Seminggu kami jalani hidup tanpa tegur sapa dan saling menjauhi. Lebih tepatnya aku yang menjaga jarak dan menjauhi Mas irsyad. Begitu dia mendekati, terlebih ketika di kamar, anak aku langsung bangun dan memasang jarak. Bukannya dia tak mencoba membujuk hanya saja aku yang menolak bujukannya.Seperti ketika suatu malam dia mendekat, mencoba memeluk dan menciumku dengan paksa seperti yang selama ini dia lakukan kala aku merajuk kecil. Sontak, aku berontak dan mendorongnya. Aku menghardik dengan kesal agar dia jangan memaksakan dirinya padaku."Aku bukan pelacur atau wanita yang bisa kau perkosa kapan pun. Enyahlah dari hadapanku.""Mengapa kau marah sekali, aish. Ini sudah hampir seminggu, gak takutkah kamu akan dosa menolak hasrat suami.""Kenapa tidak kau bagi saja hasrat itu kepada wanita yang masih kau cintai!" Tentu saja Mas Irsyad terkejut dan wajahnya langsung pucat. Pria itu mengigit bibir lalu bersurut mundur."Apa? Kenapa diam, Kenapa tidak kau temui mantan istrimu lalu ung
Seminggu kami jalani hidup tanpa tegur sapa dan saling menjauhi. Lebih tepatnya aku yang menjaga jarak dan menjauhi Mas irsyad. Begitu dia mendekati, terlebih ketika di kamar, anak aku langsung bangun dan memasang jarak. Bukannya dia tak mencoba membujuk hanya saja aku yang menolak bujukannya.Seperti ketika suatu malam dia mendekat, mencoba memeluk dan menciumku dengan paksa seperti yang selama ini dia lakukan kala aku merajuk kecil. Sontak, aku berontak dan mendorongnya. Aku menghardik dengan kesal agar dia jangan memaksakan dirinya padaku."Aku bukan pelacur atau wanita yang bisa kau perkosa kapan pun. Enyahlah dari hadapanku.""Mengapa kau marah sekali, aish. Ini sudah hampir seminggu, gak takutkah kamu akan dosa menolak hasrat suami.""Kenapa tidak kau bagi saja hasrat itu kepada wanita yang masih kau cintai!" Tentu saja Mas Irsyad terkejut dan wajahnya langsung pucat. Pria itu mengigit bibir lalu bersurut mundur."Apa? Kenapa diam, Kenapa tidak kau temui mantan istrimu lalu ung
"Berani sekali istrimu memukulku, aku kesakitan Mas, aku kesakitan ...." Wanita itu meraung dan menjerit kesakitan sambil berusaha melindungi dirinya di belakang Mas Irsyad.Saat itu yang aku rasakan tidak ada lagi kewarasan, hanya sakit, panas hati dan amarah yang menggelegak. Saking tak tahannya aku dengan kekesalan, rasa-rasanya ubun-ubun ini ingin meleleh."Beraninya kau mengusik suamiku, menghapus ketentraman rumah tangga dan membuat hidupku tidak nyaman!" Aku melesat ke belakang Mas Irsyad, tanpa bisa dicegah aku langsung mencekik leher wanita itu sampai dia terdorong dan terdesak tepat di depan tangga rumah."To-tolong... Akh ... akkk ...." Wanita itu meronta "Aisyah, stop, ya Allah, Aish, please, lepasin Elsa." Mas Irsyad berusaha menengani tapi sia sia saja.Nafas wanita itu mulai sesak dan megap-megap, dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak bisa. Aku yang seakan dirasuki sebuah kekuatan besar terus menekan lehernya hingga nyaris saja wanita itu meregang nyawa dengan bola
Mungkinkah sikap arogan Mas Irsyad ditengarai oleh kecemburuannya yang begitu besar kepada Hamdan atau mungkinkah karena dendamnya padaku karena sudah menyakiti Elsa, entahlah, aku tak tahu, yang jelas aku merasa sangat sakit dan tersinggung. Air mataku berurai pedih dan menyesal. "Andai aku tidak termakan kata kata manis dan bujukan sejak awal, mungkin aku tidak akan pernah menikahi pria busuk seperti Irsyad. Dia hanya baik di awal dan kejam di akhir, dia benar benar membalikkan persepsiku tentang perilaku dan sifatnya."Pagi menjelang, matahari menyapa, tapi aku enggan menatapnya. Diri ini masih terbaring di ranjang meski waktu sudah menunjukkan pukul tujuh."Kamu tidak bangun untuk menyiapkan sarapanku dan anak-anak?""Aku sedang tidak enak badan dan kalian bisa beli makanan di drive thru, anak anak akan senang," jawabku dari balik selimut."Aneh sekali sikapmu hari ini Aisyah," gumamnya."Memangnya aku tidak boleh sakit memangnya sesekali aku tidak boleh libur dari rutinitas rum
Mungkin malam ini adalah malam yang tidak pernah kubayangkan seumur hidupku. Dari panjangnya waktu yang telah kujalani dengan Mas Hamdan dengan penuh bakti dan cinta, bagiku ikatan pernikahan kami kuat, tidak mungkin tergoyahkan bahkan oleh godaan atau penderitaan macam apapun itu.Namun malam ini ... semuanya berbeda!Selepas shalat isya, pria yang telah mengikat janji suci denganku selama hampir 13 tahun itu menghampiri, menggenggam tangan dan mengajakku duduk di dekatnya."Kemarilah Aisyah, Mas ingin bicara," ucapnya dengan lembut, dia mendekati dan mengecup pucuk kepala ini dengan penuh cinta.Aku langsung bahagia mendapati sikap manisnya, biasanya jika dia bersikap seperti ini, maka aku akan mendapatkan hadiah. Mungkin itu hadiah kecil berupa daster atau bisa juga hadiah batin yang romantis."Apa, Mas?" tanyaku antusias, dengan mata berbinar dan hati berdebar."Kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu, Aku percaya bahwa kau juga mencintaiku. Perasaan dan batin kita terhubung satu
Gadis itu masih muda, umurnya masih 18 tahun, beda sedikit usianya nyaris sama dengan anak kami, Raihan. Malah jika disandingkan dengan putraku yang bertubuh tinggi, Maura terlihat seperti kakaknya.Jadi, bagaimana bisa dia akan dijadikan istri suamiku yang umurnya nyaris empat puluh? bagaimana aku bisa menyetujui gagasan Mas Hamdan?"Lama-lama aku sungguh akan kehilangan kewarasan," gumamku sambil mengeluh pada Yang Kuasa.Sepanjang malam, kulabuhkan sujudku di atas sajadah, terus bertanya, memprotes mengapa Allah memberi naluri menaklukkan bagi pria. Mereka makhluk visual itu, sangat mudah dialihkan dengan sedikit kecantikan wajah dan kemolekan tubuh."Tidak adakah lelaki di dunia ini yang benar benar setia?" aduku pada Allah. Tanganku kuat mencengkeram sajadah.Gadis bernama Maura itu adalah anak Pak Yuandi, pengusaha beras yang kemudian mati kecelakaan. Dia tumbuh dibesarkan oleh neneknya yang tua, harta miliknya dikuasai pamannya membuat gadis bermata indah itu hidup dalam kek
Pagi ini, akan kutemui dia Mas," ucapku sambil bangun dan menuju ke dalam."Jangan Aisyah, kalau bisa kita temui dia bersama-sama. Aku belum mengutarakan perasaan sukaku, aku ingin kamulah yang menyampaikannya," kata Mas Hamdan dari ruang tamu. Langkahku langsung tertahan mendengar dia mengucapkan hal itu. Jika dulu aku tak pernah mencela suami, maka hari ini aku ingin menyebutnya semena-mena dan seenaknya. Apa iya, aku yang akan menemui gadis muda itu dan mengatakan jika mas Hamdan menyukainya lalu dengan manisnya memakaikan cincin?Oh ... apa dunia terbalik sekarang?!"Tolong lepaskan aku, Mas. Jika kamu mencintaiku dan menghargaiku sebagai seorang istri dan wanita yang pernah melahirkan anak anakmu tolong hargai perasaanku, aku sungguh telah tersiksa dengan luka semalam yang kau torehkan, Mas."Mendengarku menegaskan kalimat itu Mas Hamdan langsung terdiam, Dia terlihat tidak mau mendapatku lagi. Hanya mendengkus panjang dan menggeleng.* Satu jam kemudian,Suamiku yang masih ta
Menyaksikan Mas Hamdan memeluk wanita itu dengan penuh perhatian dan iba, hati ini menjadi semakin membara jadinya. Seakan lampunyang dituang minyak, hatiku berkobar tak terkendali.Betapa teganya dia terang-terangan menunjukan simpati dan cintanya. Gadis itu juga tahu sekali kapan harus bersikap manja dan cari muka."Mas maafkan, saya, saya ...." Wanita itu mulai menangis takut, membenamkan dadanya ke kemeja Mas Hamdan yang pagi tadi kusetrika."Tenang... ini bukan salahmu," bisik Mas Hamdan membelai pipinya yang kemerahan, wajah putih merona gadis itu menjadi semburat terkena panas mentari."Jadi salah siapa, salahmu yang tak mampu mengendalikan diri untuk jatuh cinta dan menggodanya?""Hentikan Aisyah! Kau sudah melukai perasaannya.""Lalu bagaimana hatiku?"Mas Hamdan terdiam, bibirnya seakan dikunci kebungkaman dan rasa malu, nampak jelas di raut wajahnya bahwa dia menyesali perbuatan barusan, dia nampak bingung menentukan harus bagaimana, berdiri di antara dua wanita membuatnya