Semua Bab Bakti Seorang Menantu : Bab 71 - Bab 80
221 Bab
71. Rahman emosi bagian A.
Rahman emosi. "Tunggu di sini, Rahman ambil motor dulu," titah Rahman saat sudah mencapai halaman bank. "Ibu mau pulang sendiri. Gak usah peduliin ibu tuamu ini," ucapnya ketus. Hati orang tua mana yang tak akan sakit, jika dibentak oleh anak kandungnya sendiri. Padahal sejak dalam kandungan, ia mengasihi anaknya itu, tapi setelah besar malah seolah ingin memakan dirinya yang telah mengandung dan melahirkannya. "Di sini tak ada angkutan umum," ucap Rahman lagi sambil memepetkan motornya pada Bu Samirah. Tapi ibunya tetap tak menatap ke arahnya, kali ini sepertinya Bu Samirah benar-benar marah sama Rahman. "Maafkan Rahman, Bu. Rahman emang gak tau diri. Rahman minta maaf banget," ucapnya dengan lesu. Bu Samirah tak bergeming terus berjalan di trotoar dan Rahman terus memacu motornya dengan kakinya. Udara yang menuju tengah hari, membuat matahari sudah tepat ada di atas ubun-ubun kepala mereka meski jam baru menunjukkan pukul 10:30 pagi. "Bu!" panggil Rahman lagi. Beberapa pengenda
Baca selengkapnya
72. Rahman emosi bagian B.
"Banyak alasan, bilang aja kalian gak mau ajak anakku," sungutnya sinis. "La, ayo," ajak Rahman lagi, Mala pun mendudukan dirinya di belakang Rahman, dengan tangan melingkar di perut suaminya. Meski ia memakai gamis. Tapi ia bisa duduk layaknya yang memakai celana panjang. Ia menyingsingkan gamisnya hingga ke perut, karena kebetulan ia mengenakan legging panjang warna hitam. Wulan yang melihat tantenya susah duduk di motor, lantas tangisnya pun kembali kencang."Mulai sombong kalian, ya! Sampai tak mau membawa anakku," jerit Susan emosi saat Wulan semakin mengeraskan tangisannya, ketika Rahman sudah bersiap melajukan motornya. "Itu anakmu, Mbak, kewajibanmu. Jadi, urus yang bener! Jangan apa-apa ngandelin orang lain," ucap Rahman sambil langsung meng-gas motornya. Membuat Susan mengumpat dengan segala serapahnya. Dan jeritan Wulan semakin menggema. Tapi tak membuat Rahman menghentikan motornya, ia malah sedikit menambah kecepatan laju kendaraannya. Mala memeluk suaminya dengan erat
Baca selengkapnya
73. Di peras Anton bagian A.
Di peras Anton."Baru punya jabatan segitu aja, udah sombong naudzubilah," omel Susan sambil menuntun Wulan masuk. "Ada apa sih?" tanya Rahmat yangs sedang menyadar pada dipan milik Ria. "Itu, adikmu. Wulan ingin ikut, malah dibentak. Kalau gak mau ngajak ya, sudah. Nggak usah bentak-bentak anak orang. Sakit hati aku, Bang! Anakku dibentak-bentak orang," adunya dengan wajah masam. "Rahman Om-nya, pengganti bapaknya. Pasti ada alasan begitu. Mungkin anak kita tak bisa dibilangin," bela Rahmat. Sejauh ini ia tahu, Mala sangat perhatian pada Wulan melebihi Susan yang notabene-nya Ibu kandungnya wulan. Mala lebih telaten mengurusi anaknya. Jadi Rahmat pikir, tak mungkin Rahman marah, hingga membentak anaknya tanpa sebab."Pokoknya aku gak ikhlas anakku dibentak orang. Apa kamu rela anak perempuanmu dibentak-bentak orang lain?" tanya Susan dengan sedikit emosi dengan jawaban suaminya tadi. Rahmat hanya menghela nafas panjang. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia pun tak rela men
Baca selengkapnya
74. Di peras Anton bagian B.
"Nggak-nggak! Pokoknya aku mau visum. Aku mau lapor ke polisi," tegas Anton tak terbantah. Membuat Susan seketika terdiam."Bang, ini ada apa? Kamu kenapa?" Tiba-tiba Eni datang dengan membawa ketiga anaknya. Karena memang tadi Anton mengambil motor itu, berniat akan membeli bakso bersama istri dan anak-anaknya. Tapi kejadian nahas malah menimpanya."Ini apa? kenapa?" tanya Eni lagi sambil meraup wajah suaminya, ia melihatnya dengan seksama, hitam di pangkal hidung Anton yang bengkak dan mulai semakin menghitam."Tuh, dilempar Mbak Susan. Aku mau ke rumah sakit, ayo! Ni. Kamu yang bawa motor," ucap Anton. "Eh, eh, eh. Tunggu sebentar, ya…Allah. kamu itu, gimana sih! Ton. Aku mau obatin malah mau maksa ke rumah sakit segala. Jauh-jauh amat sih! aku pun perawat loh, aku bisa ngobatin kamu," ucap Susan, padahal sesungguhnya, dia takut kalau Anton benar melaporkannya. "Aku nggak mau diobatin sama Mbak! Sini uangnya saja, buat berobat," pinta Anton dengan menengadahkan tangannya ke arah
Baca selengkapnya
75. Azab suami mata keranjang.
Azab suami mata kerangjang."Rasakan!" ucap Eni saat sendalnya mendarat cantik di hidung Anton yang bengkak. Anton meraung-raung memegangi wajahnya. "Azab suami mata keranjang," ucap Mala sambil berlalu masuk menggandeng suaminya."Heh! sembarangan kalau ngomong," ucap Anton tak terima."Bener kata Mala itu, selain mata keranjang, tukang peras pula," sahut Susan. "Peras apa? Cucian apa susu? Susu sapi atau susu kamu?" ucap Anton dengan gaya kemayu. Membuat Helen yang sejak tadi berdiri di halaman, bergidik ngeri. Batinnya bermonolog sendiri "Ganteng-ganteng ternyata gemulai.""Abang! Mau aku tambahin pake helm," ancam Eni yang sejak tadi jengah dengan kelakuan suaminya. Hati istri mana yang tidak panas, melihat suaminya ganjen ke wanita lain. Sudah ribuan kali Eni menghajar Anton gara-gara cemburu buta, namun tak sekali pun Anton jera meski harus babak belur dipukuli Eni. "Akh, iya Sayang, aku dataaaang," ucap Anton. Pikirnya, apa jadinya kalau helm di tangan istrinya melayang juga
Baca selengkapnya
76. Di sosor soang.
***Di sosor soang***"Masuk, Len. Ngapain kamu malah ngeliatin si mantu gak waras," ucap Bu Samirah. "Oh..iya, Bu. Sehat Bu?" tanya Helen sambil mencium takjim tangan Bu Samirah. Helen datang sebenarnya karena ingin bertemu kembali dengan Rahman."Ayo, masuk!" ajak Bu Samirah. Diiringi Helen dan Susan.Sementara Mala yang tadi melihat kedatangan Helen, kini sedang bergelayut manja. Rahman menghirup aroma musk dari istrinya itu. Tiba-tiba perut Rahman bunyi. "Kamu lapar, Mas?" "Nggak sih, hehehe." "Tapi aku belum masak lho," ucap Mala. "Aku kangen indomie buatanmu," ucap Rahman. "Hahahaha, bisa aja kamu, Mas! Ya…udah, aku buatin dulu ya," ucapnya sambil bangkit dari pelukan suaminya. "Jangan lama-lama," ucap Rahman, sesaat sebelum Mala menghilang di balik pintu. Sementara Susan kini sedang mengomel pada suaminya. Perihal pemerasan yang Anton lakukan. "Uang yang harus ku pake perawatan, malah sekarang raib di gondol si pengangguran Syal*n!" umpatnya sangat kesal."Kamu kenapa bi
Baca selengkapnya
77. Misi yang gagal.
Part 77. Misi yang gagal.Mala terkikik geli di kursi makan, begitupun Rahman yang baru saja masuk. Ia terlihat menutup mulutnya dengan pangkalnya. Sementara Helen, memegangi dan memegangi bokongnya yang disosor soang. Pasti rasanya sangat sakit. "Ha ha ha ha." Mala tak bisa menahan tawanya. "Ini ulah kamu ya?" tudingnya. Mala tak bisa menjawab. Ia tertawa hingga menangis. Puas sekali sepertinya mengerjai janda itu. "Ada apa ini?" tanya Bu Samirah yang tiba-tiba masuk. Tapi Mala tak bisa menyudahi tertawanya, untungnya Rahman mengambilkan segelas air. "Minumlah," titahnya."Aku di sosor soang, Bu. Tuh! menantu Ibu jahat banget, aku lagi di belakang sama Rahman. Eh, dia melepas soangnya," sungut Helen sambil terus memegangi bokongnya. Bu Samirah malah ikut tertawa mendengar penuturan Helen. Siapa pula yang tidak akan tertawa jika mendengarnya atau melihat tragedi semacam itu. Pikir Mala, karena lagi jaman SD, dirinya pun pernah lari tunggang langgang saat dikejar soang milik pak ha
Baca selengkapnya
78. Mala ngambek.
***Mala Ngambek***Mala yang melihat rivalnya pergi, tersenyum lega, kini ia tengah bersiap mengadili lelaki di sampingnya yang tadi sempat terlihat terpesona melihat janda pirang itu. Mala pun tak menampik pesona janda mantan pacar suaminya itu. Sebagai manusia ia pun kagum dengan ciptaan Tuhan yang satu ini. Sudah cantik, kaya masih muda pula. "Nyesel ya, Mas? Menolak ajakan wanita cantik," ucapnya dengan smirk evilnya. Tatapannya tajam bak sebuah busur panah yang siap melukai Rahman. "Heh, sembarangan aja," bela Rahman, yang sudah mencium bau-bau akan ada keributan. Mala memiringkan wajahnya dengan sengaja, guna melihat lebih jelas wajah suaminya."Really?" "Yes, sure!" "BOHONG!" "NGGAK!" "PEMBOHONG!" "APA SIH?" Rahman jadi terpancing suasana. ucapnya ikut meninggi. Ia paham dengan maksud istrinya itu. Apalagi Mala memang sedang dalam masanya sensitif. Mala bangkit dan meninggalkan Rahman, dengan bulir air mata yang tak bisa di hindari. Bahkan ia pun tak paham kenapa tiba-t
Baca selengkapnya
79. Pov Mala.
Pov Mala Aku bangkit dan meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Ternyata sudah jam lima sore. Bahkan aku belum sempat sholat ashar gara-gara ngambek sama Mas Rahman tadi. Dan aku juga yakin Mas Rahman pun belum melaksanakan shalat, ia masih begitu pulas dalam tidurnya. Lebih baik mandi dulu dan memanfaatkan waktu yang tersisa. Aku bergegas ke kamar mandi, agar ritual yang waktunya sudah mau habis ini segera terlaksana. Saat aku keluar dari kamar, aku berpapasan dengan Helen yang baru keluar dari kamar mandi. Rupanya sudah pulang mereka. Dia memicingkan matanya saat melihatku yang baru bangun tidur. Aku tak peduli padanya. Saat kami berpapasan aku mencium wangi yang menguar dari arah Helen. Akh, dia kan baru pulang dari salon habis perawatan. "Ops, bau sekali," celutuknya sambil menutup hidung. Waah, minta di garuk ni perempuan. Tapi aku segera ingat, waktu Ashar yang sudah mepet. Aku gegas masuk ke kamar mandi dan tidak memperdulikannya, tentu saja urusan dengan si pirang itu
Baca selengkapnya
80. Pov Mala bagian B.
"Kenapa? Mau bergosip?" tanya ibu. "Yeh, Mala mau masak kerang dan cumi.""E-eh, ngeyel sekali kamu, wanita hamil itu dilarang makan seafood dan ikan yang diberi makan pelet. Jangan ngeyel deh," ucap ibu dengan nada tinggi. Aku terkesiap mendengar ucapan ibu sekali lagi ini. Ku kira dia akan lupa dengan aturan itu. Karena kehamilanku sudah 7 bulan. Tapi tradisi yang katanya pantang dilanggar, membuatku si penyuka seafood ini pensiun dini memakan aneka jenis makanan laut. Hanya karena pamali menurut ibu. Dulu, saat aku bilang positif hamil. Sudah banyak larangan ibu tentang tradisi untuk wanita hamil. Bahkan perkara peniti, gunting kecil, bawang putih serta bangle pun, hingga saat ini selalu aku bawa kemana-mana. Kalau aku lupa, akan ada debat panjang bak debat anggota dewan yang tak jelas ujungnya. "Nanti cucunya ileran lho, Bu," ucap mas Rahman. Mungkin ia melihat wajah berduka ku yang gagal makan kerang dan cumi. "Kamu juga, dibilangin itu ngeyel terus, aku ini ibumu. Tau mana
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
23
DMCA.com Protection Status