akhir, Bu Putri segera meluangkan waktunya untuk datang ke rumah Emak. Pasti Emak sangat senang sekali. Karena memang dia tunggu-tunggu. "Alhamdulillah ... ke sana aja, Bu, Emak pasti seneng banget. Emak sudah menunggu-nunggu Ibu," jawabku dengan penuh semangat. "Iya, tapi aku mau ngerepotin kamu sedikit," balasnya. Cukup membuatku penasaran. Sekelas Bu Putri, mau merepotkan aku apa?"Ngerepotin apa?" tanyaku. Biar rasa penasaran ini sege
Baca selengkapnya

Lanjutan. 41

Aku berusaha ingin sampai lebih dulu dibandingkan Bu Putri. Emak juga sudah aku kabari lewat sambungan telpon. Dari nada suaranya dia sudah terdengar sangat tak sabar, untuk bertemu dengan Bu Putri, yang memang sudah Emak anggap seperti anak kandungnya sendiri. Aku, Azkia dan Farel ada di mobil sekarang. Aku yang mengemudi. Mobil yang dibelikan Mas Maftuh untuk antar jemput anak-anak. Sungguh aku sangat beruntung dan bersyukur memiliki suami seperti Mas Maftuh.Suami yang memang aku idamkan sejak gadis. Tapi yang namanya garis kehidupan, aku harus menikah dulu dengan Mas Bima. Mengalami pahit getirnya rumah tangga. Bahkan sempat trauma. "Ma, Bu Putri kira-kira kapan balik ke Malaysia?" tanya Azkia tiba-tiba. Cukup membuyarkan lamunan. Cukup membuatku penasaran, kenapa Azkia tanya seperti itu. "Katanya kan cuma semingguan di sini, kenapa?" jawab dan tanyaku balik. Aku lihat Azkia sedang memainkan sepuluh jemarinya. Nampaknya mau ada yang ingin dia sampaikan. Ya, setahu aku, jika Az
Baca selengkapnya

42

Bab 42Suatu RencanaRencana hanya sekedar rencana. Walau sangat yakin akan keberhasilan, tapi faktanya rencana yang telah aku susun sangatlah berantakan. Seperti pertemuanku dengan Sukma. Hilang begitu saja rencana yang telah aku susun. Sialan! Ingin marah juga akan marah dengan siapa? Memilih diam dengan hati yang gerundel hebat. Ya, hanya itu yang bisa aku lakukan sekarang. Tak ada lagi cara lain. Kalau dulu aku punya banyak uang, tapi sekarang, untuk makan saja aku harus berhutang. Gimana rencanaku bisa berhasil. Terkadang, ada uang saja rencana bisa berantakan, apa lagi tidak ada uang? Entahlah! Hidupku terasa semakin nelangsa saja. Semakin miris. Entah sampai kapan aku akan seperti ini. Yang jelas mau tak mau, terima tak terima harus tetap di jalankan. Harus tetap di nikmati, walau sama sekali tak aku rasakan nikmat. Yang ada hanya rasa sesak dan sakit. Kalau di masa lalu hanya sebuah kesalahan, harusnya tak seperti ini. Tapi yang aku alami, benar-benar tak imbang dengan ap
Baca selengkapnya

Suatu Rencana. 43

Akhirnya aku selesai makan juga. Perut yang tadi merasa melilit akhirnya aku rasakan tenang juga. Gara-gara Sukma aku jadi telat makan. Untung maghku tak kambuh. Kalau sampai maghku kambuh, entahlah. Sudah duit sangat nipis, magh kambuh, nggak tahu lagi mau berobat pakai uang siapa. Mau minta tolong siapa dan mau minjam duit lagi dengan siapa? Benar-benar terasa sendiri. Aku rindu, rindu dengan kejayaanku di masa lalu. Di mana kala itu aku masih bekerja di perusahaan Marendra. Tak pernah aku sampai kehabisan duit seperti sekarang ini.Kalau dulu saat masih kerja di perusahaan Marendra, masih dekat dengan Sukma, punya uang tinggal satu juta, aku sudah merasa tak punya uang. Sekarang? Uang satu juta di mataku sangat lah banyak. Itu pun aku harus berhemat, karena aku dapat dari hasil pinjaman. Bulan depan juga sudah janji untuk melunasi. Padahal belum tahu sama sekali, uang dari mana untuk membayar hutang kepada Mami Marka. Padahal sebulan itu, sangatlah cepat. Kugaruk-garuk kepalaku
Baca selengkapnya

Tak Terima. 44

Bab 44Tak TerimaAku tahu anakku masih kecil. Masih baru menginjak remaja. Tapi, nggak ada salahnya kan jika aku sudah mulai menilai pasangan untuk dia nanti?Manusia memang tak ada yang tahu bagaimana takdir Tuhan kedepannya. Tapi setidaknya berusaha untuk yang terbaik. Tapi jika sudah berusaha yang terbaik, tapi takdir masih berkata lain, itu memang sudah di luar kuasa manusia. Di luar kuasa kita. Bismillah ... berharap yang terbaik untuk semuanya. Terutama untuk anak dan diri sendiri. *******************************"Ikut Mama, yok!" ajakku ke Gibran. Yang diajak terlihat melipat kening. Seolah sedang mikir. "Emm, emang mau ke mana, Ma?" tanya Gibran balik. Mungkin dia penasaran. Wajar sih jika dia tanya. Karena pasti ingin tahu mau pergi ke mana. "Ke rumah neneknya Azkia," jawabku. Gibran terlihat memainkan bibirnya. Nampaknya dia sedang mencerna. "Azkia dan neneknya, tinggal satu rumah nggak?" tanya balik Gibran. Kuhela napas ini sejenak dengan sedikit mencerna. Apa itu art
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
23
DMCA.com Protection Status