"Kamu beneran tidak mau digaji? Ini hak kamu, Neng." "Benar, Bu, saya juga, 'kan, hanya sesekali saja kerja di sini. Sering cuti ditambah lagi sepuluh hari lalu baru gajian, jadi tak apa," jelasku tanpa melepas pegangan pada koper yang sudah berada tepat di sampingku. Airin hanya menatapku dengan wajah sembap, tadi pelukannya seperti lem saja yang nempel dan tidak mau lepas dariku. Sepertinya sekarang ia menjaga kemungkinan agar tidak mengulanginya lagi. "Ya sudah, kamu hati-hati, ya. Salam buat keluargamu." "Hem, ya, Bu. Makasih." Sudah itu aku segera beranjak lalu melambai pada sopir angkot. "Jangan lupa sama kami, Rahma." Airin setengah melambai, matanya makin berkaca-kaca. Sepertinya akan ada gumpalan air mata yang kembali jatuh darinya. Tak pelak lagi, saat aku sudah duduk dan angkot melaju,-ia langsung bersimpuh dengan air mata menganak sungai. Aku hanya tersenyum kalem, apa dia benar-benar akan secengeng itu? Padahal aku seringkali jahat dengan meninggalkannya bekerja se
Last Updated : 2022-06-07 Read more