All Chapters of Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Chapter 41 - Chapter 50

341 Chapters

Sibunian Tongga

‘Bisakah kau menunjukkan padaku jalan tercepat untuk mencapai Istana Minanga?’ tanya Puti Bungo Satangkai dengan bahasa isyaratnya pada Antaguna.Antaguna menghela napas dalam-dalam. Sepertinya memang ada hal yang sangat besar yang ingin dicari tahu oleh gadis yang satu ini, pikirnya.“Tidak ada jalan tercepat untuk mencapai Kotaraja,” ujar Antaguna sembari menunduk. “Tidak dari kawasan Pantai Sungai Suci ini.”Jadi, itu nama kawasan nan elok ini? pikir Bungo.“Jalan tercepat,” Antaguna melirik lagi wajah indah di samping kanannya itu. “Hanyalah dengan kau secepatnya tiba di Danau Singkarak. Di sisi timur danau itu, kau akan menemukan pintu pelabuhan besar yang langsung terhubung dengan titik awal Sungai Batang Kuantan. Dari sana, kau bisa menyewa perahu untuk menuju ke Kotaraja.”Antaguna berdiri, pasir-pasir yang menempel di celananya tidak ia hiraukan.“Kau akan tiba di Danau Singkarak jika kau menelusuri perbukitan itu!”Bungo melirik ke arah yang sedang ditunjuk oleh Antaguna.“G
last updateLast Updated : 2022-08-25
Read more

Sampai Jumpa Lagi

Puti Bungo Satangkai hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya saja demi mendengar nama julukan yang diberikan oleh Antaguna tersebut. Ya, nama julukan yang berawal dari mulut anak buahnya sendiri.Sang gadis sama sekali tidak tersinggung dengan nama Sibunian Tongga itu, yang memiliki makna makhluk halus yang selalu sendirian.Antaguna tercekat ketika sang gadis menyentuh tangannya dengan lembut, rona merah di wajahnya semakin menebal.“A—Apa lagi yang kau inginkan?” ujarnya tanpa embel-embel kata sialan seperti sebelumnya.Bungo tersenyum. ‘Kau pria baik. Aku akan pergi sekarang. Bila masih ada jodoh pertemuan, aku ingin bertemu lagi denganmu.’“Untuk apa?”‘Mengenalmu lebih jauh.’Antaguna mendengus, lebih seperti sedang menahan tawanya. “Kau benar-benar menyebalkan.”‘Aku tahu,’ Bungo tersenyum lagi. ‘Maukah kau berjanji?’Sebelah alis mata Antaguna terangkat lebih tinggi. “Hei,” ujarnya, tidak dengan nada yang tinggi. “Kita tidak terikat oleh apa pun. Jadi, jangan meminta
last updateLast Updated : 2022-08-25
Read more

Menyeberangi Bukit Barisan

Pagi datang dengan kicauan burung-burung liar yang menyambut keceriaan bersamanya, pertanda telah dimulainya awal kehidupan yang baru, yang selalu menjanjikan kebahagiaan lewat tangan-tangan sang mentari yang menyentuh cakrawala hingga memerahkan langit timur, atau warna jingga keemasan yang semakin ke ujung semakin memudar.Puti Bungo Satangkai menggeliat sedemikian rupa, ia mengerjap-ngerjap, membuka matanya, sebelum akhirnya keluar dari cekungan tersebut.Ia merentangkan tangannya, menghirup kesegaran udara perbukitan di awal pagi itu. Memandang ke sana dan kemari demi untuk mengawasi kondisi di sekitar. Sama, kondisi di sana masih sama seperti kemarin.Sang gadis mencoba untuk melangkah ke samping kiri, mencari-cari sesuatu, dan akhirnya ia menemukan sesuatu tersebut. Sebuah aliran kecil di antara bebatuan cadas.Dengan air yang mengalir dan sangat dingin itu, Bungo membasuh mukanya, meminum air tersebut beberapa tegukan.Yah, itu sudah lebih daripada cukup, pikirnya. Mungkin nant
last updateLast Updated : 2022-08-25
Read more

Perkelahian di Danau Tes

Puti Bungo Satangkai terus saja berlari dalam ajian Kabut Kahyangannya. Melewati kerapatan pepohonan yang begitu lebat di tengah-tengah rimba belantara. Ada kalanya ia terlihat seperti anak-anak yang baru saja belajar berlari, terlihat begitu senang dalam melakukan hal tersebut.Lagi pula, ia sengaja melakukan itu demi untuk melatih kemampuannya sendiri. Bukankah pepatah bijak mengatakan bahwa tajamnya pedang karena selalu diasah? Itu pulalah yang sedang dilakukan sang gadis.Sekali waktu, ia menggabungkan ilmu meringankan tubuhnya itu dengan ajian Menapak Langit Menggenggam Awan, sehingga tubuhnya terlihat seperti mental dari satu pohon ke pohon lainnya, seperti sebuah gerakan yang sangat acak, namun sejatinya, semua itu dalam perhitungannya sendiri.Ia terus berlari ke arah timur laut, bahkan tidak beristirahat sama sekali sampai sang mentari sedikit condong ke arah barat, ia terus saja berlari. Tentu saja, hal ini tidak mungkin ia lakukan jika ia mengikuti arahan Antaguna yang memi
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

Berpikir Sebelum Bertindak

Dalam hitungan detik, Puti Bungo Satangkai tiba di kawasan yang dimaksudkan oleh wanita suku Rejang yang sebelumnya itu.Di bawah sana, ada tiga orang tengah mengeroyok seseorang di tengah padang rumput yang tidak terlalu luas, berdekatan dengan tepian danau.‘Jadi, dialah Datuk Hulubalang Kerajaan itu?’ gumam Bungo di dalam hati. ‘Tapi aneh, mengapa ia terlihat masih muda? Usianya paling sama denganku.’Datuk Hulubalang Kerajaan itu memang terlihat cukup muda, berusia sekitar 30 tahun yang mana itu sama dengan usia Bungo sendiri—kecuali, Bungo memiliki kesaktian sebagaimana Sabai Nan Manih, sehingga wajah penampilannya layaknya seorang gadis yang baru berusia 18 tahunan.Pria gagah mengenakan pakaian kebesaran berwarna hijau dengan jahitan benang emas di beberapa sisi pakaiannya. Dan sebuah sarung pelikat di pinggangnya dengan perpaduan warna hitam dan emas.Bungo dapat melihat deta yang seharusnya melengkapi pakaian kebesaran itu di bagian kepala pria tersebut, sayangnya, deta itu t
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

Turun Tangan

Teph—teph!Dua cakar berbalut bunga api tertahan oleh dua tangan yang menyilang di depan dada. Andai sang Datuk Hulubalang tidak dapat melakukan itu, sudah dapat dipastikan dadanya akan terkena serangan langsung, dan itu pasti lebih fatal.Pria paruh baya menyeringai. Lalu…Dhumm!Hanya saja, hal yang dilakukan oleh sang Datuk Hulubalang tidaklah cukup, itu tidak menahan ledakan tenaga dalam sang penyerang yang akhirnya menghempaskan sang datuk ke tanah, terguling-guling sampai beberapa langkah ke belakang.Ia melentingkan tubuhnya sedemikian rupa, berputar dua kali, dan kembali menjejak tanah. Akan tetapi itu hanya sampai sedetik saja sebelum akhirnya ia kembali harus berlutut, wajah memerah, dua tangan terasa kebas, lalu tersedak, dan muntah darah.“Terlalu cepat bagimu untuk bisa menahan seranganku!” kekeh si pria paruh baya.‘Tidak, itu tidak benar!’ ujar Bungo di dalam hatinya. Bagaimanapun, ia dapat meliat bahwa sesungguhnya sang Datuk Hulubalang dapat menahan serangan itu seand
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more

Sedikit Pelajaran

Akan tetapi, si Harimau Tua tentu tidak tahu apa yang ia harapkan dari gadis di hadapannya kini. Ia tidak kenal gadis itu alih-alih akan tahu bahwa dia adalah seorang gadis yang bisu—yang bahkan sang gadis hanya diam saja meski telah ia bentak sedemikian kasar.Memanfaatkan emosi lawan adalah salah satu strategi yang dipelajari ole Puti Bungo Satangkai dari Inyiak Mudo. Khususnya, ketika sang inyiak bersilat lidah dengan istrinya, Inyiak Gadih.Ketika seseorang terpancing emosi kemarahannya, biasanya seseorang itu akan bertindak membabi buta. Atau katakanlah, melakukan hal-hal tanpa perhitungan yang baik.Jadi, itu pulalah yang sedang diterapkan oleh Bungo. Andaikan ia bisa berkata-kata sekalipun, pada saat ini ia akan tetap memilih diam, menatap tajam pada si Harimau Tua sembari tersenyum tipis.Terlalu mudah ditebak, pikir Bungo ketika si Harimau Tua kehabisan kesabarannya sebab didiamkan saja olehnya.“Akan kuhancurkan kau hingga menjadi bubur,” teriak si Harimau Tua seraya melesat
last updateLast Updated : 2022-08-31
Read more

Hal yang Belum Terungkap

Itu adalah pilihan yang tepat, pikirnya. Lagi pula, jika ia harus menggunakan inti dingin yang ia warisi dari Inyiak Mudo, racun-racun itu belum tentu akan dapat dihilangkan. Akan lebih tepat menggunakan inti panas milik Inyiak Gadih, panas dilawan dengan panas, begitulah yang tadi sempat ia pikirkan sebelum melakukan pengobatan pada si Datuk Hulubalang.Ketika Puti Bungo Satangkai sedang mengobati luka dalam si Datuk Hulubalang, si Harimau Tua ternyata masih sanggup untuk bangkit. Hanya saja, ia sudah kehilangan keberaniannya untuk menyerang gadis itu. Tidak dengan kondisinya yang juga menderita luka dalam dan luar yang tidak ringan.Setelah memerhatikan kondisi di sekitar sesaat, si Harimua Tua tiba-tiba bangkit dengan cepat, melesat ke arah wanita di kanan, lalu ke arah wanita di kiri, dengan cepat ia melompat jauh memasuki hutan di arah barat laut.Saat Bungo menyadari bahwa si Harimau Tua telah melarikan diri dengan membawa serta dua wanita itu, ia pun bermaksud hendak mengejar m
last updateLast Updated : 2022-08-31
Read more

Menuju Minanga

“Sekali lagi,” kata Talago, “terima kasih, kau telah menolongku. Tapi, aku belum tahu siapa namamu?”Puti Bungo Satangkai tersenyum, ia menggerak-gerakkan tangannya sedemikian rupa, ke bibirnya, lalu ke telinga kanannya.“Aah, maafkan aku yang bodoh ini,” Talago langsung menundukkan kepalanya. “Maafkan aku sebab aku tidak menduga kau…”‘Tidak apa-apa,’ ujar Bungo dengan bahasa isyaratnya.Akan tetapi, sepertinya cukup sulit bagi si Datuk Hulubalang untuk memahami apa yang diucapkan sang gadis dengan bahasa isyaratnya itu.“Maafkan aku,” kata Talago. “Sungguh. Aku, aku kurang bisa memahami bahasa isyarat. Aku memang bodoh.”Bungo menghela napas dalam-dalam. ‘Ini lebih sulit dari yang kubayangkan,’ pikirnya. Lalu, ia menunjuk pada Talago sembari membuat gerakan seperti sebuah tanduk.Talago mengernyit, ia hanya bisa menduga-duga dengan apa yang hendak dikatakan oleh Bungo.Tapi, terlalu sulit baginya untuk memahami.Bungo mendesah halus, lalu ia teringat akan liontin pada kalungnya. Mak
last updateLast Updated : 2022-08-31
Read more

Keterbatasan

“Baiklah, mohon tunggu sebentar,” ujar si istri. “Duduklah terlebih dahulu Datuk dan istri.”“Aah, maaf,” Talago harus menahan tawanya dengan wajah yang memerah.Begitu juga dengan Bungo yang terkesiap mendengar itu, ia langsung memalingkan mukanya yang merona.“Nona Bungo ini rekan seperjalanan saya,” kata Talago. “Bukan istri saya.”“Oh, maafkan kebodohan kami, Datuk,” si istri langsung membungkuk.Sang suami langsung mendekat. “Maafkan istri saya, Datuk.”“Tidak,” Talago tersenyum. “Tidak apa-apa.”Setelah itu, si pemilik warung dan istrinya segera berlalu demi mempersiapkan makanan dan minuman untuk Talago dan Bungo.Talago menemukan bahwa Bungo sedikit merasa canggung atas ucapan istri si pemilik warung barusan. Dia pun merasakan hal yang sama.Akan tetapi, Talago sendiri berpikiran bahwa tidak ada salahnya jika hal itu benar-benar terjadi, pikirnya.Siapa yang bisa menolak seorang gadis seperti Bungo? Kendatipun dia bisu, tapi dia seorang pendekar wanita yang sangat hebat, pikir
last updateLast Updated : 2022-08-31
Read more
PREV
1
...
34567
...
35
DMCA.com Protection Status