All Chapters of Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku: Chapter 71 - Chapter 80

98 Chapters

Bab 71 Perasaan Dipo

Kepalaku sudah cukup pusing memikirkan perubahan sikapnya yang begitu asing pagi tadi. Aku tak ingin melihatnya bertambah asing padaku jika mengetahui aku tak mengindahkan ucapannya."Hati-hati, ya, Ra. Kalau ke sini jangan lupa bawa Tabitha, aku kangen banget sama dia. Kepingin nyubit pipi gembulnya," ucap Masli saat aku sudah berdiri di ambang pintu. Aku menoleh dan mengangguk untuk memberi respon atas permintaannya.Aku bimbang, pikiranku kembali melayang pada Ibu yang mungkin sedang bersedih hati melihat suaminya kembali terbaring di ranjang rumah sakit. Terkadang aku menyayangkan keputusannya dulu, menikahi lelaki tua yang rupanya penyakitan. Ditambah lagi anak perempuannya yang rupanya adalah Renita si pembawa masalah.Seharusnya, Ibu tinggal menikmati masa tuanya saja. Bukan lagi mengurus orang yang disebut sebagai cinta masa lalu dengan segala masalah kesehatan dan anak perempuannya. Ya, Renita pun masih belum kembali hingga sore ini. Entahlah ia sudah tahu atau belum jika aya
last updateLast Updated : 2024-01-12
Read more

Bab 72 Tiba-tiba Kembali

"Belum tidur juga?" ujar Mas Adnan saat ia kembali memeriksa wajahku yang sengaja kusembunyikan di balik selimut.Sudah satu jam sejak aku meletakkan bobot di tempat tidur namun mata ini terus menolak untuk terpejam. Seakan ada kekuatan magnet yang terus menarikku dari alam mimpi. Sehingga pikiran ini ingin terus berkelana sampai sejauh mungkin."Gak bisa, Mas!" Aku menghela napas berat, lalu memposisikan diri untuk tegak sembari bersandar di kepala ranjang."Apa lagi yang kamu pikirkan?" keluh suamiku dengan wajah yang mulai bosan. Ia pasti menganggap kalau aku wanita yang keras kepala karena masih tak yakin dengan ucapannya tadi sore."Aku kepikiran Renita, Mas!" Mas Adnan mendengkus kesal setelah telinganya mendengar nama wanita itu. Ia berdecak sembari mengacak-acak rambutnya yang tak gatal."Dia lagi dia lagi. Zahira ... kapan sih kamu berhenti memikirkan tentang orang-orang yang hanya membuat susah hidupmu?" keluh Mas Adnan jengah, ia merapatkan kedua telapak tangannya ke wajahk
last updateLast Updated : 2024-01-13
Read more

Bab 73 Berpulang

"Bu, jangan, Bu!" Aku berusaha melerai perbuatan Ibu kepada anak sambungnya itu. Namun ia sama sekali tak menggubris ucapanku.Ibu terus mengguncang bahu Renita lalu keduanya sama-sama menangis. Tak nampak kemarahan untukku akan tetapi kebencian jelas tertuju pada Renita."Pergi kau anak durhaka!" bentak Ibu dalam tangis pilu dan uraian air mata."Maafkan aku, Bu. Aku ingin melihat Ayah, aku ke sini untuk menjenguknya!" Renita mengiba. Ia pun tak mengerti kenapa Ibu malah menyambut kehadirannya dengan emosi yang meluap-luap."Untuk apalagi kau ke sini. Percuma Renita, percuma." Ibu terus meracau marah tanpa kami tahu apa alasannya.Suamiku mencoba menenangkan Ibu, ia menarik Ibu dalam dekapan lalu merengkuh tubuhnya kuat seraya mengelus-elus bahunya. "Ibu kenapa? Jangan seperti ini, Bu?" Mas Adnan menasihati, sebab beberapa pasang mata telah menatap Ibu dengan pandangan menghakimi. Tentu mereka murka melihat wanita hamil diperlakukan sedemikian rupa.Ibu tampak nyaman dalam dekapan s
last updateLast Updated : 2024-01-14
Read more

Bab 74 Tak Lagi Berduka

Renita baru saja tiba saat aku baru selesai mengantarkan roti untuk ibu. Ibu sedang istirahat di kamarnya dan memintaku untuk membangunkannya jika waktu Maghrib tiba. Wanita tua itu sepertinya sangat kelelahan.Renita menatap sekilas pada kami dan berlalu menuju kamarnya, tak lama ia kembali setelah mandi dan mengganti pakaiannya.Aku sedang bersandar di sofa sambil menyusui Tabitha ketikawl wanita itu mencoba memasang wajah ramah pada deretan orang yang berada di ruang keluarga. Akan tetapi, semua tetap dengan aktivitas masing-masing tanpa menghiraukan kehadiran wanita itu.Marwah, Lula dan Nazwa sedang sibuk dengan ponsel masing-masing. Dipo sedang berbaring asal di sofa dengan wajah yang ditutupi bantal. Beberapa kerabat Ibu yang masih tinggal di sini pun tampak asyik dengan obrolan mereka."Renita, kamu sudah makan?" tanya Mamak ketika matanya memindai pada wanita yang bersandar lesu di pojok ruangan. Wanita berambut pirang itu tampak kuyu dan rapuh. Butir-butir kristal kembali me
last updateLast Updated : 2024-01-15
Read more

Bab 75 Pergi bukan diusir

Semua mata menatapku tak sabar. Dan begitu pun hati mereka. Raut penasaran terpancar jelas dari wajah-wajah yang hampir serupa. Sepertinya, keputusan terakhir memang berada di tanganku. "Katakan Zahira, semua menunggu jawabanmu," urai Ibu tak sabar.Aku menarik napas dalam, membisikkan energi positif ke dalam diri dan menggunakan sedikit waktu untuk menimbang keputusan. "Apa kalian selama ini sudah menjalin hubungan?" tanyaku lagi. Dipo sedikit memundurkan posisinya ke belakang. Kini ia bersandar pada tiang gazebo di belakangnya."Maaf, Mbak. Mungkin aku sudah terlalu lancang, tapi aku sudah mengatakan ini sebelumnya pada Marwah dan dia belum memberi jawaban. Marwah ingin aku mengutarakan niatku terlebih dahulu pada Mbak Zahira, setelah itu dia akan memberi keputusan."Mataku memindai pada Dipo yang mengenakan kaos oblong berwarna hitam, setelah kuingat, Dipo memang terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. Dari segi penampilan mau pun sikap, ia telah ber-metamorfosis menjadi sosok
last updateLast Updated : 2024-01-16
Read more

Bab 76 Mencemaskan Renita

"Ya Allah ... Renita!" teriak wanita yang kupanggil dengan sebutan mamak. Ia berteriak karena wanita itu mengaduh dengan darah yang mengalir di kedua paha. Renita meringis kesakitan, sebelah tangannya memegangi perutnya yang mungkin sakit akibat bertubrukan dengan pilar penyangga rumah mewah ini. Mirisnya, hal itu membuatnya harus kembali merasakan kejadian yang sama seperti beberapa waktu silam. Lagi lagi, mas Adnan lah penyebabnya. Ibu tampak panik dan ngeri, begitu pun diriku. Aku khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk pada kandungan Renita. Aku memang membenci wanita itu, tapi tidak pada janin di kandungannya. Naluri keibuanku selalu muncul ketika melihat perut buncit Renita yang dihuni oleh seorang bayi kecil berjenis kelamin laki-laki tersebut.Lamat-lamat Renita memandang ke sekitar, ia memperhatikan teriakan dan raut panik yang menghiasi setiap wajah yang berdiri tegap di hadapannya."Adnan, kenapa kau dorong dia sekasar itu, kamu 'kan tahu dia sedang hamil, Dnan. Tega sek
last updateLast Updated : 2024-01-17
Read more

Bab 77 Pasca Operasi

Saat jarum jam mengarah pada pukul tiga sore, saat itulah seorang dokter dan dua perawat berjalan beriringan menuju ke arah kami. Kami semua sontak berdiri dan mendekat tanpa menunggunya terlalu lama."Bagaiman kondisi Renita, Dok? Apakah keduanya selamat?" Ibu bersuara. Ia berdiri di hadapan sang dokter seraya menatap tak sabar pada lelaki yang masih mengenakan seragam berwarna hijau tersebut."Alhamdulillah, ibu dan bayi laki-lakinya selamat. Hanya saja, bayinya harus kita rawat secara intens karena kondisinya masih sangat lemah. Ada cairan yang masuk ke paru-parunya sehingga ia kesulitan untuk bernafas. Tapi kami akan berusaha mengeluarkan cairan tersebut secepatnya!" ujar dokter tenang. "Lalu, bagaimana kondisi ibunya?" tanyaku penasaran."Bu Renita baik-baik saja, dia akan kami pindahkan ke ruang perawatan sebentar lagi," jawab dokter diiringi anggukan oleh dua perawat di sebelahnya. Ketika mengandung Tabitha, aku sering datang ke rumah sakit ini untuk kontrol dan konsultasi te
last updateLast Updated : 2024-01-18
Read more

Bab 78 Tak Ada Lagi Hubungan

"Jangan b*doh, Renita. Bayimu itu manusia, jangan sekali-kali kau lakukan dua tindakan bodoh itu. Jika kau sempat melakukannya, aku tidak akan tinggal diam!" hardikku marah. Bagaimana seorang ibu bisa berpikiran seburuk itu pada anaknya, meskipun tanpa ayah, anak itu berhak hidup seperti bayi lainnya."Kenapa kau yang jadi repot, Zahira? Apa karena kau tidak punya anak laki-laki?" cibirnya padaku. Dalam kondisi seperti sekarang ini, ia masih sempat mengulik tentang kekuranganku.Wanita itu mencebik, ia merasa lebih unggul karena telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang sampai detik ini, tidak diketahui siapa ayah biologisnya."Dia mulai kurang ajar, Bu. Ayo katakan padanya tentang keputusan Ibu, agar wanita ini bisa berbicara sedikit sopan," sergah Lula geram. Renita seperti tak sadar dengan apa yang ia terima saat ini, ruangan VIP dan pelayanan baik yang ia terima di rumah sakit ini karena uang kami. "Sudah kubilang, pergilah kalian dari sini. Aku tidak sudi melihat kehadiran k
last updateLast Updated : 2024-01-19
Read more

Bab 79 Mamak Sudah Tahu

"Mak, Mamak kenapa?" ucapku ketika melihatnya duduk sembari menerawang jauh ke luar jendela. Wajahnya sembab seperti habis menangis."Mak!" Kusentuh bahunya, namun ia hanya diam, bungkam dengan buliran bening yang mulai jatuh membasahi pipi.Mamak sedang berada di kamar Tabitha yang kini dihuni Marwah, sendirian. Aku baru saja masuk ke sini untuk meletakkan Tabitha dalam ranjang box-nya, karena putriku tertidur pulas sepanjang pulang dari supermarket tadi. Niatku hendak kembali turun barang meminum seteguk air lalu pergi mandi, karena Bu Yati bersama kedua adikku sedang merapikan bahan belanjaan. Akan tetapi, aku langsung menghampiri mamak yang sedang duduk menghadap ke jendela, ketika menyadari ada sesuatu yang lain sedang terjadi padanya."Mamak kenapa menangis? Apa aku punya salah, maafkan kalau sikapku telah menyinggung mamak. Aku minta maaf, Mak!" ucapku lemah. Barangkali mamak memang benar-benar marah atas sikapku dan juga keluarga suamiku. Jika begitu, aku akan menjelaskan semu
last updateLast Updated : 2024-01-20
Read more

Bab 80 Gerak Gerik Riswan

Ranjang itu telah kosong ketika aku keluar dari kamar mandi. Yang tersisa hanya selimut dan bantal yang tak lagi berada di tempatnya. Setelah berpakaian, kurapikan tempat itu dan keluar untuk memeriksa Tabitha. Rupanya ia sudah mandi dan sedang diberi makan oleh Bu Yati.Aku pun kembali masuk ke kamarku dan merebahkan diri di sana, meluruskan persendian dan memejamkan mata yang kelopaknya terasa kian berat.Tok ... Tok ... TokSuara ketukan yang berderet memaksaku untuk segera membuka mata. Lamat-lamat kupandangi jam dinding yang rupanya sudah bergulir di angka delapan. Rupanya aku sudah tertidur hampir empat jam lamanya, namun letih di tubuh ini masih juga belum berkurang."Kak Zahira bangun, Kak!" Suara Marwah terdengar memanggil dari balik pintu. Panggilannya semakin terdengar sering karena aku tidak kunjung menyahut. Saking lelahnya, bibir ini pun terasa berat walau untuk sekedar bersuara, kupaksakan tungkaiku berjalan menuju pintu lalu menariknya agar segera terbuka. Aku mengu
last updateLast Updated : 2024-01-21
Read more
PREV
1
...
5678910
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status