Home / Pernikahan / Suara Desahan Di Kamar Iparku / Chapter 241 - Chapter 250

All Chapters of Suara Desahan Di Kamar Iparku: Chapter 241 - Chapter 250

308 Chapters

Bab 241

Kata-kata terakhir dari Nania itu hanya berdengung saja, tak ubahya lebah di telinga wanita paruh baya itu. Sehingga, sepeninggalan Nania, Bi Sri menggerutu, "Halah ... cucu sambung saja dituruti. Makin lama kalau dibiarkan saja, ya, makin menjadi semakin manja!""Ya elah ... perkara cuma dibilangi seperti itu saja langsung lapor ke semua orang. Tentu saja gara-gara dia, aku jadi kena omel oleh Bu Nania! Dasar keterlaluan, masa aku harus mengalah pada anak kecil, sih? Memangnya dia itu siapa?""Dulu tidak ada dia di rumah ini, aku jarang sekali kena tegur oleh Bu Nania dan Pak Guntur. Tapi, sejak kedatangan anak itu di rumah ini, malah anakku juga tidak dapat tempat di hati majikanku. Eh, sekarang ketambahan omelan!""Ternyata anak itu tidak bisa diabaikan. Lancang sekali dia mengadukanku, padahal biasanya anak kecil itu kalau dibilangi baik-baik, ya dia tidak berkata macam-macam. Apa memang didikannya dari ayahnya seperti itu, ya? Tidak bisa menyimpan rahasia! Pantas saja ayahnya jug
Read more

Bab 242

Prang ...!!! Tiba-tiba saja suara jatuhnya salah satu benda dapur, pun terdengar menggema di sepenjuru dapur. Tentu hal itu langsung menjadi pusat perhatian beberapa pelayan yang ada di sana. "Astaga ... kenapa kau menabrakku, Sri?!" geram salah satu pekerja. "Kenapa kau menyalahkanku? Justru kaulah yang menabrakku!" Tentu saja bik Sri tak tinggal diam. Dia juga merasa tak bersalah di sini. Oh, bahkan tak pernah merasa bersalah sedikitpun. "Kau menghalangi jalan, Sri! Kenapa kau melamun di tengah-tengah jalan seperti ini?!" cerocos rekan kerja bik Sri lagi. "Lihatlah! Bahan-bahan untuk memasak makan malam sekarang berantakan di lantai!" Lantas mendapati tatapan tajam dari rekan kerjanya itu, pun semakin membuat bik Sri menggeram penuh amarah. Bahkan rasanya semua saraf-sarafnya sudah keluar dengan sangat jelas! "Apa? Kau berani membentakku?" 
Read more

Bab 243

"Aakk!!" pekik Cahaya dengan sangat lantang memenuhi seisi ruang makan tersebut. Kedua mata Cahaya terbelalak dengan kening yang mengerut melihat semua tumpahan makanan yang berada tepat di hadapannya. Gadis kecil itu berpikir sejenak dengan terus memandangi raut wajah bi Sri yang tibatiba saja mengagetkannya dengan sikap yang demikian, bahkan tak terpikirkan olehnya. Ia merasa begitu heran dengan keadaan saat ini, betapa tidak? Anak kecil itu hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya bahkan belum satu sendokpun, bi Sri tiba-tiba mendekat dan menyenggol tangannya hingga semua makanan itu tumpah. "Astaga, Non! Kenapa makanannya ditumpahin segala?" ujar bi Sri dengan suara yang sedikit menggelegar. Alih-alih membantu Cahaya membereskan makanannya, bi Sri justru mengumpat bahkan sedikit meneriaki Cahaya, anak kecil yang tak berdosa. Raut wajah bi Sri pun tampa
Read more

Bab 244

Bab 244 Dari tempatnya, Raya yang mendengar keributan antara anak sambung dengan Bibi Sri bergegas mendatangi keduanya. "Ada apa ini?" tanya Raya setibanya dia di tempat, dimana Bi Sri dan Cahaya berada. Raya yang tiba di tempat Bi Sri dan Cahaya, melihat lantai yang masih kotor oleh makanan yang berserakan di sana sini. Bi Sri yang sedang melihat Cahaya, berpaling pada majikannya yang baru tiba di tempat itu. Mimik wajahnya tampak memelas. Seolah-olah baru saja bertengkar dengan orang dewasa dan merasa serba salah. "Ini Bu Raya. Non Cahaya buang makanannya. Sekarang jadi berantakan begini. Aduh Non Raya ini," kilahnya, yang lalu melihat lagi ke arah anak kecil yang sejak tadi diam dan memandanginya dengan kesal. "Bukan Cahaya yang buang makanan itu Ma!" elak Cahaya. Tampaknya anak kecil itu sangat kesal dan kecewa mendengar dirinya dituduh demikian oleh asis
Read more

Bab 245

Bab 245 Bi Sri Kalah Telak Mendengar penuturan Cahaya demikian, Raya pun menaruh kecurigaan pada Bi Sri. Setelah mendengar semua penjelasan Cahaya, Raya justru melempar tatapan tajam ke arah Bi Sri yang baru saja keluar dari arah dapur. Pengakuan Cahaya begitu meyakinkan, dan Raya sangat yakin kalau bocah itu sama sekali tidak berbohong. Logikanya saja, untuk apa Cahaya berbohong untuk hal seperti itu. "Bi Sri, kemarilah!" titah Raya pada wanita yang sudah lama menjadi pembantu di keluarganya. Raya menatap tajam ke arah Bi Sri, wanita itu terus bertanya-tanya dalam hatinya, apa maksud Bi Sri mengatakan hal yang tidak Cahaya lakukan. Entah apa motifnya.  "Bi, tolong jujur sama saya, apa benar kalau Bi Sri yang menyenggol piring Cahaya sampai jatuh tadi?" Raya menatap tajam ke arah Bi Sri yang berdiri tak jauh dari tempat Raya berada.  Bi Sri segera m
Read more

Bab 246

Bik Sri berusaha meyakinkan Nania bahwa apa yang dikatakan oleh Cahaya adalah bohong. "Nyonya, kenapa Nyonya lebih percaya kepada anak kecil, bukannya saya sudah ikut Nyonya sejak lama dan selama ini saya tidak pernah berbohong kepada Nyonya," jawab Bik Sri, dia berusaha menggunakan masa kerjanya yang cukup lama di rumah tersebut untuk membuat Nania percaya kepada dirinya. Memang Nania akui bahwa selama ini Bik Sri jarang membuat kesalahan, tapi bukan berarti wanita dewasa tidak bisa berubah, jika seseorang dalam keadaan terjepit maka apa saja akan dia gunakan untuk melarikan diri dari tuduhan yang disematkan kepadanya. Meskipun begitu Nania merasa ragu, apa mungkin cucunya telah berbohong. "Tidak mungkin Cahaya berani berbohong selama ini anak itu sangat penurut, dan jujur dalam segala hal," batin Nania berusaha untuk mempercayai cucunya sendiri. "Mungkin Nyonya beranggapan bahw
Read more

Bab 247

SIAPA YANG SALAH? Raya yang mendengar ucapan dari Bi Sri pun sontak semakin diliputi amarah, terlebih saat dirinya kembali mengingat tentang bagaimana mudahnya sang pembantu itu menuduh putri terkasihnya perihal pencurian mainan padahal pada kenyataannya Bi Sri sendiri tidak memiliki bukti yang kuat. Raya mengulas senyum sinisnya. "Lalu, bagaimana kami akan percaya kalau Bi Sri sendiri tidak memiliki bukti? Bukan maksudku untuk membela Cahaya atau membenarkan apa yang telah dia lakukan, tetapi aku pun memerlukan bukti yang kuat untuk mengadili sikap Cahaya yang telah Bi Sri tuturkan itu. Jika Bi Sri memang bisa membuktikan tuduhan itu, maka aku tak akan segan memarahi Cahaya, Bi. Tetapi, kalau begini ceritanya bagaimana bisa aku percaya? Lagi pula, seperti yang sudah aku katakan tadi. Aku ini sangat mengenal anakku sendiri, Bi. Rasanya tidak mungkin Cahaya berbuat seperti itu," hardik Raya menatap geram ke arah sang maid yang menurutnya tengah berbohong. "Lagi pula, selama ini sepa
Read more

Bab 248

"Maaf, Bu ... bagaimana lagi saya bisa mengatakan kalau saya ini memang pihak yang benar?" tanya Bi Sri berlagak sok polos sambil meremas buku-buku jarinya. Sejujurnya, Bi Sri pun sudah kepalang basah membual dan memfitnah. Wanita itu pun membatin, "Aduh, mateng aku! Semakin didesak, semakin aku tidak punya pilihan lagi untuk tidak melebih-lebihkan karanganku. Mana Raya maunya membahas terus lagi. Mbok ya sudah, kan kejadiannya sudah berlalu lama. Mana bisa kubuktikan? Seperti jaksa penuntut umum saja kelakuannya!" Raya menyelidiki ekspresi wajah Bi Sri, mencoba mencari celah yang menyiratkan perempuan itu berbohong. Lalu dia menoleh ke bawah, ke arah putri tirinya itu. Bocah kecil itu balas menatapnya dengan kedua manik mata yang berkaca-kaca. Deg! "Mana mungkin anakku yang polos begini dituduh sedemikian rupa! Kejam sekali, Bi Sri! Cahaya difitnah di depan mata kepalanya sendiri dengan ketidak mampuanku sebagai ibu membelanya, pasti melukai hatinya," batin Raya campur aduk. "Ya
Read more

Bab 249

Bab 249 "Ada yang gak beres dengan Bibi Sri. Aku yakin ada sesuatu yang dismbunyikannya dari kami. Dan aku harus mengetahuinya dengan mencari bukti. Lebih baik aku memasang Cctv di rumah orang tuaku untuk mengetahui apa yang disembunyikan oleh Bibi Sri sebenarnya," batin Raya setelah kejadian dimana Cahaya dituduh Bibi Sri telah menumpahkan nasinya, sementara Cahaya sama sekali menolak tuduhan itu. Jika tidak ada bukti apapun, Raya yakin, Bibi Sri akan mudah mengelak setiap kesalahan dan menimpakan kesalahannya pada orang lain. Menurutnya, Bibi Sri tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Dan Raya akan menyelidiki kebenaran secara diam-diam. Dan saat itu, Raya menyimpan rencananya dalam hati. Sore harinya, mobil Rafi memasuki halaman rumah. Suaminya baru saja pulang dari kantor. Raya yang mengetahui kepulangan Rafi, bergegas menyambut suaminya itu dengan berdiri di teras rumah. Hanya sebentar, Rafi sudah terlihat keluar dari dalam mobil, dan berjalan memasuki rumah dengan menenteng tas k
Read more

Bab 250

Bab 250 Setelah berdiskusi, akhirnya Raya dan Ravi pun sepakat untuk memasang beberapa kamera CCTV di sudut-sudut rumah mereka. Hal itu bertujuan untuk mengawasi pergerakan Bi Sri. Sebab, kebetulan besok Nania dan Guntur akan menggelar sebuah acara di rumah. Sehingga, pasangan suami istri itu berpikir kalau itulah kesempatan mereka. "Gimana kalau besok saja kita lakukan rencana kita, Mas?" usul Raya. "Boleh juga. Tapi, kita harus cari cara supaya bisa mengecoh Bi Sri," ujar Ravi sambil berpikir keras supaya Bi Sri tidak menyadari kalau mereka sedang berencana memasang kamera di beberapa sudut rumah. "Hmm, itu masalah gampang, Mas. Aku akan suruh dia ke pasar saja atau apalah besok." Raya yang sudah memiliki ide pun meyakinkan suaminya kalau itu bukanlah hal yang sulit untuk mengecoh perhatian Bi Sri. "Oke, jadi deal besok, ya?" Ravi bertanya memastikan kepada Raya tentang rencana yang sudah mereka susun. Raya menganggukkan kepalanya yakin. Mereka berdua pun akhirnya sepakat
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
31
DMCA.com Protection Status