Ada masanya aku bosan hanya berada di rumah, hanya sibuk menghitung detik dan menunggu waktu serta menonton tv saja. Kuputuskan untuk pergi menyibukkan diri di kebun, merawat sayur dan tanaman hidroponik yang kukembangkan di rumah penyemaian.Setelah mengganti baju dengan pakaian berkebun, aku ke rumah kaca untuk merawat sayuran organik, menyemprot dan merawat sepenuh hati agar tumbuhannya subur dan tidak diganggu ulat pemakan daun.Tak terasa waktu berlalu, sejam kemudian aku kedatangan seseorang yang sudah kuduga akan mencariku. Mas Hamdan lagi.Dari kejauhan dia nampak menyapa dan menyalami pekerja di kebun, memeriksa taman dan padi lalu bersitatap denganku yang kini merawat sayur dan buah anggur.Tentu saja dia yang melihatku sendiri tidak melewatkan kesempatan itu untuk mendatangiku."Assalamualaikum kau terlihat telaten sekali," ujarnya menyapa."Waalaikumsalam Apa yang kau lakukan di tempat ini?""Kau terdengar seakan tidak menyukai kedatanganku," ucapnya dengan wajah tid
"Hari sudah sore, ayo pulang," ujarku setelah beberapa menit berdiri dalam diam dengannya."Tidak ada tujuan pulang bagiku," ujarnya lesu."Kalau begitu aku pulang dulu," jawabku yang tak mau membuang lebih banyak waktu. Aku paham dia ingin mencurahkan kegamangan sementara dia mengharapku memberinya hiburan. Aku tak punya waktu untuk itu, aku masih peduli pada ego dan martabatku."Oh ya, Mas, agar tidak lagi jadi polemik di kemudian hari, aku ingin membalik nama semua aset yang ada di tanganku. Maaf, bukanya egois atau serakah. Hak-hak anak anak harus dilindungi dari sekarang.""Tapi, kau juga ikut menikmatinya," ujar pria itu dengan tatapan mata menerawang ke cakrawala."Aku mengelolanya dan memakan sedikit hasilnya, kurasa masuk akal selama aku tidak bermegah-megahan," jawabku."Tegaskan padaku, kau akan memberi atau merampas?""Terserah kau saja ....""Memang ya, tak semudah itu merelakan tanah perkebunan yang luas, ditambah rumah dan mobil, tapi jika kau berpikir dari mana dan ba
"Dari pihak notaris sudah mengeluarkan surat permintaan persetujuan dan tanda tangan pemilik awal, tapi aku belum sempat menemui Mas Hamdan, diri ini terlampau sibuk.""Kalau begitu, maukah kuantarkan. Sekalian aku akan menjagamu dari kemungkinan yang tak kita inginkan," ujarnya sambil tersenyum penuh makna."Oke."Jadi, siang itu aku pergi mengantarkan undangan pengajian dan akad nikah, namun yang kusaksikan di sana sangat miris. Baru saja sampai di depan pintu utama, aku sudah mendapatkan kondisi kantor yang lengang dan sedikit berantakan."Oh, mungkin Minggu ya, jadi pekerja tidak datang," gumamku sambil melangkahkan kaki masuk ke ruang ruko tersebut.Kuucapkan salam tapi tidak ada sahutan.Kupindai ruangan yang nampak berdebu dengan lantai kotor bekas pijakan kaki berlumpur karena hujan, meja yang nampak kotor, paket paket yang belum habis diantar bertumpuk di sudut ruangan. Suasana ruko begitu suram, terlebih jendela tidak dibuka dan ruangan menjadi lembab. "Ah, jenis wanita ap
Malam itu angin berembus dengan lembutnya, dan bulan nampak sempurna dibayangi awan cerah serta cuaca amat mendukung acara. Suasana di rumah sudah terang benderang dipercantik oleh dekorasi bunga, dan murattal Al Qur'an yang disetel di pengeras suara menyejukkan hati. Orang orang mulai berdatangan duduk di bangku yang disediakan lalu tamu tamu penting dan keluarga dekat masuk ke dalam rumah dan duduk di karpet yang dihamparkan.Acara dimulai, aku duduk diapit orang tua dan anak-anakku sampai puncak rangkaian cara di mana aku diminta untuk menghaturkan permintaan restu dan izin kepada kedua orang tua. Sambil membacakan ungkapan terima kasih dan permintaan maaf aku mendekat dan bersimpuh di hadapan kedua orang tuaku."Ibu ... ayah, izinkan saya meminta keridhaan hati dan restu Ibu, Ayah, agar saya bisa menempuh hidup baru yang lebih bahagia," ucapku sambil bersembah sujud di pangkuan mereka "Iya Nak, kami mengizinkan dan mendoakan yang terbaik. Menikahlah dan berbahagialah," jawab Aya
Ternyata kehilangan seseorang membuatku belajar banyak hal dalam hidup. Kini aku lebih memahami sudut pandang dan penilaian orang lain, juga hasrat dan harapan mereka yang kadang bertentangan. Dan aku di antara semua itu berusaha menempatkan diri sesuai posisi dan porsi.Mantan suami, ya, kelebatan memory tentangnya kembali menggerayangi ceruk akalku sore ini. Aku terkenang pada sisi baik dan romantisnya, lalu teringat betapa sakit dan menyebalkan sikapnya sejak mengenal Maura. Andai pria itu tidak jatuh cinta mungkin sampai sekarang dia masih priaku, dia masih sosok yang selalu merindukan pulang kerja lebih cepat demi menyantap hidangan buatan istri lalu membercandai kami, anggota keluarganya. Banyak mimpi yang kami susun seperti permainan balok tarik pasang, ratusan hal yang kami pertaruhkan demi kesuksesan dan harta padahal tahu resikonya adalah ambruk dan dan hancur, kami berani ambil resiko Bukan tidak pernah jatuh, bahkan kami tertatih berusaha membangunkan diri, tapi ak
"Ya ampun dia kenapa ya, Irsyad?" tanyaku yang tercengang dengan sikap aneh Maura."Hmm, gak tahu, biarkan saja dia dengan segala keluhan hidup dan bebannya. Fokuslah kamu untuk bahagia dengan segala urusan dan anak anakmu. Jangan terus memusingkan diri.""Iya, tapi ...," jawabku lirih."Bukannya kita tidak punya empati, pengorbananmu bahkan telah lebih dari sekadar empati, aku mohon, biarkan dia. Dia punya suami dan orang orang yang akan mengurusinya" balas Irsyad sambil menggenggam tanganku."Benar juga, aku setuju denganmu," gumamku sambil mengangguk dan tak lama kemudian pesanan makanan kami datang."Terima kasih," ucapku pada pelayan."Sama-sama, Bu."Irsyad lantas mencoba salah satu makanan dengan garpu lalu terlihat berbinar padaku dengan senang."Luar biasa, ini enak sekali," pujinya."Ini sudah jadi restoran favoritku sejak lama," balasku sambil menggigit bagia kebabku."Apa ... kamu dan Hamdan sering kemari?""Ehm, ya, sesekali, tidak begitu sering," jawabku jujur. "Kena
Alhamdulillah, ini hari hari yang telah lama kami tunggu dan rencanakan. Aku yang duduk di depan kaca rias dengan para perias yang sibuk memasangkan hijab dan kembang goyang. Aku bisa menatap sendiri betapa pancaran aura bahagia dan haru di mata karena pada akhirnya kudapatkan pengganti suamiku yang direbut orang lain.Aku tak bisa menjamin bahwa Mas Irsyad lebih baik dari Mas Hamdan, tapi setidaknya dekat dengannya membuatku lebih tenang dan bersemangat. Dia tahu cara membuatku tertawa dan meleleh bahagia atas sikap manisnya."Pengantinnya terlihat pangling," ujar salah seorang MUA ketika memasangkan jilbab slyaer panjang."Iya, terlihat seperti masih gadis, tubuhnya juga singset, pasti perawatannya bagus ya, Mbak?" balas yang lain."Ah, gak juga Mbak, saya hanya minum jamu dan sesekali ikut senam sama ibu ibu di kampung" balasku kalem."Selamat ya, semoga berkah Mbak," ucap mua itu."Amin, terima kasih."Seusai dirias aku kemudian melanjutkan dengan sesi foto tunggal dan foto bersa
Tiba tiba pria itu mendekat, berlutut di bawah kakiku sambil menangis putus asa."Astaghfirullah, apa yang kau lakukan?!" Aku terkejut dan menjauhkan gaunku dari jangkauan dan air matanya."Kumohon, ya Allah, demi Allah aku sungguh putus asa dan bisa gila," balasnya sambil meremas ujung gaunku."Hidupku tanpamu sangat kesepian ....""Jadi, air matamu itu air mata cinta?""Ya," jawabnya putus asa. "... Meski aku pernah bersalah, tapi aku juga mampu memperbaikinya. Aku bisa membangun kembali kepercayaan dan menumbuhkan kasih sayang.""Terlambat," jawabku menggeleng pelan sambil tersenyum. "Aku harus keluar menuju kursi pelaminan. Relakan aku ya ...?" Pria itu menangis sambil menggeleng."Tidak, ya allah, hatiku sakit sekali Aisyah ...."Kutatap matanya yang merah dan sembab sambil mendekat dan menepuk bahunya lembut."Mas, boleh ya ...?"Pria yang sudah tidak berdaya itu makin terlihat hancur dan tersedu-sedu. Para keponakan yang kudapuk sebagai Bridesmaids mengetuk pintu dan menjemput.