"apa?""Aku tidak sudi jika pria yang sudah merebutmu dariku tinggal di istana yang kubangun untuk keluarga kita, suruh dia pergi dari sini atau aku akan menghajarnya!""Kau gila atau kenapa Mas?""Biarkan saja aku bilang tapi aku tidak Sudi pria itu menikmati rumah ini!""Baiklah, kami akan pindah, seperti yang kau inginkan, oke?" ucapku sambil menangkupkan kedua belah tangan."Kamu tidak boleh kemana-mana, kamu harus fokus mengurusi anak-anak, yang tidak kusukai adalah pria itu bukan dirimu!""Kau pikir hidup semua orang berada dalam genggamanmu? Kau pikir kau bisa mengatur kami sesuka hatimu? Aku memberimu ruang dan kelembutan bukan berarti aku masih menyukaimu!""Tapi setidaknya aku tahu bahwa kau punya sisa rasa dan nilai," jawabnya."Pergilah Hamdan, kau memang tidak punya cara lain untuk menyakitiku kecuali mengungkit masalah harta dan pemberianmu! Aku benar-benar muak." Kulangkahkan kaki untuk kembali ke dalam, sambil melepas sapu begitu saja dengan kesal."Aisyah tunggu, apa
"Oh, be-begitu ya... silakan masuk, Mbak. Mari, senang menyambut Mbak di rumah saya," jawabku dengan gugup. Aku tidak punya pilihan kosa kata yang lain selain itu, pikiranku langsung blank melihat wanita cantik dengan softlens abu-abu tersebut."Terima kasih, saya tidak membayangkan penyambutan baik sebelumnya, tapi, ternyata Mbak Aisyah sangat ramah," jawabnya sambil melenggang melewatiku dengan anggun."Iya, Mbak, saya pun senang didatangi mantan istri suamiku, artinya kita bisa menjalin pertemanan dan hubungan baik."Anggota keluarga yang penasaran dengan siapa yang datang, kini ikut keluar ke ruang tamu untuk menyaksikan apa yang terjadi, nyaris semua orang ternganga dengan kemolekan wanita bernama Elsa ini, kebungkaman dan wajah penuh tanda tanya semua orang membuatku makin tak nyaman."Siapa itu?" tanya Ibu."Mbak Elsa, namanya Icha," balasku pada ibuku."Oh, mari silakan," ujar ibu dengan senyum ramah, wanita itu bangkit dan menyalami orang tuaku."Saya dengar Mas Irsyad menika
Usai menyaksikan kepergian wanita itu, suamiku kemudian menghela napas dan merangkul pundakku. Tanpa kata kata aku sudah paham bahwa dia ingin menularkan kekuatan dan kepercayaan diri bahwa untuk saat ini aku adalah orang yang sangat dia cintai dan dia tidak akan goyah pada godaan atau hinaan orang."Ayo masuk, aku ingin mandi dan bersiap untuk salat magrib," ajaknya lembut."Iya, Mas. Kalau begitu mandilah, saya akan ganti baju dan pergi menyiapkan makan malam."Ada beberapa anggota keluarga lagi yang rencananya akan kembali besok pagi, mereka adalah kerabat terakhir yang masih berada di rumah. Jadi jika besok Mereka sudah pergi yang tertinggal hanya aku Mas Irsyad dan anak-anak.**Usai salat berdua dengan suami, kami berdoa meninggikan tangan dan harapan semoga Tuhan memberikan apa yang terbaik untuk kami. Kudekatkan diri padanya, lalu kucium tangannya dengan hormat dan dia pun mengecup keningku dengan penuh kasih."Aku harap kita bisa merajut tali pernikahan ini hingga akhir nanti
Keesokan hari, sekitar pukul tujuh malam, usai suamiku kembali dari pekerjaannya di kota. Kami salat magrib berjamaah dan menikmati makan malam."Mari kita ke rumah Hamdan," ucapnya ketika aku membereskan piring ke wastafel. Dia pun ikut membantu ku mengangkut piring-piring itu ke tempat cuci piring dan membersihkan meja."Ngapain?""Membicarakan harta harta yang dia inginkan," balas suamiku pelan, tapi nadanya tegas."Lagi dia tidak membahasnya kurasa aku pun tidak perlu ikut membahasnya.""Tapi pria itu bisa mengungkit kapanpun dan membuat ketenangan kita terusikkan. Lebih baik kita selesaikan dari awal sehingga tidak ada lagi peluang untuk menuntut, sehingga aku dan kamu pun bahagia dengan cita-cita dan program hidup kita.""Mas Hamdan tentu akan merasa bahwa kamu yang menghasut diri ini untuk berbagi atau menuntut harta gono gini.""Terserah apa penilaiannya, aku tak peduli, yang penting kita bisa menyelesaikan semua itu dengan cepat.""Baiklah Mas jika itu maumu," balasku.Usai
"Jangan datang kemari hanya untuk memamerkan kekayaanmu, aku tahu aku bukanlah laki-laki yang suksestapi aku masih punya harga diri!" Mas Hamdan menghentak suamiku sembari menggebrak meja dengan kepalan tangannya."Mohon maaf sebelumnya, aku tidak pamer, jangan pasang mindset bahwa aku datang ke sini ingin menunjukkan kehebatan. Aku sedang mengembalikan kata kata yang kau ucapkan, jika kau ingin usir anak istrimu, maka aku siap menampung mereka beserta kebutuhannya.""Halah, gayamu! Kau pasti punya modus tersembunyi pada mantan istriku, bukankah dulunya dia adalah investormu?""Betul, tapi sudah kukembalikan apa yang kupinjam.""Kami punya rumah megah dengan dekorasi mewah, kami punya lahan dan sawah luas yang aliran airnya selalu ada dan menguntungkan," kau pasti inginkan itu, Irsyad. Ternyata kau pandai sekali mencuri hati Aisyah! Katakan padaku, bagaimana caranya," kata Mas Hamdan dengan sinis."Hanya kuberikan ketulusan dan rasa hormat, aku tidak pernah merayu Aisyah dengan barang
"mengapa dia marah, Mas?""Seperti yang kamu dengar," jawab suamiku menghela napasnya."Aku tidak mendengar dengan jelas," balasku bersandiwara."Dia minta uang jajan untuk Icha, aku pun lupa mengirimnya kemarin," jawab Mas Irsyad sembari merebahkan badan."Kemarin bukannya dia datang, kenapa tidak langsung mengingatkan? apakah dia marah karena sikap kita waktu itu?""Tidak tahu, tapi aku akan segera mengirimkan uangnya," jawab Mas Irsyad."Berapa buang jajan Icha.""Sejuta seminggu."Ah, lumayan besar juga rupanya, tapi insya Allah kami masih bisa menanganinya. Mas Irsyad juga punya lestoran dan akupun juga punya tabungan jadi kita bisa saling meringankan tentang uang belanja anak-anak."Aku akan dengan senang hati membantumu jika kau kesulitan Mas," ujarku dengan tulus."Tidak, aku masih bisa menanganinya, Aish.""Jangan sungkan padaku, jika kamu merasa kesulitan, tolong ungkapkan saja.""Insya Allah, sekarang mari beristirahat," balas suamiku sambil mengecup kening ini.Tak terasa
Hari itu aku ke kota menyusul suami yang sibuk mengurusi beberapa cabang restorannya. Sebagai pengusaha, dia merasa berkewajiban melihat perkembangan dan memeriksa kinerja karyawannya sehingga jadwal kepulangannya menjadi tertunda.Setelah menunggu anak anak kembali dari sekolahnya, kami bertiga segera meluncur ke kota yang berjarak dua jam dari tempat tinggal kami. Sudah kusiapkan makanan kesukaan Mas Irsyad, rencananya sampai di sana kami akan langsung membongkar rantang dan menikmati sate lilit serta sup kikil buatanku.Kutelpon Mas Irsyad, tak lama dia menjawab dan menyapa "Assalamualaikum, Mas.""Walaikum salam, Bund.""Mas ada di mana, kita lagi on the way ke sana," ucapku senang."Wah, sungguhkah, aku senang sekali, Bund. Segeralah datang, aku ada di cabang Sudirman," balasnya. Itu adalah cabang utama restoran Mas Irsyad yang cukup ramai pembeli dan langganan."Baik, Mas, sekitar sepuluh menit lagi sampai," ujarku ketika baru saja sampai di gerbang timur kota. Setelah mampir
Sepulang suamiku dari restorannya, kami semua segera bersiap siap untuk pergi menghabiskan waktu dan bergembira ke taman hiburan. Anak anak antusias dan senang sekali karena untuk pertama kalinya kami akan pergi ke wahana permainan terbesar di kota ini."Aku hanya dengar kabar dan lihat gambarnya di hp, jadi aku ingin main ke sana sesekali Om," ujar Raihan."Zahra pun ingin memainkan banyak permainan dan beli pernak pernik," balas Zahra."Tapi, kurang lengkap kalau tidak ajak Icha," ujar Raihan."Bagaimana kalau dijemput saja Mas," usulku."Uhm, aku akan bicara pada ibunya agar dia menyiapkan Icha," jawab Mas Irsyad dengan senyum lebarnya."Kira kira diizinkan gak?""Ya pasti dong, selama ini juga begitu," jawab suamiku sambil menekan ponselnya.Ketika benda itu dijawab dari seberang sana, Mas Irsyad agak menjauhi kami untuk bicara."Assalamualaikum Elsa," sapanya."Walaikum salam, ada apa?""Aku ingin mengajak Icha ke taman hiburan, tolong siapkan dia," suruh suamiku dengan lembut