"Ya ampun dia kenapa ya, Irsyad?" tanyaku yang tercengang dengan sikap aneh Maura."Hmm, gak tahu, biarkan saja dia dengan segala keluhan hidup dan bebannya. Fokuslah kamu untuk bahagia dengan segala urusan dan anak anakmu. Jangan terus memusingkan diri.""Iya, tapi ...," jawabku lirih."Bukannya kita tidak punya empati, pengorbananmu bahkan telah lebih dari sekadar empati, aku mohon, biarkan dia. Dia punya suami dan orang orang yang akan mengurusinya" balas Irsyad sambil menggenggam tanganku."Benar juga, aku setuju denganmu," gumamku sambil mengangguk dan tak lama kemudian pesanan makanan kami datang."Terima kasih," ucapku pada pelayan."Sama-sama, Bu."Irsyad lantas mencoba salah satu makanan dengan garpu lalu terlihat berbinar padaku dengan senang."Luar biasa, ini enak sekali," pujinya."Ini sudah jadi restoran favoritku sejak lama," balasku sambil menggigit bagia kebabku."Apa ... kamu dan Hamdan sering kemari?""Ehm, ya, sesekali, tidak begitu sering," jawabku jujur. "Kena
Alhamdulillah, ini hari hari yang telah lama kami tunggu dan rencanakan. Aku yang duduk di depan kaca rias dengan para perias yang sibuk memasangkan hijab dan kembang goyang. Aku bisa menatap sendiri betapa pancaran aura bahagia dan haru di mata karena pada akhirnya kudapatkan pengganti suamiku yang direbut orang lain.Aku tak bisa menjamin bahwa Mas Irsyad lebih baik dari Mas Hamdan, tapi setidaknya dekat dengannya membuatku lebih tenang dan bersemangat. Dia tahu cara membuatku tertawa dan meleleh bahagia atas sikap manisnya."Pengantinnya terlihat pangling," ujar salah seorang MUA ketika memasangkan jilbab slyaer panjang."Iya, terlihat seperti masih gadis, tubuhnya juga singset, pasti perawatannya bagus ya, Mbak?" balas yang lain."Ah, gak juga Mbak, saya hanya minum jamu dan sesekali ikut senam sama ibu ibu di kampung" balasku kalem."Selamat ya, semoga berkah Mbak," ucap mua itu."Amin, terima kasih."Seusai dirias aku kemudian melanjutkan dengan sesi foto tunggal dan foto bersa
Tiba tiba pria itu mendekat, berlutut di bawah kakiku sambil menangis putus asa."Astaghfirullah, apa yang kau lakukan?!" Aku terkejut dan menjauhkan gaunku dari jangkauan dan air matanya."Kumohon, ya Allah, demi Allah aku sungguh putus asa dan bisa gila," balasnya sambil meremas ujung gaunku."Hidupku tanpamu sangat kesepian ....""Jadi, air matamu itu air mata cinta?""Ya," jawabnya putus asa. "... Meski aku pernah bersalah, tapi aku juga mampu memperbaikinya. Aku bisa membangun kembali kepercayaan dan menumbuhkan kasih sayang.""Terlambat," jawabku menggeleng pelan sambil tersenyum. "Aku harus keluar menuju kursi pelaminan. Relakan aku ya ...?" Pria itu menangis sambil menggeleng."Tidak, ya allah, hatiku sakit sekali Aisyah ...."Kutatap matanya yang merah dan sembab sambil mendekat dan menepuk bahunya lembut."Mas, boleh ya ...?"Pria yang sudah tidak berdaya itu makin terlihat hancur dan tersedu-sedu. Para keponakan yang kudapuk sebagai Bridesmaids mengetuk pintu dan menjemput.
Sampai rangkaian acara berakhir Mas Hamdan rupanya tetap bergeming di tempatnya, pembawa telah selesai mengakhiri pesta kami, tapi dia tetap di sana, bahkan ketika kami pengantin yang meninggalkan tempat itu dan diiringi oleh ribuan kelopak bunga-bunga.Sungguh pernikahanku yang kali ini jauh lebih meriah dibanding pernikahan pertama bersama Mas Hamdan."Terima kasih sudah memberikan kesan terindah dalam hidupku Mas Irsyad. Aku sangat bahagia hari ini bisikku ketika kami melangkah masuk dan langsung menuju ruang pengantin."Ketika pintu kamar terbuka aku langsung disambut oleh ribuan bunga-bunga yang sudah ditata indah mengelilingi pinggir ranjang. Bahkan bekas kekacauan mengganti pakaian dan merias diri sudah dibereskan. Yang ada hanya keindahan dan nuansa romantis."Ayo masuk," bisik Mas Irsyad."Iya, aku juga sudah kegerahan memakai pakaian ini," jawabku sambil tertawa kecil."Eh tunggu dulu Mas Irsyad sebelum Mas Irsyad masuk kami harus membereskan riasan dan aksesoris pengantin
Seusai memastikan bahwa semua tamu makan dan dilayani baik olehku, sudah mengantar mereka ke depan pintu untuk pulang, aku kembali masuk ke dalam, bercanda sebentar dengan sisa anggota keluarga yang ada lantas masuk ke kamar tidur pengantin kami.Ketika menutup pintu, di dalam sana sudah kudapati Mas Irsyad tidur sambil memeluk guling, wajahnya yang damai membuat dada ini menghangat. Melihatku masuk, pria itu terjaga, bergerak pelan dan memberikan senyum manisnya."Kemana saja kamu, Sayang? Lama sekali....""Aku membaur dengan para tamu dan sisa kerabat," jawabku sambil duduk di tepi ranjang. Kumatikan ponsel lalu mengisi dayanya dan tak lupa kuredupkan lampu kamar."Uhm, aku rindu padamu, dan ingin kucurahkan kerinduan itu dengan penuh kasih," ujarnya sembari bangkit dan duduk bersila menghadapku. Diraihnya tangan ini lalu diciumnya telapak tanganku dengan lembut. "Terima kasih atas semua yang kamu berikan, Mas," balasku lirih. Senyumku tak lekang sejak pagi tadi. Aku sungguh
"apa?""Aku tidak sudi jika pria yang sudah merebutmu dariku tinggal di istana yang kubangun untuk keluarga kita, suruh dia pergi dari sini atau aku akan menghajarnya!""Kau gila atau kenapa Mas?""Biarkan saja aku bilang tapi aku tidak Sudi pria itu menikmati rumah ini!""Baiklah, kami akan pindah, seperti yang kau inginkan, oke?" ucapku sambil menangkupkan kedua belah tangan."Kamu tidak boleh kemana-mana, kamu harus fokus mengurusi anak-anak, yang tidak kusukai adalah pria itu bukan dirimu!""Kau pikir hidup semua orang berada dalam genggamanmu? Kau pikir kau bisa mengatur kami sesuka hatimu? Aku memberimu ruang dan kelembutan bukan berarti aku masih menyukaimu!""Tapi setidaknya aku tahu bahwa kau punya sisa rasa dan nilai," jawabnya."Pergilah Hamdan, kau memang tidak punya cara lain untuk menyakitiku kecuali mengungkit masalah harta dan pemberianmu! Aku benar-benar muak." Kulangkahkan kaki untuk kembali ke dalam, sambil melepas sapu begitu saja dengan kesal."Aisyah tunggu, apa
"Oh, be-begitu ya... silakan masuk, Mbak. Mari, senang menyambut Mbak di rumah saya," jawabku dengan gugup. Aku tidak punya pilihan kosa kata yang lain selain itu, pikiranku langsung blank melihat wanita cantik dengan softlens abu-abu tersebut."Terima kasih, saya tidak membayangkan penyambutan baik sebelumnya, tapi, ternyata Mbak Aisyah sangat ramah," jawabnya sambil melenggang melewatiku dengan anggun."Iya, Mbak, saya pun senang didatangi mantan istri suamiku, artinya kita bisa menjalin pertemanan dan hubungan baik."Anggota keluarga yang penasaran dengan siapa yang datang, kini ikut keluar ke ruang tamu untuk menyaksikan apa yang terjadi, nyaris semua orang ternganga dengan kemolekan wanita bernama Elsa ini, kebungkaman dan wajah penuh tanda tanya semua orang membuatku makin tak nyaman."Siapa itu?" tanya Ibu."Mbak Elsa, namanya Icha," balasku pada ibuku."Oh, mari silakan," ujar ibu dengan senyum ramah, wanita itu bangkit dan menyalami orang tuaku."Saya dengar Mas Irsyad menika
Usai menyaksikan kepergian wanita itu, suamiku kemudian menghela napas dan merangkul pundakku. Tanpa kata kata aku sudah paham bahwa dia ingin menularkan kekuatan dan kepercayaan diri bahwa untuk saat ini aku adalah orang yang sangat dia cintai dan dia tidak akan goyah pada godaan atau hinaan orang."Ayo masuk, aku ingin mandi dan bersiap untuk salat magrib," ajaknya lembut."Iya, Mas. Kalau begitu mandilah, saya akan ganti baju dan pergi menyiapkan makan malam."Ada beberapa anggota keluarga lagi yang rencananya akan kembali besok pagi, mereka adalah kerabat terakhir yang masih berada di rumah. Jadi jika besok Mereka sudah pergi yang tertinggal hanya aku Mas Irsyad dan anak-anak.**Usai salat berdua dengan suami, kami berdoa meninggikan tangan dan harapan semoga Tuhan memberikan apa yang terbaik untuk kami. Kudekatkan diri padanya, lalu kucium tangannya dengan hormat dan dia pun mengecup keningku dengan penuh kasih."Aku harap kita bisa merajut tali pernikahan ini hingga akhir nanti