Home / Pernikahan / Kamu Berulah, Waspadalah! / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Kamu Berulah, Waspadalah!: Chapter 71 - Chapter 80

224 Chapters

Penggerebekan di Makam. 71

Penggerebekan di MakamBAB 71.......................“Tak kusangka Pak Revando tega mengkhianati anak saya,” ucap Pak Aksa. Kami masih di dalam mobil. Melucur ke makam. Nggak tahu kenapa hati ini berdegub nggak menentu. Aku hanya takut Pak Revando lepas lagi, dan akhirnya tak mengetahui di mana keberadaannya.“Sama, Pak, saya juga,” balas Pak Bisri. Aku masih fokus menyetir dan di belakang kami ada mobil Polisi yang mengawal. Lagi, Pak Aksa meminta mereka untuk tak menyalakan sirine mobil Polisi.“Sekarang dalam kondisi buronan, ibunya meninggal. Pasti hatinya hancur,” ucap Pak Aksa.“Iya, Pak. Tapi apapun itu, ia telah bersalah, percobaan pembunuhan. Bahkan Bu Melisa terkena imbasnya,” balas Pak Bisri.“Iya, bapak benar. Emmm, sekarang kita juga tak tahu di mana Haikal, menantu sialan tak tahu diri,” sungut Pak Aksa. Aku lihat dari kaca spion atas, ia menempelkan gawainya di telinga.“Hallo ... Radit!” ucap Pak Aksa, owh ... dia sedang menelpon Pak Radit. Walau sudah menjadi mantan
Read more

Akhirnya. 72

AKHIRNYABAB 72“Ada apa?” tanya Pak Aksa padaku. Setelah aku matikan panggilan telpon dari Bu Putri. Dengan keadaan hati yang tak bisa aku jelaskan, tanganku terasa bergetar saat mau memasukan gawai ke dalam saku.Karena saking gemetarnya, gawai yang harusnya masuk ke dalam saku terjatuh begitu saja.“Om, baik-baik saja?” tanya Lita, padahal dia sendiri masih sesenggukan.“Pak Maftuh baik-baik saja?” tanya Pak Aksa juga, segera aku raih ponselku yang jatuh itu. Kemudian segera aku masukan lagi ke dalam saku. Badan ini semakin terasa melemas. Keringat dingin semakin terasa bercucuran dengan derasnya.“Kita harus ke rumah saki, Bu Ratih ....” dengan gemetar aku menyampaikan kata. Itu pun tak kuasa aku untuk melanjutkan kata.“Ada apa dengan Ratih?” tanya Pak Aksa lagi. Kutelan ludah yang terasa sangat susah.“Pak, nampaknya jangan di tanya lagi. Pak Maftuh nampaknya pucat sekali. Lebih baik kita langsung ke rumah sakit saja,” sahut Pak Bisri.“Baiklah,” jawab Pak Aksa seraya mengangguk
Read more

TAMAT. 73

ENDINGBAB 73Saat mata ini terbangun, aku melihat sosok perempuan yang telah berjuang nyawa melahirkanku, ada di dekatku.“Mak,” sapaku lirih. Tenggorokan terasa kering.“Alhamdulillah ... alhamdulillah ... Nduk ... kamu bangun? Alhamdulillah ....” ucap Emak dengan suara penuh isakan dan sesenggukan. Terus mengucapkan kata hamdallah.Sedikit kuedarkan pandang. Ada dua orang berseragam putih, layaknya dokter dan suster juga sedang menatapku. Aku ingin bangun, tapi ... “aow ...” punggungku terasa nyeri, sakit dan ngilu. Ada apa ini?“Jangan banyak gerak dulu, ya!” Pinta seseorang yang menggunakan jas putih. Aku kenapa? Kumencoba mengingat kembali. Kupejamkan mata sejenak, karena rasa ngilu di punggungku sangat mengganggu.Seingatku, sebelum semua gelap, aku di gendong Pak Maftuh. Ya allah ... iya, bagaimana dia? Kala itu aku dan dia sedang di kejar pembunuh bayaran Bu Sukma.“Nduk, jangan memejamkan mata lagi. Bangun, Nduk!” ucap Emak nampak nada suaranya cemas dan khawatir.Apa aku te
Read more

Extra Part. 74

EKSTRA PARTAku sudah pulang sekarang. Walau kondisiku belum sembuh benar, Bu Putri tetap menginginkanku di apartemennya. Beliau yang merawatku.Sekarang apartemen ini ramai dengan adanya dua anak kecil. Gibran dan Azkia. Ah, berharap kelak mereka berjodoh. Tapi, kalau pun tak berjodoh juga tak apa. Asal saat mereka dewasa kelak, bisa saling akur layaknya saudara. Itu sudah lebih dari cukup bagiku.“Makan dulu, Tih!” pinta Bu Putri. Aku mengulas senyum. Aku sudah kuat duduk sendirian tanpa bantuan.Bu Putri, selama aku sakit, sampai rela membayar suster jaga di apartemen ini. Jadi jika aku ngerintih sakit atas luka di punggungku, langsung ada penanganan.Sungguh, Bu Putri sungguh baik sekali. Emak juga sering nginap di sini. Abah tetap memutuskan pulang ke rumah. Karena ada pekerjaan yang tak bisa Abah tinggal.Lastri hampir setiap hari video call denganku. Dia harus istirahat total atas kehamilan pertamanya itu. Selain mabok parah, kata dokter kandungannya juga lemah. Jadi untuk trim
Read more

Extra Part. 75

EKSTRA PART 2Mobil ini melaju dengan santai. Aku tak tahu mau di bawa kemana. Pokoknya nurut saja. Karena aku yakin lelaki ini, lelaki baik.Sesekali aku melirik Mas Maftuh. Lelaki yang dulu aku panggil 'Pak' kini telah berubah menjadi 'Mas'. Sampai detik ini pun, aku seolah masih belum percaya, jika akan menikah dengannya.Diawal pertemuan dulu, aku sempat mikir ia sudah punya istri. Karena wajahnya yang sudah terlihat sangat berumur.Ternyata dugaanku salah. Bahkan kata Bu Putri, lelaki ini pernah mengalami patah hati yang mendalam. Hingga susah untuk bangkit dalam keterpurukannya. Bukan karena di khianati, tapi karena Allah belum meridhoi, untuk mereka menikah, hingga Allah mengambil kekasihnya.Siapa sangka, lelaki yang nampak selalu tegas dan terlihat berwibawa itu, ternyata memiliki kisah sedih, yang sangat mendalam seperti itu?Semoga kali ini, Allah meridhoi, untuk kami saling memiliki.Aamiin.**************"Pakai kursi roda?" tanya Mas Maftuh. Saat mobil sudah berhenti."N
Read more

Extra Part. 76

Ekstra Part 3satu Tahun KemudianHidup ini memang penuh dengan lika liku. Banyak sekali cobaan. Tapi, dari cobaan itulah, kita bisa belajar arti dari sebuah kehidupan. Pengalaman adalah guru terbaik, aku menyetujui itu.Aku sempat lelah dengan hidupku, sempat lelah dengan kemelutnya rumah tanggaku di masa lalu. Cacian, makian, bentakan, tak adanya rasa pengertian, bahkan pengkhianatan dari lelaki bergelar suami, sudah semuanya aku rasakan.Sakit? Jelas! Jelas sakit sekali. Tapi, yasudahlah! Sudah menjadi jalan takdirku.Kini rasa sakit itu sudah berlalu. Sudah jauh hari aku move on dari kenangan masa laluku. Asak anak semata wayangku selalu bersama denganku, jelas aku sangat bahagia. Karena dia adalah harta terindahku yang aku punya.Tak terasa, kejadian yang cukup menggores hati itu, sudah satu tahun berlalu. Bahkan tepat hari ini, aku dan Mas Maftuh akan mengikrarkan janji suci pernikahan. Alhamdulillah akhirnya.Kala itu, ketok palu resmi untuk menyandang status janda, aku rasakan
Read more

SEASON 2 (Bab 1)

SEASON 2BAB 1"Ratih, bangun!" Samar-samar aku mendengar suara Mas Maftuh. Suara berisik di rumah ini terdengar sangat kuat di telinga, semakin menambah rasa sesak. "Mas," lirihku. Nada suara terasa tercekat di tenggorokan. Mas Maftuh meremas pelan tangan ini. Saat mata ini benar-benar terbuka, aku melihat matanya berkaca-kaca. Tak berselang lama bergulir begitu saja. "Astagfirullah ... Abah ...." teriakku hingga seketika beranjak begitu saja. "Tenang, Dek! Tenang!" ucap Mas Maftuh, suamiku. Ia seketika memeluk badan ini. Tangisku semakin pecah. Sesenggukan aku dalam pelukan lelaki halalku ini. "Abah, Mas .. Abah! Abah mana?" teriakku begitu saja. Mas Maftuh menenggelamkan kepala ini di dadanya. Mengusap kepalaku pelan. "Sabar! Sabar! Sabar!" hanya itu yang suamiku katakan. Semakin menjadi rasa sesak di dalam sini. Sungguh sesak sekali."Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un, Abah ... hu hu hu," tangisku semakin menjadi. Sungguh semakin pecah begitu saja. Mas Maftuh juga aku merasak
Read more

Bab 2

Season 2Bab 2Empat puluh hari kemudian. Alhamdulillah, acara empat puluh hari Abah sudah kami lewati. Berusaha move on dan melanjutkan hidup tanpa Abah memang sangatlah berat. Sungguh berat itu yang aku rasakan. Ya, Abah sudah meninggalkan kami semua selama empat puluh hari. Bahkan selamanya aku sadar, kalau mata ini tak akan melihat lagi wajah tenangnya. Terkadang saking rindunya, wajahnya yang tenang itu cukup menghantui. Rindu, aku sangat rindu dengan Abah. Sangat kangen hingga terkadang merasakan sesak. Merasakan ingin berjumpa walau tahu itu tak akan mungkin. Hanya doa yang bisa aku berikan sekarang. Tak ada lagi. Jika rindu sudah memuncak, aku hanya bisa datang ke makamnya. Membacakan Yasin untuk cinta pertamaku. Lelaki yang mencintaiku tanpa syarat. Bahkan rela melakukan apa pun demi aku. Anaknya. Pun Lastri dan Mas Budi. Mereka juga masih terlihat terpukul. Juga melakukan hal sama seperti yang aku lakukan. Tak ada yang tak merasakan kehilangan. Tak ada perpisahan yang t
Read more

Ijin pamit. 3

Bab 3Ijin Pamit"Mak, gimana kabarnya?" tanyaku di sambungan telpon. Ya, pagi ini aku menelpon Emak. Mas Maftuh sudah berangkat kerja. Anak-anak sudah berangkat sekolah. Jadi sudah tak ada yang membuatku riweh. Tapi aku suka-suka aja dibuat mereka riweh he he he.Kerjaan rumah juga sudah selesai. Ada Mbak juga yang kerja di rumah ini. Jadi kesempatan untuk telpon Emak, karena memang belum bisa ke sana."Alhamdulillah, Emak sehat," jawab Emak. Nada suaranya yang khas, cukup membuatku lega mendengarnya."Udah sarapan?" tanyaku lagi."Sudah.""Masak apa?""Tadi diantar sayur dan lauk sama Lastri. Jadi Emak nggak ada masak," jawab Emak."Owh, syukurlah, jadi Lastri sekarang ada di situ?" tanyaku untuk lebih memastikan."Tadi di sini. Sekarang udah pulang. Kamu sendiri gimana? Udah sarapan?" jawab dan tanya balik Emak. Kuulas tipis bibir ini."Sudah, Mak," balasku."Syukurlah! Kalian sehat semua kan?" tanya Emak."Alhamdulillah, kami semua sehat," jawabku."Alhamdulillah."Ya akhirnya aku
Read more

Bertemu Siapa? 4

Bab 4Bertemu SiapaSetelah aku menghubungi taxi dan menunggu jemputan, aku menunggu di luar super Market. Cuaca pun tidak begitu panas, jadi sangat terasa enak sekali untuk menunggu kedatangan Taxi. Jadi tak terasa membosankan. "Ratih." tiba-tiba telinga ini mendengar suara memanggil namaku. Suara yang terasa tak asing di gendang telinga ini. Karena merasa nama di panggil, segera aku menoleh ke asal suara. Memastikan siapa yang memanggil namaku. Saat mata ini sudah melihat siapa pemilik suara itu, cukup membuatku menganga dengan mata yang melebar. Terkejut dan sedikit syok!Hah? Mata ini membelalak saat tahu siapa yang memanggil namaku. Bukan hanya mata saja yang membelalak, tapi juga bibir menganga. Terkejut sampai syok.Syok? Ya, aku sangat syok sekali. Sudah sekian purnama dan sekian gerhana tak bertemu, kenapa sekarang aku harus bertemu lagi? Padahal aku sama sekali tak pernah berharap untuk bertemu lagi dengannya. "Mas ... Bima?!" Tak percaya. Sungguh aku tak percaya jika ne
Read more
PREV
1
...
678910
...
23
DMCA.com Protection Status