Sampai rangkaian acara berakhir Mas Hamdan rupanya tetap bergeming di tempatnya, pembawa telah selesai mengakhiri pesta kami, tapi dia tetap di sana, bahkan ketika kami pengantin yang meninggalkan tempat itu dan diiringi oleh ribuan kelopak bunga-bunga.Sungguh pernikahanku yang kali ini jauh lebih meriah dibanding pernikahan pertama bersama Mas Hamdan."Terima kasih sudah memberikan kesan terindah dalam hidupku Mas Irsyad. Aku sangat bahagia hari ini bisikku ketika kami melangkah masuk dan langsung menuju ruang pengantin."Ketika pintu kamar terbuka aku langsung disambut oleh ribuan bunga-bunga yang sudah ditata indah mengelilingi pinggir ranjang. Bahkan bekas kekacauan mengganti pakaian dan merias diri sudah dibereskan. Yang ada hanya keindahan dan nuansa romantis."Ayo masuk," bisik Mas Irsyad."Iya, aku juga sudah kegerahan memakai pakaian ini," jawabku sambil tertawa kecil."Eh tunggu dulu Mas Irsyad sebelum Mas Irsyad masuk kami harus membereskan riasan dan aksesoris pengantin
Seusai memastikan bahwa semua tamu makan dan dilayani baik olehku, sudah mengantar mereka ke depan pintu untuk pulang, aku kembali masuk ke dalam, bercanda sebentar dengan sisa anggota keluarga yang ada lantas masuk ke kamar tidur pengantin kami.Ketika menutup pintu, di dalam sana sudah kudapati Mas Irsyad tidur sambil memeluk guling, wajahnya yang damai membuat dada ini menghangat. Melihatku masuk, pria itu terjaga, bergerak pelan dan memberikan senyum manisnya."Kemana saja kamu, Sayang? Lama sekali....""Aku membaur dengan para tamu dan sisa kerabat," jawabku sambil duduk di tepi ranjang. Kumatikan ponsel lalu mengisi dayanya dan tak lupa kuredupkan lampu kamar."Uhm, aku rindu padamu, dan ingin kucurahkan kerinduan itu dengan penuh kasih," ujarnya sembari bangkit dan duduk bersila menghadapku. Diraihnya tangan ini lalu diciumnya telapak tanganku dengan lembut. "Terima kasih atas semua yang kamu berikan, Mas," balasku lirih. Senyumku tak lekang sejak pagi tadi. Aku sungguh
"apa?""Aku tidak sudi jika pria yang sudah merebutmu dariku tinggal di istana yang kubangun untuk keluarga kita, suruh dia pergi dari sini atau aku akan menghajarnya!""Kau gila atau kenapa Mas?""Biarkan saja aku bilang tapi aku tidak Sudi pria itu menikmati rumah ini!""Baiklah, kami akan pindah, seperti yang kau inginkan, oke?" ucapku sambil menangkupkan kedua belah tangan."Kamu tidak boleh kemana-mana, kamu harus fokus mengurusi anak-anak, yang tidak kusukai adalah pria itu bukan dirimu!""Kau pikir hidup semua orang berada dalam genggamanmu? Kau pikir kau bisa mengatur kami sesuka hatimu? Aku memberimu ruang dan kelembutan bukan berarti aku masih menyukaimu!""Tapi setidaknya aku tahu bahwa kau punya sisa rasa dan nilai," jawabnya."Pergilah Hamdan, kau memang tidak punya cara lain untuk menyakitiku kecuali mengungkit masalah harta dan pemberianmu! Aku benar-benar muak." Kulangkahkan kaki untuk kembali ke dalam, sambil melepas sapu begitu saja dengan kesal."Aisyah tunggu, apa
"Oh, be-begitu ya... silakan masuk, Mbak. Mari, senang menyambut Mbak di rumah saya," jawabku dengan gugup. Aku tidak punya pilihan kosa kata yang lain selain itu, pikiranku langsung blank melihat wanita cantik dengan softlens abu-abu tersebut."Terima kasih, saya tidak membayangkan penyambutan baik sebelumnya, tapi, ternyata Mbak Aisyah sangat ramah," jawabnya sambil melenggang melewatiku dengan anggun."Iya, Mbak, saya pun senang didatangi mantan istri suamiku, artinya kita bisa menjalin pertemanan dan hubungan baik."Anggota keluarga yang penasaran dengan siapa yang datang, kini ikut keluar ke ruang tamu untuk menyaksikan apa yang terjadi, nyaris semua orang ternganga dengan kemolekan wanita bernama Elsa ini, kebungkaman dan wajah penuh tanda tanya semua orang membuatku makin tak nyaman."Siapa itu?" tanya Ibu."Mbak Elsa, namanya Icha," balasku pada ibuku."Oh, mari silakan," ujar ibu dengan senyum ramah, wanita itu bangkit dan menyalami orang tuaku."Saya dengar Mas Irsyad menika
Usai menyaksikan kepergian wanita itu, suamiku kemudian menghela napas dan merangkul pundakku. Tanpa kata kata aku sudah paham bahwa dia ingin menularkan kekuatan dan kepercayaan diri bahwa untuk saat ini aku adalah orang yang sangat dia cintai dan dia tidak akan goyah pada godaan atau hinaan orang."Ayo masuk, aku ingin mandi dan bersiap untuk salat magrib," ajaknya lembut."Iya, Mas. Kalau begitu mandilah, saya akan ganti baju dan pergi menyiapkan makan malam."Ada beberapa anggota keluarga lagi yang rencananya akan kembali besok pagi, mereka adalah kerabat terakhir yang masih berada di rumah. Jadi jika besok Mereka sudah pergi yang tertinggal hanya aku Mas Irsyad dan anak-anak.**Usai salat berdua dengan suami, kami berdoa meninggikan tangan dan harapan semoga Tuhan memberikan apa yang terbaik untuk kami. Kudekatkan diri padanya, lalu kucium tangannya dengan hormat dan dia pun mengecup keningku dengan penuh kasih."Aku harap kita bisa merajut tali pernikahan ini hingga akhir nanti
Keesokan hari, sekitar pukul tujuh malam, usai suamiku kembali dari pekerjaannya di kota. Kami salat magrib berjamaah dan menikmati makan malam."Mari kita ke rumah Hamdan," ucapnya ketika aku membereskan piring ke wastafel. Dia pun ikut membantu ku mengangkut piring-piring itu ke tempat cuci piring dan membersihkan meja."Ngapain?""Membicarakan harta harta yang dia inginkan," balas suamiku pelan, tapi nadanya tegas."Lagi dia tidak membahasnya kurasa aku pun tidak perlu ikut membahasnya.""Tapi pria itu bisa mengungkit kapanpun dan membuat ketenangan kita terusikkan. Lebih baik kita selesaikan dari awal sehingga tidak ada lagi peluang untuk menuntut, sehingga aku dan kamu pun bahagia dengan cita-cita dan program hidup kita.""Mas Hamdan tentu akan merasa bahwa kamu yang menghasut diri ini untuk berbagi atau menuntut harta gono gini.""Terserah apa penilaiannya, aku tak peduli, yang penting kita bisa menyelesaikan semua itu dengan cepat.""Baiklah Mas jika itu maumu," balasku.Usai
"Jangan datang kemari hanya untuk memamerkan kekayaanmu, aku tahu aku bukanlah laki-laki yang suksestapi aku masih punya harga diri!" Mas Hamdan menghentak suamiku sembari menggebrak meja dengan kepalan tangannya."Mohon maaf sebelumnya, aku tidak pamer, jangan pasang mindset bahwa aku datang ke sini ingin menunjukkan kehebatan. Aku sedang mengembalikan kata kata yang kau ucapkan, jika kau ingin usir anak istrimu, maka aku siap menampung mereka beserta kebutuhannya.""Halah, gayamu! Kau pasti punya modus tersembunyi pada mantan istriku, bukankah dulunya dia adalah investormu?""Betul, tapi sudah kukembalikan apa yang kupinjam.""Kami punya rumah megah dengan dekorasi mewah, kami punya lahan dan sawah luas yang aliran airnya selalu ada dan menguntungkan," kau pasti inginkan itu, Irsyad. Ternyata kau pandai sekali mencuri hati Aisyah! Katakan padaku, bagaimana caranya," kata Mas Hamdan dengan sinis."Hanya kuberikan ketulusan dan rasa hormat, aku tidak pernah merayu Aisyah dengan barang
"mengapa dia marah, Mas?""Seperti yang kamu dengar," jawab suamiku menghela napasnya."Aku tidak mendengar dengan jelas," balasku bersandiwara."Dia minta uang jajan untuk Icha, aku pun lupa mengirimnya kemarin," jawab Mas Irsyad sembari merebahkan badan."Kemarin bukannya dia datang, kenapa tidak langsung mengingatkan? apakah dia marah karena sikap kita waktu itu?""Tidak tahu, tapi aku akan segera mengirimkan uangnya," jawab Mas Irsyad."Berapa buang jajan Icha.""Sejuta seminggu."Ah, lumayan besar juga rupanya, tapi insya Allah kami masih bisa menanganinya. Mas Irsyad juga punya lestoran dan akupun juga punya tabungan jadi kita bisa saling meringankan tentang uang belanja anak-anak."Aku akan dengan senang hati membantumu jika kau kesulitan Mas," ujarku dengan tulus."Tidak, aku masih bisa menanganinya, Aish.""Jangan sungkan padaku, jika kamu merasa kesulitan, tolong ungkapkan saja.""Insya Allah, sekarang mari beristirahat," balas suamiku sambil mengecup kening ini.Tak terasa