All Chapters of Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Chapter 61 - Chapter 70

341 Chapters

Kisah yang Berbeda?

Talago tersenyum dan mengangguk. “Itu benar,” ujarnya. “Engkau dengan membawa salah satu kelopak Teratai Abadi dan hendak menuju istana, sementara Uda Sati pula memiliki dendam disebabkan Teratai Abadi menuju istana.”Bukan tidak mungkin kami memiliki persamaan dalam kasus ini, pikir Puti Bungo Satangkai demi mendengar cerita dari Talago barusan.“Tapi akhir cerita itu cukup membahagiakan,” ujar Talago.Kembali ia menghela napas dalam-dalam, tatapannya tertuju pada salah satu kuncup bunga teratai di tengah telaga kecil di hadapan mereka.Bungo memerhatikan riak wajah pria di samping kanannya itu.“Uda Sati akhirnya menikahi Ratu Mudo,” ujarnya. “Takhta kerajaan diserahkan kepada si Kuciang Ameh yang akhirnya bergelar Rajo Bungsu, ayahku dijemput kembali oleh Ibu Suri untuk tinggal dan bekerja di istana.”Yeah, itu sepertinya memang akhir cerita yang indah, pikir Bungo. Tapi, kurasa sangat berbeda dengan kisah dan cerita hidupku sendiri.Oh, Dewata Yang Agung… kuharap aku cukup kuat un
last updateLast Updated : 2022-09-09
Read more

Sedikit Keanehan

Melihat kemunculan dua orang lainnya, dan salah satunya mengenakan pakaian panghulu sebagaimana dengan si Balam Putiah, para penjahat yang berjumlah hampir dua kali lebih banyak dari orang-orang kerajaan itu semakin menyerang dengan membabi buta.“Talago?” ucap si Balam Putiah.“Lorana!” sahut Talago membalas sapaan itu dan langsung memberikan bantuan.Akan tetapi, Puti Bungo Satangkai justru merasakan ada yang salah pada tatapan si Balam Putiah terhadap si Kumbang Janti, juga kepada dirinya.‘Juga suara dalam sapaannya itu!’Hanya saja, sang gadis tak hendak memikirkan hal tersebut terlebih dahulu. Ia berfokus meringkus para penjahat yang menyerang mereka dengan berbagai senjata tajam.Meskipun para penjahat itu berjumlah lebih banyak, menyerang dengan membabi buta, namun dengan kemunculan Talago dan Bungo yang menjadi tambahan kekuatan pihak si Balam Putiah, maka satu per satu para penjahat itu bertumbangan.“Siapa mereka?” tanya Talago di tengah kesibukannya mengelak dari beberapa
last updateLast Updated : 2022-09-09
Read more

Aura yang Sama

Seorang yang misterius dengan menunggang seekor kuda hitam berhenti tepat di lokasi di mana tadi si Kumbang Janti dan Puti Bungo Satangkai membantu si Balam Putiah dan rekannya dari serangannya orang-orang si Gagak Api.Seseorang yang mengenakan tudung kepala berwarna gelap itu menyeringai. Ia melirik ke kanan, dan menemukan sisa-sisa bom asap hitam yang digunakan oleh para penjahat tadi untuk melarikan diri.Lalu pandangannya tertuju ke arah seberang sungai. Sungai lebar itu cukup dalam, akan sangat berisiko memaksa kudanya untuk menyeberang.Ia melirik ke arah kanan, sisi timur. Ia tersenyum lagi. Lagi pula, ia melihat jejak roda pedati di antara pasir dan batu-batu kerikil di sepanjang tepian sungai.Terdengar helaan napasnya yang panjang dan berat, lalu ia menggebrak kudanya. Kuda meringkik halus, lalu berlari ke arah timur.***Tiga hari kemudian…Setelah melakukan perjalanan panjang yang cukup melelahkan, bahkan mereka hanya berhenti beberapa saat saja, si Kumbang Janti dan Puti
last updateLast Updated : 2022-09-09
Read more

Tiba di Kotaraja

“Maaf,” ujar si Kumbang Janti dengan setengah berbisik memalingkan muka yang memerah.Lalu Etek Suna datang dengan membawakan hidangan untuk si Kumbang Janti dan Puti Bungo Satangkai, dibantu oleh seorang karyawannya.“Silakan, Datuk.”Tapi lagi-lagi si Kumbang Janti merasa bahwa Etek Suna tidak seperti biasanya.“Terima kasih,” ia menghela napas dalam-dalam, lalu melirik pada gadis di samping kirinya. “Mari, Bungo, kita makan terlebih dahulu sebelum ke Kotaraja.”Selama mereka bersantap di warung makan di siang itu, selama itu pula orang-orang sering melirik kepada keduanya. Baik mereka yang datang dan pergi dari warung itu, atau pula mereka yang melintas di jalan, sebab warung itu tepat berada di pinggir jalan, dna tidka memiliki dinding pembatas yang tinggi.Meskipun menyadari tatapan-tatapan aneh terhadap mereka, baik Bungo maupun si Kumbang Janti tidak ambil pusing. Mereka memilih untuk menyantap makanan mereka degan tenang.Karena perlakuan yang sedikit tak biasa itu, ketika si
last updateLast Updated : 2022-09-10
Read more

Aura yang Menekan

“Benar, Datuk,” jawab si Kumbang Janti. “Ya sudah,” Jumari lantas berbelok ke arah jalan lebar yang segaris lurus dengan gerbang lainnya, gerbang yang membatasi istana itu sendiri. Enam prajurit yang membantu si Cadiak Pandai itu beriringan di belakangnya, masing-masing membawa sebuah kotak yang berisi berbagai macam arsip kerajaan. Tiga di kanan, tiga di kiri. Si Kumbang Janti mengangguk kepada Puti Bungo Satangkai, mengajaknya mengikuti langkah para prajurit di depan. * Telah cukup lama Puti Bungo Satangkai duduk menunggu di dalam balai pertemuan itu bersama si Kumbang Janti, namun sampai pada saat itu, tidak seorang pun yang muncul menghampiri mereka. Kecuali, dua dayang istana yang tadi datang menghidangkan minuman dan makanan kecil. ‘Apakah ini sesuatu yang biasa terjadi di dalam istana?’ Bungo hanya bisa menghela napas dalam-dalam, mencoba untuk lebih bersabar. Si Kumbang Janti menyadari kegelisahan sang gadis, ia mencoba tersenyum ketika tatapan mereka kembali beradu pand
last updateLast Updated : 2022-09-10
Read more

Sidang Mufakat

“Benar,” ucap Rajo Bungsu.Si Kumbang Janti mereguk ludah, tatapannya kembali kepada sang raja.Sementara Puti Bungo Satangkai justru merasa aneh. Kalaulah memang apa yang dimaksudkan oleh sang raja sama dengan apa yang ia pikirkan, bukankah ini sesuatu yang konyol?‘Mempercayai kabar burung begitu saja hingga harus menekan si Kumbang Janti sampai seperti ini? Tidakkah ini sesuatu yang berlebihan?’Tapi ia memang tidak memahami bagaimana semua hal berjalan di dalam lingkungan istana alih-alih terhadap kedudukan setiap orang yang pastinya akan berhadapan langsung dengan rakyat banyak.Tidak sama sekali.Si Kumbang Janti mengubah posisi duduknya menjadi berlutut, lalu melepaskan detanya, dan bersujud hingga keningnya menyentuh permadani yang melapisi lantai.“Paduko,” ujarnya tanpa mengangkat kepalanya. “Ampun beribu ampun, sembah patik mohon diampun.”Setelah itu barulah ia mengangkat kepalanya, tapi tetap dalam posisi berlutut, dan tertunduk.“Jikalau yang Paduko maksudkan adalah kaba
last updateLast Updated : 2022-09-11
Read more

Tuduhan demi Tuduhan

“Ada yang hendak engkau sampaikan lebih lanjut terkait Inyiak Mudo?” ujar Rajo Bungsu pada Puti Bungo Satangkai.Sang gadis kembali menuliskan sesuatu di permukaan kertas kasar di tangannya itu.“Paduko,” kata si prajurit di samping Bungo. “Gadis ini mengatakan bahwa Inyiak Mudo adalah gurunya.”“Itu tidak mungkin!” sahut si datuk berpakaian serba kuning di deretan Sembilan Cadiak Pandai.“Datuk!” Rajo Bungsu menyipitkan pandangannya.“Ampun beribu ampun, Paduko,” ujar sang datuk dengan membungkukkan badannya. “Sembah patik harap diampun.”“Katakan,” ujar Rajo Bungsu. “Apa yang Datuk pikirkan?”“Maaf, Paduko… Semua orang rimba persilatan sangat tahu bahwa Inyiak Mudo tidak mengangkat seorang pun sebagai muridnya.”Rajo Bungsu juga telah lama mendengar kabar tentang itu. Hanya saja, ia mencoba bersikap lebih bijak dengan meminta pendapat semua orang. Dua Hulubalang Kerajaan yang masing-masing duduk di sisi kiri sama mengangguk ketika tatapan sang raja tertuju kepada mereka.Begitu juga
last updateLast Updated : 2022-09-11
Read more

Praduga Tak Bersalah

“Orang-orang pasar telah bersaksi, Paduko,” kata si Balam Putiah. “Memang mereka mengakui, mereka telah memukuli kesebelas orang itu, tapi mereka tidak mengetahui apakah ketika itu kesebelasnya sudah mati atau hanya pingsan belaka.”“Begitu, ya?” Paling tidak, Rajo Bungsu sudah dapat menerka ke mana arah pembicaraan tersebut.“Mereka juga mengatakan,” ujar si Balam Putiah. “Bahwa pada peristiwa beberapa hari yang lalu itu, Talago dan gadis yang bersamanya itu sengaja membuat orang-orang itu terkapar setelah tidak dapat membuktikan tuduhan atas perilaku hina keduanya.”“Lorana!” si Kumbang Janti sudah tidak dapat lagi membendung kekesalannya. “Ada dendam apa kau kepadaku, hah?!”“Talago!” Rajo Bungsu bahkan sampai terlonjak dari singgasananya. “Jaga sikapmu!”“Tapi, Paduko—”“Kubilang jaga sikapmu!”Tatapan berkuasa sang raja seolah tak mampu dibantah oleh siapa pun di sana, tidak pula oleh Puti Bungo Satangkai sendiri. Aura sang raja seolah maujud, memperlihatkan kewibawaannya di hada
last updateLast Updated : 2022-09-11
Read more

Mencuci Tangan

“Mayatnya kami temukan ribuan depa ke arah barat laut, Paduko,” ujar si Balam Putiah. “Di dekat sebuah rumah tua bersama mayat tiga lainnya.”Si Kumbang Janti dan Puti Bungo Satangkai saling pandang. Bagaimanapun, mereka berdua tidak mengenal siapa itu si Dambi.“Si Dambi ini,” si Balam Putiah melirik si Kumbang Janti. “Adalah pemimpin dari penjahat-penjahat yang tadi patik sampaikan kepada Paduko. Dengan demikian, kelima belas penjahat itu tidak mungkin dapat kami mintai keterangan sebab kesemuanya telah mati. Terkhusus bagi si Dambi ini, mayatnya terputus-putus, Paduko.”“Siapa yang membunuh si Dambi ini?” tanya Rajo Bungsu. “Adakah saksi mata?”“Tidak sama sekali, Paduko,” si Balam Putiah menundukkan kepalanya. “Hanya saja,” kembali lirikan matanya tertuju kepada si Kumbang Janti dan Bungo. “Ada beberapa orang yang sempat kami temui di kawasan Gunung Masurai yang memberikan kesaksian lain.”“Dan apa kesaksian itu?”Untuk kesekian kalinya si Kumbang Janti dan Bungo saling pandang. T
last updateLast Updated : 2022-09-14
Read more

Bimbang

Rajo Bungsu mendesah panjang. Ia yakin bahwa si Kumbang Janti tidak melakukan hal-hal hina yang dituduhkan kepadanya itu. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan saja bukti-bukti yang telah ditemukan oleh si Balam Putiah bersama enam prajurit yang telah ia utus untuk itu. Juga, tentang dugaan upaya pembungkaman si Dambi yang cukup masuk akal tersebut.“Ini sangat disayangkan,” ujar sang raja. Lalu tatapannya tertuju pada sang gadis. “Bagaimana denganmu? Adakah sesuatu yang hendak kau katakan kepada kami?”Puti Bungo Satangkai menyeringai halus, ia menuliskan sesuatu pada lembaran dari sari pati bambu di pangkuannya.“Paduko,” ujar si prajurit di samping sang gadis. “Gadis ini berkata bahwa dia tidak peduli sama sekali dengan apa yang dituduhkan dan apa pandangan orang lain kepadanya.”“Lancang…!” ujar si Balam Putiah demi mendengar pernyataan sang gadis.Rajo Bungsu mendelik pada Hulubalang Kerajaannya itu.“Maaf, Paduko,” si Balam Putiah menundukkan kepalanya.“Tidak ada yang bol
last updateLast Updated : 2022-09-14
Read more
PREV
1
...
56789
...
35
DMCA.com Protection Status