Semua Bab Wanita Penghibur: Bab 11 - Bab 20

34 Bab

Lamaran

Ray tidak muncul lagi setelah hari itu, atau sekalipun muncul hanya sesekali lewat di depan rumah, berbincang dengan orang-orang sekitar, atau bahkan dengan Ibu dan Lail. Ia tak menyapa, apalagi menunjukkan sifat arogannya itu, menatap pun lelaki itu seperti menghindari tatapanku. Hanya sekali ia akan menatap tajam begitu Ravan berkunjung dan berbicara denganku maupun Ibu dan Lail. Sampai hari itu, pagi setelah aku baru saja mandi dan menyiram tanaman serta menyiapkan sarapan untuk Lail dan Ibu, Ray datang bersama wanita sepantaran Ibu dengan baju batik bermotif kijang kujang, ditemani wanita berjilbab yang membuatku sesaat membeliak kaget, dia ... Chayra? Untuk beberapa saat aku hanya memandangi wanita itu, ia sendiri seperti kaget. Wajahnya itu masih sama, terlihat cantik dan manis, tetapi sedikit memucat dan tubuhnya juga mengurus. Aku tidak tahu apa yang sudah dilakukan Ray padanya, bisa jadi Chayra datang untuk melabrakku.Refleks aku memegang tangan Ibu, memintanya ke dalam, t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Bertengkar

"Saya tidak menduga kamu akan secepat itu memutuskan, padahal waktu saya meminta sekedar mengenal kamu, kamu hanya diam dan malah mengatakan sesuatu yang tidak ingin saya dengar."Ravan mengucap kalimat itu dengan satu kali tarikan napas. Seperti biasa pandangan lelaki itu ke bawah, entah ia sepertinya memang lebih suka menunduk. "Saya sebenarnya sudah lama memutuskan ini, saya menerima apa pun masa lalu kamu. Saya yakin kamu sudah berubah, tapi saya memang pengecut, saya tidak bisa terus terang sekalipun saya sudah dapat jawaban dari istikharah saya. Saya terlalu takut tidak bisa menjalani kehidupan kita nanti dan mengungkit-ungkit masa lalu kamu. Ego saya terlalu besar menuntut kesempurnaan dalam diri kamu, maafkan saya. Saya ingin sekali bersama kamu, tapi ... apa itu masih mungkin?"Ia mengakhirnya dengan senyum kaku, pandangannya seperti kosong ke depan. Aku tak tahu apa itu pertanyaan yang perlu kujawab atau sekadar pertanyaan pada dirinya sendiri. Untuk beberapa saat aku hanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Menikah

“Jadilah pakaian yang baik untuk suamimu, Lek, menghangatkan di kala dingin dan menyejukkan di kala panas.” Ibu membisikkan kalimat itu setelah Ray resmi mengucapkan ijab qabul. Pelukannya erat disertai mata berkaca-kaca. Ibu Darsi, Lail, dan Chayra juga baru saja memelukku dan memberi banyak pesan. Make up mereka bahkan jadi agak luntur.Detik setelah itu, aku sudah harus menahan lelah karena terlalu banyak duduk atau berdiri menghadap para undangan saat pajangan pengantin. Berbagai hiasan, tarub juga hiburan ludruk digelar di depan rumah. Semuanya sesuai dengan keputusan keluargaku dan Ray beberapa hari lalu. Aku tak tahu bagaimana cara menolaknya, bahkan sekadar menggantinya pada qosidah sederhana dan mengundang beberapa orang.“Pernikahan itu terjadi sekali seumur hidup. Ia momen paling terpenting dan karenanya ibu ingin pernikahan anak Ibu mendapatkan yang terbaik. Lagipula jangan menolak tradisi dan adat bila merasa mampu, tak baik. Pamali!” katanya yang membuatku mau tak mau m
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Ada Apa Dengan Ibu?

“Bu, Ibu di dalam, ‘kan?” Sembari kuketuk pintu kamar sesekali, tetapi tak ada jawaban. Hanya terdengar suara Ibu yang sedikit samar-samar seperti tengah berbicara dengan seseorang, entah siapa. Saat aku kemudian memilih masuk dan menghampirinya, Ibu tampak duduk di sisi ranjang dengan tangan menggenggam telepon. Aku rasa ia baru saja berbicara melalui telepon, anehnya wajah Ibu terlihat pucat dengan tatapan kosong? “Ibu kenapa?”Ibu mendelik, berpaling cepat, dan langsung mengusap wajah sembari mengucap istigfar.“Sejak kapan Rara di sini? Suamimu di mana?” tanyanya seolah baru menyadari kehadiranku. Telepon dalam gemgamannya bahkan cepat-cepat disembunyikannya di bawah bantal. Aku jadi melirik curiga pada benda pipih itu.“Ray masih di kamar, Rara mau tidur bareng Ibu, karena besok Rara sudah harus ke kota, Rara ingin tidur di hari terakhir Rara sama Ibu.” Aku menjawab itu sembari berbaring di samping Ibu, sebagai isyarat sekaligus tentang rencanaku dan Ray. “Tidak boleh, kamu tida
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Diary-ku

Usai menyiapkan keperluan untuk berangkat ke kota, aku memilih menemui Ibu di kamarnya, berbantal di pangkuannya dengan perasaan yang semakin lama terasa semakin memberat. Jelas aku bahkan diam-diam berharap kalau yang terjadi akhir-akhir ini hanyalah mimpi buruk. Aku tidak pernah benar-benar ikhlas, dan kalau sudah begini mimpi-mimpi yang dulu terasa nyata hancur berantakan. "Nanti kalau Rara sudah menikah, apakah Ibu boleh tinggal sama Rara?" Itu pertanyaan yang dulu sempat Ibu lontarkan saat usiaku menginjak 16 tahun. Baru saja lulus MTs (setara SMP) dan mendaftar menjadi salah satu siswa SMA, tetapi Ibu malah membahas tentang rencana setelah menikah. Aku sempat memasang wajah kebingungan, tetapi akhirnya memilih menjawab, "Tentu, Bu, Rara malah akan buat rumah yang besar, biar nanti Rara sama Ibu dan Lail merasa nyaman di rumah itu." "Lalu suamimu?" "Apa Rara harus menikah?" Aku bertanya ragu, tepatnya seperti tidak rela jika kebahagian itu harus diakhiri cepat-cepat kare
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Ravan Mengetahuinya?

Ravan? Entah sejak kapan lelaki itu ada di sini, dia membawa alat-alat pancing dan sesaat membuatku paham lalu buru-buru sadar dan turun dari perahu. "Tak usah. " "Eh?" "Tak usah turun, Ra. Duduk saja, Ra. Santai. Saya tidak ingin cepat-cepat mancing kok, paling nanti agak sedikit sorean." Dia berujar santai dan malah memilih duduk di posisi yang berhadapan denganku. Aku jadi tak paham sekaligus entah mengapa mendadak risih. "Suasananya nyaman ya, tenang dan lumayan segar. Kenapa dulu aku tidak tinggal di daerah ini saja, ya?" Rav langsung bercerita tanpa diminta. "Memangnya dulu di tempatmu tidak ada tempat yang seperi ini, Rav?" Rav tertawa, anehnya aku rasa pertanyaanku cukup jujur dan tidak ada yang lucu, karena setahuku Rav juga orang desa anak teman Ibu. Meski tentu sejak kecil aku tidak pernah bermain dengannya dan hal itu menjadi lebih wajar kalau kami sempat menjadi orang asing waktu bertemu di Bogor. "Ya ada sih, Ra, kan sama-sama di Saobi, bedanya dulu rum
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Teror?

"Kau tidak membacanya, 'kan?" Masih diam. "Rav, jawab! kau tidak membacanya, 'kan? Jangan diam aja!" Aku masih berusaha menghujani Rav dengan pertanyaan, bahkan mungkin sudah mirip tuduhan dengan mengatakan kalau Rav harusnya memilih mengembalikan barang pada pemiliknya jika menemukan sesuatu. "Kau tidak punyak hak membuka apalagi membaca diary orang lain, Rav. Kau---" "Kakkkkk, Kak Raraaaa. " Suaraku terpotong teriakan Lail dari kejauhan, aku sempat berpaling kanan kiri dan begitu melihat ke belakang, adikku itu ternyata tengah berlari dengan tangan menunjuk ke rumah. "Ibu ... Ibu ... sa ...." Ia masih berujar di tengah suaranya yang terdengar ngos-ngosan. Aku tidak paham tetapi aku memilih berlari dan Lail juga melakukan hal sama. Perasaanku menjadi tidak nyaman. Jangan sampai ibu kenapa-napa. Tak ada mata terbuka lebar sambil memegang dada seperti bayangan kekhawatiranku tentang Ibu yang menahan sakit pada bagian dadanya, atau bagaimana mulut menganga seolah kehabi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Lelaki yang Memiliki Banyak Wanita

"Lail ndak tau. Tolong Kakak jangan bilang apa-apa sama Ibu, Lail takut ibu marah." Aku seperti tak peduli dan memilih pulang. Aku harus mencari HP itu, aku harus memastikan tidak ada apa-apa di sana. Aku tidak mau seseorang di masa lalu mengusik ketenangan Ibu dan aku tidak akan membiarkan itu. Bukan tanpa alasan aku berpikir demikian, dulu aku juga pernah mengalami hal sama, teror dari seseorang tentang jati diri Nona Bintang yang akan tersebar jika aku terus bersama Ray. Orang itu entah siapa, ia hanya menerorku melalui SMS dan bukti-bukti foto tentang aku yang memakai jilbab juga aku yang berpakaian layaknya wanita penghibur. Aku sempat benar-benar menjauhi Ray sampai akhirnya Ray sendiri tahu dan dia yang membuatku merasa aman lagi tanpa teror. Entah bagaimana Ray melakukannya, tetapi aku cukup mengucap terima kasih dan selalu memilih bersama Ray jika dibandingkan yang lain, meski tak jarang lelaki itu terkesan menyebalkan. "Kau yakin, Ra?" Ray setengah berbisik ragu setel
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Keluarga Ray

Tidak ada yang berbicara lagi setelah kepergian Papa Bagas. Flo hanya tersenyum samar sebelum pergi. Sementara Ray menatapku dan hendak menuntun ke kamar, tetapi aku lebih dulu mengentakkan lengan.Ia bahkan belum menjelaskan semuanya, tak pernah meminta maaf padaku dan Ibu, apalagi melindungi seperti ucapannya waktu itu. Aku tiba-tiba tertawa sumbang, dia rupanya pandai memberiku neraka ke sekian karena perlakuannya itu.“Kamarmu di atas, Ra. Ayo, biar aku antar, Ibu dan Lail biar Chayra yang bantu ngantar nanti.” Ia malah berujar itu, Chayra sendiri langsung mendekat dan memegang bahu Ibu, berisyarat untuk pergi, tetapi wanita itu tidak bergeming sama sekali. Tatapannya tajam pada orang-orang sekitar, jelas, mereka bahkan bersikap seolah-olah pernyataan Flo bukan hal penting. “Katakan bahwa ini hanya omong kosong, Ray!”Aku tiba-tiba teriak, tak peduli lagi Ibu akan mencapku kurang ajar setelah ini. Aku bahkan ingin mencakar-cakar wajah santai Ray. Ia menatapku sejenak sebelum men
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-08
Baca selengkapnya

Luka yang Sama

Tangan kekar Ray menyambutku saat pertama kali membuka mata. Ia bergelayut di pinggangku dengan hidung mencium leher. Aku bahkan bisa merasakan deru napas lelaki itu, entah sejak kapan dia pulang, padahal tadi malam aku sampai tidur bersama ibu karena tidak mendapati tanda-tanda kepulangannya, tetapi biarkan saja. Aku tak peduli dan tak mau peduli! Kupilih memindahkan lengan Ray dengan pelan, beranjak mengambil whuduk. Sudah itu aku segera sholat dan memilih turun. Beberapa pelayan rupanya sudah sibuk bersih-bersih, ada juga yang menyiapkan makanan. Ibu ada di sana, tampak ikut membantu bersama Lail. Tatapan Ibu sekilas seperti menghindariku saat tanpa sengaja bertabrakan dengan bola mataku. Aku hanya mengerjap sebentar, bersikap seolah tak ada apa-apa, meski aku bisa menduga suasana hati Ibu pasti sedang tidak baik karena kejadian tadi malam, tetapi biarkan saja seperti itu. Setidaknya aku harus tampak baik-baik saja agar Ibu tak mempersoalkannya dan membuat keadaan tambah rum
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-09
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status