"Ya ampun dia kenapa ya, Irsyad?" tanyaku yang tercengang dengan sikap aneh Maura."Hmm, gak tahu, biarkan saja dia dengan segala keluhan hidup dan bebannya. Fokuslah kamu untuk bahagia dengan segala urusan dan anak anakmu. Jangan terus memusingkan diri.""Iya, tapi ...," jawabku lirih."Bukannya kita tidak punya empati, pengorbananmu bahkan telah lebih dari sekadar empati, aku mohon, biarkan dia. Dia punya suami dan orang orang yang akan mengurusinya" balas Irsyad sambil menggenggam tanganku."Benar juga, aku setuju denganmu," gumamku sambil mengangguk dan tak lama kemudian pesanan makanan kami datang."Terima kasih," ucapku pada pelayan."Sama-sama, Bu."Irsyad lantas mencoba salah satu makanan dengan garpu lalu terlihat berbinar padaku dengan senang."Luar biasa, ini enak sekali," pujinya."Ini sudah jadi restoran favoritku sejak lama," balasku sambil menggigit bagia kebabku."Apa ... kamu dan Hamdan sering kemari?""Ehm, ya, sesekali, tidak begitu sering," jawabku jujur. "Kena
Read more