Bab 244
Dari tempatnya, Raya yang mendengar keributan antara anak sambung dengan Bibi Sri bergegas mendatangi keduanya.
"Ada apa ini?" tanya Raya setibanya dia di tempat, dimana Bi Sri dan Cahaya berada.
Raya yang tiba di tempat Bi Sri dan Cahaya, melihat lantai yang masih kotor oleh makanan yang berserakan di sana sini.
Bi Sri yang sedang melihat Cahaya, berpaling pada majikannya yang baru tiba di tempat itu. Mimik wajahnya tampak memelas. Seolah-olah baru saja bertengkar dengan orang dewasa dan merasa serba salah.
"Ini Bu Raya. Non Cahaya buang makanannya. Sekarang jadi berantakan begini. Aduh Non Raya ini," kilahnya, yang lalu melihat lagi ke arah anak kecil yang sejak tadi diam dan memandanginya dengan kesal.
"Bukan Cahaya yang buang makanan itu Ma!" elak Cahaya. Tampaknya anak kecil itu sangat kesal dan kecewa mendengar dirinya dituduh demikian oleh asis
Bab 245 Bi Sri Kalah TelakMendengar penuturan Cahaya demikian, Raya pun menaruh kecurigaan pada Bi Sri. Setelah mendengar semua penjelasan Cahaya, Raya justru melempar tatapan tajam ke arah Bi Sri yang baru saja keluar dari arah dapur.Pengakuan Cahaya begitu meyakinkan, dan Raya sangat yakin kalau bocah itu sama sekali tidak berbohong. Logikanya saja, untuk apa Cahaya berbohong untuk hal seperti itu."Bi Sri, kemarilah!" titah Raya pada wanita yang sudah lama menjadi pembantu di keluarganya.Raya menatap tajam ke arah Bi Sri, wanita itu terus bertanya-tanya dalam hatinya, apa maksud Bi Sri mengatakan hal yang tidak Cahaya lakukan. Entah apa motifnya."Bi, tolong jujur sama saya, apa benar kalau Bi Sri yang menyenggol piring Cahaya sampai jatuh tadi?" Raya menatap tajam ke arah Bi Sri yang berdiri tak jauh dari tempat Raya berada.Bi Sri segera m
Bik Sri berusaha meyakinkan Nania bahwa apa yang dikatakan oleh Cahaya adalah bohong."Nyonya, kenapa Nyonya lebih percaya kepada anak kecil, bukannya saya sudah ikut Nyonya sejak lama dan selama ini saya tidak pernah berbohong kepada Nyonya," jawab Bik Sri, dia berusaha menggunakan masa kerjanya yang cukup lama di rumah tersebut untuk membuat Nania percaya kepada dirinya.Memang Nania akui bahwa selama ini Bik Sri jarang membuat kesalahan, tapi bukan berarti wanita dewasa tidak bisa berubah, jika seseorang dalam keadaan terjepit maka apa saja akan dia gunakan untuk melarikan diri dari tuduhan yang disematkan kepadanya.Meskipun begitu Nania merasa ragu, apa mungkin cucunya telah berbohong."Tidak mungkin Cahaya berani berbohong selama ini anak itu sangat penurut, dan jujur dalam segala hal," batin Nania berusaha untuk mempercayai cucunya sendiri."Mungkin Nyonya beranggapan bahw
SIAPA YANG SALAH? Raya yang mendengar ucapan dari Bi Sri pun sontak semakin diliputi amarah, terlebih saat dirinya kembali mengingat tentang bagaimana mudahnya sang pembantu itu menuduh putri terkasihnya perihal pencurian mainan padahal pada kenyataannya Bi Sri sendiri tidak memiliki bukti yang kuat. Raya mengulas senyum sinisnya. "Lalu, bagaimana kami akan percaya kalau Bi Sri sendiri tidak memiliki bukti? Bukan maksudku untuk membela Cahaya atau membenarkan apa yang telah dia lakukan, tetapi aku pun memerlukan bukti yang kuat untuk mengadili sikap Cahaya yang telah Bi Sri tuturkan itu. Jika Bi Sri memang bisa membuktikan tuduhan itu, maka aku tak akan segan memarahi Cahaya, Bi. Tetapi, kalau begini ceritanya bagaimana bisa aku percaya? Lagi pula, seperti yang sudah aku katakan tadi. Aku ini sangat mengenal anakku sendiri, Bi. Rasanya tidak mungkin Cahaya berbuat seperti itu," hardik Raya menatap geram ke arah sang maid yang menurutnya tengah berbohong. "Lagi pula, selama ini sepa
"Maaf, Bu ... bagaimana lagi saya bisa mengatakan kalau saya ini memang pihak yang benar?" tanya Bi Sri berlagak sok polos sambil meremas buku-buku jarinya. Sejujurnya, Bi Sri pun sudah kepalang basah membual dan memfitnah. Wanita itu pun membatin, "Aduh, mateng aku! Semakin didesak, semakin aku tidak punya pilihan lagi untuk tidak melebih-lebihkan karanganku. Mana Raya maunya membahas terus lagi. Mbok ya sudah, kan kejadiannya sudah berlalu lama. Mana bisa kubuktikan? Seperti jaksa penuntut umum saja kelakuannya!" Raya menyelidiki ekspresi wajah Bi Sri, mencoba mencari celah yang menyiratkan perempuan itu berbohong. Lalu dia menoleh ke bawah, ke arah putri tirinya itu. Bocah kecil itu balas menatapnya dengan kedua manik mata yang berkaca-kaca. Deg! "Mana mungkin anakku yang polos begini dituduh sedemikian rupa! Kejam sekali, Bi Sri! Cahaya difitnah di depan mata kepalanya sendiri dengan ketidak mampuanku sebagai ibu membelanya, pasti melukai hatinya," batin Raya campur aduk. "Ya
Bab 249 "Ada yang gak beres dengan Bibi Sri. Aku yakin ada sesuatu yang dismbunyikannya dari kami. Dan aku harus mengetahuinya dengan mencari bukti. Lebih baik aku memasang Cctv di rumah orang tuaku untuk mengetahui apa yang disembunyikan oleh Bibi Sri sebenarnya," batin Raya setelah kejadian dimana Cahaya dituduh Bibi Sri telah menumpahkan nasinya, sementara Cahaya sama sekali menolak tuduhan itu. Jika tidak ada bukti apapun, Raya yakin, Bibi Sri akan mudah mengelak setiap kesalahan dan menimpakan kesalahannya pada orang lain. Menurutnya, Bibi Sri tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Dan Raya akan menyelidiki kebenaran secara diam-diam. Dan saat itu, Raya menyimpan rencananya dalam hati. Sore harinya, mobil Rafi memasuki halaman rumah. Suaminya baru saja pulang dari kantor. Raya yang mengetahui kepulangan Rafi, bergegas menyambut suaminya itu dengan berdiri di teras rumah. Hanya sebentar, Rafi sudah terlihat keluar dari dalam mobil, dan berjalan memasuki rumah dengan menenteng tas k
Bab 250 Setelah berdiskusi, akhirnya Raya dan Ravi pun sepakat untuk memasang beberapa kamera CCTV di sudut-sudut rumah mereka. Hal itu bertujuan untuk mengawasi pergerakan Bi Sri. Sebab, kebetulan besok Nania dan Guntur akan menggelar sebuah acara di rumah. Sehingga, pasangan suami istri itu berpikir kalau itulah kesempatan mereka. "Gimana kalau besok saja kita lakukan rencana kita, Mas?" usul Raya. "Boleh juga. Tapi, kita harus cari cara supaya bisa mengecoh Bi Sri," ujar Ravi sambil berpikir keras supaya Bi Sri tidak menyadari kalau mereka sedang berencana memasang kamera di beberapa sudut rumah. "Hmm, itu masalah gampang, Mas. Aku akan suruh dia ke pasar saja atau apalah besok." Raya yang sudah memiliki ide pun meyakinkan suaminya kalau itu bukanlah hal yang sulit untuk mengecoh perhatian Bi Sri. "Oke, jadi deal besok, ya?" Ravi bertanya memastikan kepada Raya tentang rencana yang sudah mereka susun. Raya menganggukkan kepalanya yakin. Mereka berdua pun akhirnya sepakat
Mendengar perintah dari Raya, Bik Sri lalu berangkat ke pasar, dia tidak tahu jika keberangkatannya ke pasar tersebut hanyalah sebuah alasan bagi Raya untuk menjalankan rencananya. wanita tersebut sebenarnya sangat enggan untuk pergi ke pasar hanya saja setelah dia diintrogasi kemarin oleh Raya dan Nania, Bik Sri merasa bahwa anak majikannya tersebut tengah curiga kepada dirinya, ingin mengambil hati kembali orang yang berada di rumah tersebut. "Asem tenang, sepertinya Nona Raya sudah mencurigai sesuatu, aku harus bersikap baik agar mereka tidak curiga lagi," gumam Bik Sri sembari memesan ojek online untuk mengantar dirinya ke pasar. Setelah ojek online tersebut datang, istri langsung berangkat ke pasar, dia tidak ingin berlama-lama di rumah tersebut dan menimbulkan kekesalan pada Raya. "Tak apalah Hari ini aku akan menuruti keinginannya, tapi jika ada waktu aku akan membalasnya," batin Bik Sri kesal karena waktu istirahatnya terganggu, dia tidak bisa bebas mengirimkan pesan atau
Suasana club malam itu sangatlah ramai. Suara dentuman musik terdengar menggema di seluruh ruangan bahkan begitu memekak telinga lautan manusia yang sedang asik berdansa. Tetapi bagi Nora dan teman-temannya hal seperti itu sangatlah lumrah, karena memang mereka sendiri sudah cukup terbiasa dengan tempat seperti ini. Club ibarat rumah yang begitu menyenangkan bagi Nora dan kawan-kawan. Memegang gelas berisi coctail dengan irisan buah lemon tipis yang melengkung sedemikian indahnya di sisi gelas itu, Nora menghabiskan waktunya untuk bercanda dan tertawa bersama teman-teman yang malam ini datang bersama dirinya. Tak lupa netra wanita itu sesekali menyapukan pandangan ke area sekitar untuk sekadar menebar pesona kepada para tamu yang hadir di sana. Beberapa pria menyambut tingkah jahil Nora dengan melemparkan senyum menggodanya serta sesekali memberikan kedipan mata yang hanya dibalas berupa senyum remeh dari wanita itu. Sebuah senyuman yang justru membuat para pria itu seketika merasa
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de