Semua Bab Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Bab 21 - Bab 30

341 Bab

Ayah dan Anak yang Konyol

Persimpangan yang dimaksudkan oleh Sarah tadi tidaklah dekat, tapi itu tidak masalah bagi Puti Bungo Satangkai. Lagi pula, jalan setapak itu sangat-sangat sepi dengan kondisi hutan lebat di kiri dan kanan. Bahkan, semenjak tadi, ia tidak melihat seorang pun di jalan setapak tersebut.Bungo juga tidak merasa bahwa Sarah telah membohonginya atau menjebaknya demi satu dan lain kepentingan. Ia masih bisa melihat sang mentari di sisi kiri langit, yang berarti ia memang sedang menuju ke arah utara.Setelah jauh berjalan, Bungo akhirnya tiba di persimpangan yang dimaksudkan oleh Sarah sebelumnya. Ia menghela napas, melirik ke kiri, lalu ke kanan. Kondisi jalan tanah itu sama saja, seperti jalan setapak yang nyaris tidak pernah dilalui orang.Paling tidak, sang gadis meyakini hal ini sebab tidak banyak rumah penduduk yang bisa ia lihat sepanjang perjalanannya barusan. Terhitung hanya tiga rumah—itu pun sudah termasuk dengan gubuk milik Sarah dan pamannya itu.Setelah menimbang-nimbang untuk s
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-30
Baca selengkapnya

Dusun yang Damai

Ayah dan anak itu masing-masing membawa sebilah parang, sebuah suluh dari daun kelapa kering sebagai penerangan mereka, dan di punggung sang anak, ia membawa sebuah keranjang rotan yang cukup besar.“Mari,” ajak si pria 50 tahun kepada Bungo. “Kami pun kebetulan sudah selesai mencari lauk.”Sang pemuda pun mengangguk tersenyum kepada Bungo.Setelah itu, Bungo mengikuti langkah ayah dan anak tersebut. Melihat dari apa yang mereka bawa, Bungo cukup yakin bahwa keduanya sebelumnya tengah mencari ikan atau juga belut di aliran air itu tadi.Di dalam keranjang rotan di punggung sang pemuda, Bungo dapat melihat beberapa ekor ikan dan belut, juga seikat besar kangkung. Ia tersenyum, lebih kepada menghargai kebersamaan ayah dan anak tersebut. Hal ini membuatnya mengingat bahwa ia tidak seberuntung itu. Tidak mengetahui siapa ayah dan siapa ibunya. Kecuali, Inyiak Mudo dan Inyiak Gadih saja.Setelah melewati pepohonan yang rimbun di sisi timur, mereka tiba di satu kawasan yang lumayan terbuka.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-30
Baca selengkapnya

Kebaikan yang Tulus

‘Tapi saya harus melakukan ini,’ kata Puti Bungo Satangkai dengan bahasa isyarat tangannya, dan ia tetap tersenyum dalam melakukan itu.Halimah cukup tersentuh dengan tekad si gadis bisu itu, pasti ada alasan kuat di balik keteguhannya itu, pikirnya. Ia mengusap kepalanya dengan lembut, bahunya, lalu ke punggungnya.“Apakah ini berhubungan dengan orang tuamu?” tanya Halimah. Ia tertawa halus demi menanggapi tatapan heran Bungo kepada dirinya. “Katakanlah,” ujar Halimah seraya menambahkan sepotong ikan ke piring Bungo, “naluri seorang ibu.”Bungo tersenyum. Yeah, pastinya seorang wanita, terlebih lagi seorang ibu seperti Halimah memiliki kepekaan tersendiri terhadap hubungan batin di antara seorang ibu kepada anaknya.“Jadi,” Husni menghela napas dalam-dalam, “engkau tidak hidup bersama orang tuamu, gadis manis?”Bungo menggeleng, dan masih dengan senyuman. Meskipun di mata Hasan dan adik-adiknya, Bungo terlihat sebagai seorang gadis berkekurangan yang sangat tegar, namun tidak bagi Hu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-11
Baca selengkapnya

Kawanan Berbaju Hitam

Kawanan itu berjumlah sekitar sepuluh orang dengan seorang pemimpinannya yang menunggang kuda putih. Sang pemimpin sendiri adalah seorang pria berbadan besar, berotot, namun hanya memiliki satu bola mata saja.Konon bola mata kanannya dicongkel oleh harimau gaib saat ia bertarung dengan harimau gaib tersebut, di salah satu hutan angker yang tidak seberapa jauh dari kawasan terpencil tersebut.“Kau!” tunjuk si pria di atas kuda hitam kepada Husni. “Kepala Dusun ini, apakah kau sudah mengumpulkan bayaran kami, hah?!”“Maafkan kami,” ujar Husni dengan menjura selayaknya kepada seorang raja. “Tapi, dalam tujuh purnama ini, kami mengalami gagal panen. Bahkan untuk makan pun kami kesulitan, Tuan.”Pria di atas kuda hitam itu menoleh kepada pimpinannya, ia melihat seringai sang pemimpin yang baginya itu adalah sebuah perintah.“Jangan mengada-ada!” teriak pria di atas kuda hitam kepada Husni.Teriakan yang menggelegar itu membuat para kepala keluarga itu mengkirik ketakutan, namun bagi Husni
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-11
Baca selengkapnya

Penyerang Misterius

“Tuan, ampuni kami!” jerit si kepala keluarga. “Jangan sakiti istri saya, Tuan!”“Lepaskan saya,” jerit sang istri. “Saya monon, Tuan, lepaskan saya!”Si pria mendorong sang wanita sepantaran 30 tahun itu hingga ia tersungkur dan terguling di tanah. Sang suami dengan cepat mendekati istrinya, memeluknya dengan sangat erat sementara dua anaknya yang masih kecil-kecil menjerit-jerit di dalam rumah.Sang wakil kawanan menyeringai, sembari mengusap-usap dagunya ia berkata pada pasangan suami-istri tersebut, “Kulihat-lihat, istrimu masih cukup muda!”“Tidak, Tuan,” tangis si suami yang berusia sekitar 40 tahunan. “Jangan sakiti kami, jangan sakiti istri saya, Tuan. Saya berjanji akan membayar lebih di tujuh purnama ke depan.”“Terlalu lama, bodoh!” hardik si wakil. “Seret paksa isrinya!”Satu anggota kawanan yang tadi mengangguk, lalu mendekati pasangan suami-istri tersebut. Ia dengan kasar menarik dan memisahkan sang istri dari tangan suaminya.“Tidak, Tuan, mohon ampuni kami!” teriak si
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-11
Baca selengkapnya

Caping dan Jubah

Sang pemimpin Kawanan Berbaju Hitam menggerakkan satu tangannya ke depan, sebuah isyarat pada kedelapan anak buahnya yang tersisa.Tujuh orang serentak bergerak, mengepung para kepala keluarga yang berlutut di tanah, bersama dengan seorang yang di atas kuda coklat sebelumnya.Pria di atas kuda itu menyeringai, tujuh rekannya telah menghunus senjata masing-masing.“Siapa pun kau,” ujarnya dengan suara lantang, “jika tidak memperlihatkan dirimu sekarang juga, para penduduk ini akan kami bantai!”‘Bajingan!’ Puti Bungo Satangkai mendelik berang. Bahkan ada kilatan aneh pada bola matanya yang tertuju kepada si pria di atas kuda coklat itu.Bungo tidak bisa tinggal diam begitu saja, ia memutar otak untuk dapat menyelamatkan para kepala keluarga tersebut.Saat ia menoleh ke arah bawah, ia melihat sebuah caping, ia tersenyum. Caping itu mungkin akan sangat berguna menutupi wajahnya.Dengan gerakan yang sangat ringan, Bungo turun dari atap rumah penduduk tanpa mengeluarkan suara. Ia merapatka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-13
Baca selengkapnya

Aroma yang Menggiurkan

“Hei!” teriak si tangan kanan sembari menodongkan senjatanya ke arah Puti Bungo Satangkai. “Cepat beri tahu kami, siapa nama dan gelarmu agar mudah bagi kami membuatkan nama di nisanmu!”Bungo menyeringai halus. ‘Baik sekali kalian, sampai-sampai akan membuatkan nisan untukku!’Tapi tetap saja, Bungo tidak akan menggubris berbagai pertanyaan dari orang-orang tersebut. Dan ya, ia berhasil memancing emosi mereka.“Keparat!” si tangan kanan kembali bergerak, menyerang Bungo. “Meskipun kau seorang wanita, aku tidak akan segan-segan untuk membunuhmu!”Ia melompat tinggi, berputar sedemikian rupa sehingga tubuhnya terlihat seperti sebuah gasing. Tentu saja, bukan sembarang gasing, sebab ia memegang sebilah pedang lebar yang sewaktu-waktu dapat mencacah tubuh lawannya.Hanya saja, yang di lawan si tangan kanan itu bukanl pula seorang gadis biasa. Meskipun pengalamannya belumlah banyak dalam hal bertarung yang sesungguhnya, namun dengan sikap tenangnya itu, Bungo mampu memanfaatkan keadaan de
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-13
Baca selengkapnya

Keempatan Kedua yang Disia-siakan

Sebab yang satu itu terlihat sudah ketakutan, Bungo pun bergerak cepat untuk menjatuhkan tiga lainnya.“B—Bunian!” tiba-tiba si pria yang terkencing di dalam celana itu berteriak, ia bangkit duduk dengan cepat. Bola matanya membesar, lalu melirik kepada pimpinannya. “Si—Sibunian! Dialah yang telah menghajar kami pagi tadi, Anta!”Sang pimpinan mengernyit, tatapannya tertuju kepada anak buahnya itu, lalu kepada Puti Bungo Satangkai yang lagi-lagi telah berhasil membuat dua anak buahnya yang lain terkapar dengan mudahnya.“Sibunian?” ulang sang pimpinan yang bernama asli Antaguna.“Benar!” ujar si pria yang masih menjeplok di tanah. “Dialah yang telah menggagalkan aksi kami pagi tadi!”Bungo menyeringai. ‘Jadi kau salah satu dari empat penjahat yang pagi tadi memperkosa Sarah? Begitu, ya?’Ini kesempatan yang baik untuk memberikan satu pelajaran berharga lainnya kepada pria tersebut. Setidaknya, itulah yang dipikirkan oleh Bungo. Padahal, pagi tadi ia sengaja tidak membunuhnya, tentu sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-13
Baca selengkapnya

Mengolah Raga

Dua tinju yang dilepas oleh Puti Bungo Satangkai beradu dengan dua telapak Antaguna. Dua energi berlainan saling bertemu dan menekan, membuat keduanya mengambang untuk sesaat di udara.Swoosh…!Dua energi yang berbenturan pecah dan menciptakan pusaran angin, sekejapan saja, lalu pusaran angin juga pecah dan membias ke segala arah.Splasssh!Antaguna dan Bungo saling bersalto ke belakang, berputar-putar sebelum menjejak ke tanah.Tapi Bungo tak hendak memberi hati, begitu kakinya mencecah permukaan tanah, dengan memanfaatkan kesaktian Kabut Kahyangan, ia telah melesat kembali untuk menyerang Antaguna.Dalam banyak hal yang pernah diajarkan oleh Inyiak Mudo dan Inyiak Gadih kepadanya, tidak meremehkan lawan adalah salah satu di antaranya. Itu sebab Bungo langsung menyerang kembali.Antaguna berbadan besar dan tinggi. Orang seperti itu pasti memiliki tenaga yang berkali lipat lebihb besar daripada orang lainnya, seperti kesembilan anak buahnya yang tadi. Ditambah pula dengan kemampuan si
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-16
Baca selengkapnya

Lawan Sepadan

Setelah mengatur napasnya sedemikian rupa, Puti Bungo Satangkai mengalirkan energi panas ke seluruh tubuhnya dalam gerakan kuda-kudanya di hadapan Antaguna.Antaguna terkekeh. “Dunia memang aneh!” ujarnya seolah dapat membaca pikiran sang gadis. “Untuk takaran gadis sebaik dirimu, kau seharusnya telah miliki satu jabatan penting di kepemerintahan. Tapi tidak, di sinilah kau kini, mengajakku bertarung secara kesatria. Aku suka itu!”Selesai berbicara, Antaguna pun mengalirkan energinya ke seluruh tubuhnya dalam gerakan kuda-kudanya. Bagaimanapun, ia cukup memahami bahwa gadis bercaping dan berjubah itu dengan sengaja memperlihatkan aura dalam gerakannya, memberitahukan kepadanya bahwa kali ini ia menginginkan pertarungan saling berhadapan.Lagi pula, dengan apa yang telah terjadi kepada kesembilan anak buahnya yang hanya dalam tempo yang sangat singkat dijatuhkan oleh si gadis, maka Antaguna juga tidak memandang remeh kemampuan gadis tersebut.Dari jurus telapak, kini Antaguna mengubah
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
35
DMCA.com Protection Status