Semua Bab Kamu Berulah, Waspadalah!: Bab 91 - Bab 100

224 Bab

Lanjutan. 15

Bab 15LanjutanAkhirnya Ratih beranjak setelah mencium punggung tanganku. Kemudian segera berlalu, melangkah keluar dari rumah ini. Ya, aku sendirian lagi. Tapi, ucapan Lastri barusan, cukup membuatku kepikiran. Kepikiran dengan Azkia dan Ratih. Mungkin Ratih kekeuh tak mau, karena naluri seorang ibu yang bekerja. Ya Allah ... padahal mereka sudah sangat bahagia, kenapa mereka sekarang Engkau uji lagi? Bima semoga kehadiranmu kembali, tak membuat sakit Ratih dan anakmu lagi.Cukuplah kamu sakiti mereka di masa lalu, tapi jangan sakiti lagi sekarang atau yang akan datang. Ya, itulah harapanku. Kutarik kuat napas ini, kemudian mengembuskan dengan kuat. Berharap rasa sesak di dalam sini, bisa sedikit saja berkurang. Inilah ujian hidup. Juga benar adanya, kalau roda kehidupan itu benar-benar berputar. Semoga bisa kuat menghadapi masalah demi masalah, yang datang terkadang secara bersamaan. Segera aku beranjak menuju ke dapur. Ingin mengisi perut dengan makanan yang dibawakan oleh L
Baca selengkapnya

Pulang. 16

Bab 16Pulang "Kamu masih ingat Azkia?" tanyaku kepada putraku. Gibran. Yang ditanya sedikit menyipitkan mata. Seolah dia sedang mengingat-ingat.Entah ingat atau tidak, mereka terakhir ketemu memang masih kecil. "Emm, nama itu tidak asing di telinga Gibran, Ma," jawabnya santai. Ya, gaya dia memang seperti papanya. Santai. Tapi mudah-mudahan karakternya esok tidak seperti papanya. Ya walau aku dan Ratih sering video call, tapi kami hanya asyik dengan cerita-cerita kami saja. Tanya kabar anak hanya sekedarnya. Tak ada saling mengenalkan anak di video call. Sengaja. Biar saling pangling nanti saat ketemu anak sudah pada dewasa. Aku sangat berharap, karakter Gibran sama seperti ayah sambungnya. Baik dan sangat perhatian. Selain itu juga pengertian. Alhamdulillah ... suamiku yang sekarang sangat baik. Cuma yang tak bisa diminta lebih darinya adalah waktu. Dia sangat sibuk dan aku sudah tahu itu sebelum menikah. Jadi memang sudah resikonya. Tapi Ok tak masalah. Karena ini kerja. Yan
Baca selengkapnya

Cemas. 17

Bab 17CemasAku sudah bersiap-siap, sudah siap menuju ke bandara dan tak sabar ingin segera tiba di Indonesia. Tapi sayang suamiku tak bisa ikut. Karena dia memang tak bisa meninggalkan pekerjaannya.Dia hanya menitip salam untuk semua keluarga yang ada di Indonesia. Memang sudah menjadi resiko. Entah sampai kapan akan seperti ini. Dia hanya bisa mengantar kami sampai Bandara saja. Tak bisa dipaksakan juga untuk ikut. Karena memang banyak projek yang sedang dia hadapi. Karena memang sudah seperti ini resiko kami. Sudah kami saling ketahui bahkan sebelum menikah. Jadi memang tak bisa protes. Mau tak mau, aku memang harus memahami itu. Sudah menjadi resiko kami. Bagaimana lagi? Aku tak bisa lagi menyanggah. Tak bisa lagi memohon. Karena proyek yang sedang dia pegang juga tak main-main. Aku tak mau mengganggu itu. Lebih tepatnya tak mau mengganggu pikiran dan konsentrasinya. Kalau dia ada waktu nanti, pasti dia akan meminta dengan sendirinya, untuk ikut pulang ke Indonesia. Untuk sek
Baca selengkapnya

Menunggu. 18

Bab 18MenungguApa pun alasannya, pokoknya kalau menunggu itu hal yang sangat membosankan. Jarum jam seolah terasa tak berputar. Hari ini aku tau Bu Putri akan pulang. Tapi menunggu kedatangannya terasa sangat lama.Kalau ada pesan masuk atau panggilan masuk, selalu berharap Bu Putri yang menghubungiku. Aku terlalu menunggu memang. Gawai pun tak lepas dari genggamanku. Karena aku takut, kalau Bu Putri chat atau telpon aku tak tahu. Makanya ke mana-mana layar pipih milikku ini selalu aku bawa. Karena aku nggak mau Bu Putri kecewa menelponku, karena tak aku angkat. Pokoknya rumah sudah rapi, makanan dan minuman untuk menyambut Bu Putri pun sudah aku persiapkan. Sudah tak sabar ingin bertemu, banyak sekali hal yang ingin aku ceritakan. Semoga Bu Putri sampai sini dengan aman dan selamat. Aamiiin.****************************"Azkia, kamu ingat Gibran?" tanyaku kepada Azkia. Sekarang dia sudah pulang sekolah. Yang ditanya terlihat sedang mengingat-ingat. Farel aku memintanya untuk t
Baca selengkapnya

Next 19

"Nak Putri jadi pulang ke Indonesia, kan?" tanya Emak dalam sambungan telpon. Emak yang menelponku. Mungkin Emak udah nggak sabar ingin ketemu dengan Bu Putri. Sama aku pun juga. "Iya, Mak. Insyallah. Belum ada kabar lagi dari Bu Putri," jawabku. Ya memang belum ada kabar lagi dari Bu Putri. Mungkin beliau masih melepas rindu dengan Pak Aksa. Jelas lah itu, karena tentu juga sangat rindu dengan papanya. Aku memang tak sengaja menelpon balik. Mungkin beliau masih sibuk. Sibuk dengan keluarganya terlebih dahulu. Makanya belum kepikiran untuk menghubungiku. Jadi aku sendiri juga belum bisa memastikan. Jam berapa Bu Putri akan tiba di Bandara. Sering aku bertanya, tapi tak begitu di respon oleh Bu Putri. Dia selalu mengalihkan pembicaraannya. Entahlah, apa maksudnya. Padahal niatku, kalau tahu jam berapa beliau sampai bandara, maka aku bisa menjemputnya. Tapi sayang dia tak memberikan kejelasan kapan dia berangkat dan jam berapa kira-kira dia sampai. "Insyallah jadi, Mak. Cuma memang
Baca selengkapnya

Siapa yang dilihat Bu Putri? 20

Bab 20Siapa yang dilihat Bu Putri?"Assalamualaikum." Tok! Tok! Tok! Ucapku seraya mengetuk pintu. Terdiam sejenak. Seolah tak ada tanggapan. Rumah ini terlihat sangat sepi sekali. Para pekerja yang ikut Papa, pada ke mana, ya? Tumben rumah ini terlihat sangat sepi. Biasanya ada satu ada dua orang yang beberes halaman rumah. "Itu ada bel rumahnya, Ma," ucap Gibran seraya menunjuk. Seketika mata ini melihat di mana arah telunjuk Gibran menunjuk. "Owh iya," balasku. Lama tak ke sini, ternyata bel rumah itu aja yang baru. Yang lain masih sama. Tak banyak yang berubah. Mungkin Papa sayang merubah bentuk rumah ini. Persudut bahkan per inci rumah ini, ada kenangannya masing-masing. Segera aku melangkah mendekat dan menekan tombol bel rumah Papa. Bersabar sebentar, untuk menunggu ada tanggapan dari dalam rumah ini. Kreekk .... Tak berselang lama setelah tombol bel rumah itu aku tekan, pintu rumah Papa terbuka. Jantung ini semakin tak karu-karuan rasanya. Saat pintu rumah itu terbuka
Baca selengkapnya

Next Go. 21

"Alhamdulillah sangat sehat, Bu. Tapi, Papa sekarang belum pulang, masih di kantor. Apa perlu Lita telpon, kalau anak kesayangannya udah sampai rumah? Biar Papa cepat pulang?" jawab dan tanya balik Lita. "Emmm, nggak usah. Biar Papa pulang sendiri saja. Biar semakin menjadi kejutan nantinya," balasku. Lita terlihat manggut-manggut. "Ok kalau gitu. Tapi kenapa kalian nggak ngomong kalau mau ke sini? Jadi bisa Lita jemput di bandara," tanya Lita. Ia nampaknya tak lega karena tahu-tahu kami sudah sampai rumah. "Sengaja memang Ta, sengaja nggak aku kasih tahu. Biar jadi kejutan gitu," jawabku. Lita kemudian memajukan bibirnya. "Ah ... Bu Putri harusnya kasih tahu Lita. Biar Lita bisa jemput di bandara," balasnya. "Iya, Maaf, yang penting kan saya dan Gibran sekarang sudah sampai sini dengan selamat," ucapku. "Iya, sih, Bu ... he he he," balas Lita seraya tertawa lirih. Pun aku ikut mengimbangi tawa lirih Lita. Kreeekk ....Lita membuka pintu kamarmu. Kamar ini tak banyak berubah. N
Baca selengkapnya

Pertemuan. 22

Bab 22Pertemuan"Bu, sambil nunggu Papa, kita makan dulu, ya! Udah Lita siapkan, teh hangat juga udah Lita siapkan," ucap Lita. Aku sudah selesai mandi. Badan sudah terasa segar. "Boleh. Gibran udah selesai mandi belum kira-kira?" jawab dan tanyaku balik. Lita terlihat melipat keningnya sejenak. "Kayaknya udah, Bu. Tadi untuk minta dibuatkan teh hangat, udah terlihat segar juga," jawab Lita. Aku senyum mendengarnya. "Yaudah, kalau gitu ayok kita makan!" balasku. Lita terlihat manggut-manggut. Aku segera beranjak. Karena perut memang sudah terasa lapar. Waktunya untuk diisi. Memang sudah waktunya makan. "Iya, Bu, ayok," balas Lita sangat riang. Ya, dia terlihat sangat happy. Aku merasakan itu. Dia cantik sekali. Semoga dia mendapat jodoh yang terbaik. Kami melangkah menuju ke ruang makan. Meja makan terlihat sudah siap dengan hidangan. Cukup membuatku menganga melihatnya. Perut ini terasa semakin keroncongan saja. "Kamu yang masak?" tanyaku. Aku mengedarkan pandang. Melihat yan
Baca selengkapnya

Next Pertemuan. 23

"Bu Putri, Papa sudah pulang," ucap Lita memberitahu aku. Seketika mata ini membelalak mendengarnya. "Serius?" balasku meyakinkan. Lita terlihat manggut-manggut. "Iya, Bu.""Udah kamu kasih tahu kalau saya udah di rumah?" tanyaku memastikan. Lita terlihat menggelengkan kepalanya. "Belum. Apa mau Lita kasih tahu?" tanya balik Lita. Seketika aku menggelengkan kepala ini dengan cepat. "Jangan! Biar aku aja yang jumpai Papa," balasku. Lita terlihat manggut-manggut. "Yaudah, ayok, Bu!" ajak Lita. Gantian aku yang menganggukkan kepala. Segera aku beranjak dan melangkah untuk menemui Papa. Ya Allah ... sebentar lagi, aku akan bertemu dengan papa. "Papa di mana?" tanyaku lirih. Sengaja lirih, karena aku takut Papa dengar. Aku tak mau Papa tahu duluan kalau aku udah ada di rumah ini. "Tadi Papa masih duduk di ruang TV. Sekarang kok nggak ada, ya. Mungkin masuk ke kamarnya," jawab Lita. Juga ikut ngomong lirih. Mengikuti nada suaraku. Anak ini memang lucu. "Yaudah, kalau gitu saya liha
Baca selengkapnya

Kedatangan. 24

Bab 24Kedatangan"Mas, Bu Putri sudah di rumah Pak Aksa," ucapku memberitahu Mas Maftuh. Yang diberi tahu seolah terkejut. "Alhamdulillah, akhirnya jadi pulang juga," balas Mas Maftuh dengan nada suara terdengar sangat lega. Aku pun juga sangat lega. Apalagi tadi nomor Bu Putri sempat tak aktif. Cukup membuatku cemas dan kepikiran. Sekarang hati dan pikiran sudah sangat plong. Tahu Bu Putri sudah sampai dengan selamat di rumah papanya. Jelas mereka sekarang saling melepas rindu. Membayangkannya saja aku sudah terharu. Apalagi jika melihatnya secara langsung. "Iya, Bu Putri minta kita ke sana. Mau nganter ke sana, atau aku ke sana sendiri dulu?" balas dan tanyaku balik. Karena aku tak mau membebani Mas Maftuh. Dia baru saja pulang kerja, jelas dia sangat capek. Kalau aku maksa minta antar, aku yakin dia mau, tapi aku tak mau memaksanya. Kasihan. Wajannya pun masih sangat terlihat lelah. "Jelas Mas antar lah, Mas kan juga ingin ketemu Bu Putri," jawabnya. Matanya terlihat berbinar.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
23
DMCA.com Protection Status