Home / Pernikahan / Kamu Berulah, Waspadalah! / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Kamu Berulah, Waspadalah!: Chapter 101 - Chapter 110

224 Chapters

Next 25

Semua sudah siap?" tanya Mas Maftuh. Dia terlihat memang sudah siap. Siap meluncur ke rumah Pak Aksa. "Sudah kayaknya," jawabku. "Bentar aku pastikan anak-anak dulu." Mas Maftuh mengangguk. Kemudian aku segera melangkah ke kamar anak-anak. Kamar Azkia dulu yang hampiri. Aku lihat Mas Maftuh melangkah menuju ke ruang tamu. Mungkin beliau memang menunggu di sana. Karena mobil memang sudah di luar. Pulang kerja tadi belum ia masukan ke garasi.Tok! Tok! Tok! "Azkia, sudah siap?" tanyaku sedikit berteriak setelah mengetuk pintu kamarnya. "Sudah, Ma. Bentar," jawabnya dari dalam dengan nada sedikit berteriak. Mungkin dia sedang merapikan diri. Biasalah anak gadis."Ok, Mama tunggu di rumah tamu. Cepat, ya! Papa sudah siap soalnya," balasku. "Iya, Ma! Bentar lagi," sahut Azkia, yang memang belum membukakan pintu. "Iya. Jangan lama-lama!" balasku. "Aman, Ma!"Segera aku menuju ke kamar Farel. Tak aku tanggapi lagi ucapan Azkia. Ya seperti inilah kalau ada anak. Memang harus sabar jik
Read more

Tak Salah. 26

Bab 26Tak Salah"Yang kemarin saja belum kamu bayar, kok sekarang mau hutang lagi!" sungut Mami Marka. Matanya membelalak tanda tak suka. Aku nyengir saja dengan sikapnya itu. Mau apa aku? Mau melawan pun jelas tak berani. Karena dia selalu di kawal body guard yang sangat mengerikan kekar badannya. Kuhela panjang napas ini. Ya, semenjak keluar dari penjara, memang aku belum mempunyai pekerjaan tetap. Mantan narapidana, ternyata sangat susah untuk mencari pekerjaan. Padahal dulu kerjaanku sudah sangat lumayan. Bisa dibilang mapan. Bahkan teman-teman seusiaku banyak yang iri dengan pekerjaanku kala itu. Tapi sekarang? Jika waktu bisa diputar, aku tak akan segegabah kala itu, yang menyebabkan semuanya hancur. Sangat hancur. Tak aku sangka hidupku sehancur ini sekarang. Kala itu berniat untuk membuat hidup semakin enak, ternyata malah semakin belangsak. "Pasti aku ganti. Tolong, pinjami aku uang lagi," balasku. Mami Marka mencebikan mulutnya. Seolah dia tak percaya dengan ucapanku. "
Read more

Lanjutan Tak Salah. 27

Uang satu juta sudah ada di tangan. Aku berniat ingin mendekati anakku. Azkia. Karena memang sudah ada rencana yang aku pikirkan, agar aku bisa segera terbebas dari seluruh hutang-hutangku. Ya, aku ingin membuatnya nyaman denganku. Lagian dia anak kandungku. Aman-aman saja tentunya untuk bisa bertemu. Jelas dia mau bertemu denganku. Tapi sekarang, penghalangnya adalah Ratih. Sialan dia memang. Tapi aku tak pantang menyerah. Aku yakin pasti rencana yang telah aku susun, akan berjalan dengan lancar. Tapi, memang harus lebih bersabar. Jangan gegabah dan jangan marah-marah. Pelan tapi pasti. Walau aku tahu, selama aku dipenjara tak bisa menafkahinya, tapi aku yakin perasaan bapak dan anak, tetap ia rasakan. Ya, aku sangat yakin itu. Azkia harus nyaman denganku. Hingga dia bisa dekat dan mau dengan sendirinya untuk tinggal bersamaku, tanpa paksaan dariku. Ya, aku harus bisa memainkan perasaannya. Kalau Azkia sudah nyaman dan mau tinggal bersamaku, jelas Ratih tak terima. Jelas Ratih a
Read more

kenapa dengan Gibran? 28

Bab 28Kenapa dengan Gibran?"Mana Gibran? Mana cucu Papa?" tanya Papa yang terlihat sudah tak sabar ingin ketemu dengan cucunya. Memandang ke arah pintu. Mungkin berharap Papa melihat Gibran di sana. "Ada, Pa. Sedang dipanggil oleh Lita," jawabku. Papa kemudian memandangku lagi. "Suamimu ikut nggak?" tanya Papa lagi. Aku menggeleng. "Dia tak bisa meninggalkan pekerjaannya," jawabku lirih. Papa menghela napas sejenak. "Yaudah, nggak apa-apa, yang penting dia baik dan sayang sama kamu dan Gibran," balas Papa. Aku tanggapi dengan anggukkan. "Assalamualaikum," terdengar suara salam. Seketika aku menoleh ke suara salam itu. Terlihat Lita berdiri di pintu kamar Papa. "Waalaikum salam, mana Gibran, Ta?" jawab dan tanyaku balik. "Itu Bu ... anu ... Gibran ....""Hah? Ada apa?" tanyaku karena ucapan Lita gantung di udara. "Iya, Ta, ada apa?" tanya Papa juga. Lita terlihat menarik napasnya kuat-kuat mengembuskan perlahan. Terlihat dia sedang mengatur napasnya. Karena penasaran, akhirn
Read more

Next Part. 29

"Ganteng sekali cuci Kakek," ucap Papa Aksa saat melihat cucunya. Memperhatikan Gibran dengan tatapan mata takjub. Yang dipuji senyum-senyum seraya mendekat. Juga nampak tak sabar ingin memeluk kakeknya itu. Ya, Papa Aksa pun juga ikut melangkah mendekat. Membukakan kedua tangannya. Membentang siap untuk memeluk cucunya itu. Sama-sama saling tak sabar untuk memeluk erat. Melepas rindu yang selama ini mereka tahan. Kuulas senyum terharu bahagia melihat itu. Hingga akhirnya kakek dan cucu itu saling dekat dan saling memeluk, meluapkan rasa rindu yang selama ini saling mereka tahan. Ya Allah .... terimakasih atas nikmat sehat selama ini. Papa Aksa mengusap punggung Gibran penuh dengan rasa sayang. Terlihat dari bahasa tubuh mereka. Pun sebaliknya. Lita yang melihat itu, aku perhatikan matanya berbinar. Ya aku tahu dia sering mengatakan, kalau baginya keluarga Marendra sudah seperti keluarga kandungnya sendiri."Kakek sehat?" tanya Gibran basa-basi. Yang ditanya mengulas senyum. Memut
Read more

Siapa dan ada apa? 30

Bab 30Siapa dan ada apa?Entah apa yang terjadi, aku tak begitu berani bertanya detail. Tapi aku yakin tetap ada yang lihat dan rasakan. Aku biarkan dulu saja. Walau sebenarnya sangat menggangu hati dan pikiranku. Tapi aku memang tak mau begitu memikirkan dulu, karena aku tak mau mengganggu moment bahagia ini. Bahagia detik-detik aku ingin ketemu dengan calon besan dan calon menantu. ************************"Alhamdulillah ... akhirnya sampai juga," ucap Mas Maftuh setelah mematikan mesin mobilnya."Alhamdulillah ...." balasku lega. Kuamati rumah Pak Aksa. Tak banyak berubah. Tetap sama seperti dulu. Tak ada yang di renovasi sampai membuat orang pangkling. Sengaja mungkin. Biar kenangan di masa lalu, tetap terkenang dengan indah. "Ayok kita turun!" ajak Mas Maftuh. Dia terlihat membuka pintu mobil ini. Pun aku juga mengikuti. Begitu juga dengan anak-anak. Setelah semua turun, dengan sedikit merapikan baju, aku segera melangkah mendekat ke arah pintu rumah Pak Aksa yang memang su
Read more

lanjutan. 31

"Assalamualaikum."Tok! Tok! Tok!Ucap Mas Maftuh mengucap salam, kemudian mengetuk pintu. Ya walau pintu rumah ini terbuka, tetap ia ketuk. Mungkin biar tuan rumah segera mendengar, kalau ada tamu yang datang. Rumah ini terlihat sepi di ruang tamu. Mungkin mereka lagi ngumpul di ruang lain. Semakin dekat, maka degub jantungku semakin tak menentu. Semakin menjadi, karena bagiku Bu Putri, sudah lebih dari rasa saudara. Beliau sangat membantuku. Banyak aku memiliki hutang budi pada beliau."Kok, nggak ada respon, ya?" tanya Mas Maftuh, kepalanya terlihat melongok ke dalam. Seolah memastikan di rumah itu ada orang atau tidak. "Ada mobilnya Pak Aksa. Berarti Pak Aksa sudah pulang. Jelas rumah ini ada orangnya," ucapku. Mas Maftuh terlihat manggut-manggut. "Iya, sih," balasnya lirih. "Coba salam lagi, Pa!" pinta Azkia. "Iya, coba lagi aja!" sahutku juga. Mas Maftuh manggut-manggut saja. Kemudian terlihat mengatur napasnya terlebih dahulu. "Assalamualaikum."Tok! Tok! Tok!Mas Maftuh
Read more

Awal Pertemuan. 32

Bab 32Awal Pertemuan"Alhamdulillah ... akhirnya aku bisa jumpa lagi dengan anak dan cucuku," ucap Papa Aksa lirih, tapi masih terdengar jelas di telingaku. Sungguh sudah lama aku menantikan ini. Bertemu dengan Papa. Bersatu seperti ini. Ya, bagiku Papa Aksa segalanya. Sebenarnya Papa Aksa sempat kurang pas, saat aku mengutarakan keinginan untuk menikah dengan orang luar negeri. Tapi, Papa Aksa akhirnya juga tak tega menghalangi niat kami. Mungkin karena melihat cinta yang sangat besar diantara kami. Sungguh Papa merupakan ayah, suami dan kakek terbaik. Sungguh beruntung aku menjadi anaknya. Walau aku hanya anak angkat, tapi aku tak merasakan kalau diri ini anak angkat. Yang aku rasakan diri ini anak kandung. Bahkan mungkin anak kandung pun belum tentu sebahagia ini. "Maaf, Pa, Maaf, Bu, ada Bu Ratih dan keluarga di depan," ucap Lita. Seketika kami semua menoleh ke arah Lita. "Serius?" tanyaku memastikan. "Iya.""Mereka surut menunggu sebentar ya!" pesanku. "Siap, Bu!Seketika
Read more

Lanjutan. 33

"Assalamualaikum," sapaku saat sudah di ruang tamu. Seketika yang ada di dalam situ menoleh ke arahku, nyaris serentak dengan mata yang saling melebar. "Waalaikum salam, ya Allah ...." jawab Ratih dengan nada histeris. Ia seketika beranjak dari duduknya dan bergegas mendekatiku. Tanpa mikir panjang, ia langsung memelukku. Kubalas pelukan itu erat. Meluapkan segala rasa rindu yang terpendam. Alhamdulillah ... akhirnya aku bertemu lagi dengan orang yang dulu pernah menolongku. Sungguh dia orang yang sangat baik. Sungguh dia perempuan yang sangat berhati mulia. Menolongku dalam keadaanku terpuruk dan banyak masalah kala itu. Tanpa aku sadari, air mata ini bergulir begitu saja. Kurasakan tubuh Ratih bergoncang. Itu artinya dia menangis hingga terisak. Ya, aku pun juga demikian.Biarkan air mata ini terjatuh. Karena kami sama-sama sedang meluapkan rasa rindu. Rasa kangen yang telah sekian lama terpendam. "Ya Allah ... kangen banget sama Ibu," ucap Ratih. Kurasakan semakin erat ia meme
Read more

Pengintaian. 34

Bab 34PengintaianPengalaman di masa lalu ada yang dijadikan pembelajaran, ada yang tidak. Ada yang jera ada juga yang tidak. Semua tergantung orangnya masing-masing. Aku sendiri bingung akan diriku. Jika melihat mantan istri hidup bahagia, ada rasa tak terima. Karena hidupku sekarang benar-benar menyakitkan. Mau makan saja sampai pinjam ke rentenir dulu. Mau ketemu anak, juga tak diijinkan sama Ratih. Ah, hidup ini benar-benar tak adil. Entahlah! Banyak sekali rencana yang sudah aku susun. Tapi semua terkendala karena uang. Ya, karena aku tak punya uang, bahkan orang menilaiku sekarang mungkin sudah kere. Makanya tak ada yang percaya lagi denganku. Uang memang sangat penting. Ada uang banyak yang mendekat, tak ada uang banyak yang minggat. Nasib! Nasib! Apes sekali nasibku. ***********************************Kuedarkan pandang sejenak. Aku masih berada di tempat aku ketemu dengan Mami Marka tadi. Belum pindah karena masih menenangkan hati dan pikiran. Kemudian aku memilih bera
Read more
PREV
1
...
910111213
...
23
DMCA.com Protection Status