All Chapters of Bus Penyelamat: Chapter 61 - Chapter 70

100 Chapters

Part 61 : Jadi Abu

Suara tabuh mulai didendangkan. Kemenyang mulai dibakar. Aromanya yang khas tercium kemana-mana, menyebar terbawa angin malam. Nenek tua itu mengangkat kedua tangannya tinggi ke langit. Dia mulai membacakan syair-syair pembuka acara ritual di malam itu dengan begitu khusyuk.“Ooooo ninek kamai nga kramak... Dnga lah anok cucuh kayo nyerau. Kinai dahoh batino lah tekapak daleuh dule... Kayo nga kramak, ninek kamai.. Klualah kayo, bule lah tinggai, lum nyo ilaa, trimo lah nga kamai bagih inih. Suburkanlah penanau kamai, lbek-lbeklah penanau kamai...”Orang-orang terlihat begitu khusyuk melantumkan mantra-mantra sakti di dalam bahasa mereka yang aneh tersebut. Suara mereka semua terdengar begitu kompak dan juga seirama. Di sisi lain, Tanjo mengepalkan tinjunya di belakang tali pengikat. Ia berusaha keras untuk melepaskan tali ikatan tersebut dari tangannya.Satu, dua, tiga. Ia berhasil melepaskan ikatan tali yang mengikat tangannya di belakang. Tanpa menunggu lama, Tanjo segera berlari m
Read more

Part 62 : Batu Besar

Hanya beberapa menit kemudian, gerombolan para pemuja setan itu pun mulai terlihat. Mereka berlari menerobos malam dengan api obor mereka yang berederet panjang ke belakang. Tak bisa dihitung entah berapa banyak jumlah mereka pada saat itu. Mungkin ratusan orang. Mereka berlari membawa anjing-anjing pelacak mereka yang ganas. Setelah cukup jauh berlari meninggalkan desa yang terkutuk itu, tiba-tiba saja Ani roboh ke tanah. Sepertinya luka yang ada di perut dan punggungnya itu sangat parah, sehingga membuatnya tidak berdaya lagi untuk melarikan diri. Dia terjatuh di tengah jalan. Namun Dewi dan Buk Aida Istri Pak Wawan tidak mengetahuinya. Mereka terus berlari di dalam gelap untuk menyelamatkan diri mereka. Pak Jumri dan semua anak buahnya itu terus mengejar mereka dari belakang. Mereka melewati kebun jagung itu tanpa mengetahui Pak Wawan sedang meringkup di balik parit dalam kondisi tubuh yang penuh luka. Anjing-anjing mereka yang ganas terus menggonggong dengan suara mereka yang beg
Read more

Part 63 : Makhluk Kecil

Pria misterius itu perlahan-lahan melangkahkan kakinya untuk mencari jejak Sindi yang tiba-tiba saja lenyap entah ke mana. Ia menyorotkan cahaya senternya itu ke segala arah untuk memeriksa tempat itu, namun ia tetap tidak menemukannya. Akan tetapi ia tidak menyerah, pria misterius itu masih bertahan di tempat itu untuk menunggu mangsanya keluar dari tempat persembunyian.Malam masih tetap sesunyi sebelumnya. Yang terdengar hanyalah suara angin malam yang bercampur dengan para jengkerik. Kabut malam semakin tebal menyelimuti malam. Sindi meringkup di balik rerumputan sambil terus mengintip pria itu yang menunggunya di tengah jalan.Pria itu cukup tinggi dan badannya tampak begitu kekar. Ia mengenakkan penutup wajah, sehingga membuat Sindi tidak bisa melihatnya dengan jelas. Siapakah pria itu? Apakah itu adalah sopir truk yang beberapa hari yang lalu mengantarkan air darah pencuci daging ke rumah Pak Jumri dan Pak Dunto? Tidak, pria itu tidak berpostur kekar seperti itu. Lalu siapakah
Read more

Part 64 : Kesalahan

Buk Aida dan Dewi bersembunyi lereng bukit. Mereka mengintip Pak Jumri dan anak buahnya yang berkeliaran di bawah sana. Cahaya senter mereka tampak berulang kali menyorot ke arah mereka, namun tidak ada satu pun dari mereka yang melihat keberadaan Buk Aida dan Dewi.“Kita harus berhenti di sini, tunggu sampai mereka semua pergi—barulah kita turun ke bawah sana. Aku sudah tidak sanggup lagi berlari lebih jauh, luka di dadaku ini terus mengeluarkan darah, aku sudah tidak kuat lagi..” Dewi mendudukkan dirinya di tanah. Ia tampak begitu lelah dan telah kehilangan banyak darah. Dewi butuh istrirahat sejenak untuk mengumpulkan segenap tenanganya yang masih tersisa.Sejak dari pagi tadi, mereka belum sempat mengganjal perut walau hanya sesuap nasi. Hari itu benar-benar terasa melelahkan. Mereka terus berlari dikejar oleh para warga desa yang begitu menakutkan. Sepertinya otak mereka semua telah dicuci oleh Pak Karay dan teman-temannya, merekalah yang sebenarnya dalang dari semua ini.“Baikl
Read more

Part 65 : Terdesak

Pak Jumri dan anak buahnya tampak masih berkerumun di bawah sana. Dari tadi cahaya senter mereka terlihat sibuk menerawang ke atas bukit tempat di mana Buk Aida dan Dewi berada. Obor mereka juga tampak menyala terang menerangi malam. Dari atas sana, Buk Aida dan Dewi dapat melihat mereka semua dengan jelas.Kondisi Buk Aida dan Dewi mulai terdesak, mereka tidak tahu harus pergi kemana untuk bersembunyi menghindari gerombolan para pria jahat tersebut. Jika mereka terus bergerak maju turun ke bawah sana, maka sudah pasti mereka akan dicegat oleh gerombolan Pak Jumri dan anak buahnya. Namun jika mereka mundur ke belakang, maka anak buah Pak Jumri yang lain sudah banyak yang mulai berdatangan mendekat ke tempat mereka. Mereka berdua terkurung di tengah-tengah gerombolan itu, di sebuah lereng bukit yang menurun ke bawah sana.“Berhenti! Jangan ke sana! Nanti mereka semua akan melihat kita..” Buk Aida menarik lengan tangan Dewi dari belakang. “Ssstt... Jangan ada yang bersuara..” Buk Aida m
Read more

Part 66 : Pisau Kecil

Sindi masih terpaku di tempat itu tanpa beranjak sedikit pun. Tidak ada yang dapat ia lihat selain daripada kegelapan malam yang hitam. Di mana pria itu? Mengapa aku tidak melihatnya lagi? Apakah dia sudah pergi dari tempat itu? Ataukah mataku ini masih terlalu silau untuk melihatnya? Sindi menunggu dalam posisi yang sama sembari memasang telinganya. Waspada. Hanya beberapa detik setelah cahaya senter itu padam, ketika Sindi sibuk menyalakan matanya untuk melihat, tiba-tiba sebuah tangan datang menarik rambutnya dengan begitu kasar. Tangan itu menarik Sindi dengan sekuat tenaga tanpa belas kasih sedikitpun. “Aaaaakkkhhhh....” Sindi menjerit kesakitan. Tubuhnya terseret ke dalam rerumputan yang tumbuh di sekitar sana. Pria itu membawanya keluar dari tempat itu ke jalan setapak yang dipenuhi bebatuan kasar. Sindi tidak mau membiarkan dirinya diseret begitu saja oleh pria tersebut, dia berusaha memberontak dan meraih semua rerumputan yang ada di sekitar sana untuk menahan tarikan tangan
Read more

Part 67 : Terlambat

Buk Aida merangkak terlalu cepat, sehingga beliau tidak sadar bahwa medan jalan yang ada di depan sana itu kini berujung dengan sebuah tebing kecil yang setinggi hampir dua meter. “Akhhh..” Suara Buk Aida reflek menjerit. Tubuhnya jatuh dari atas tebing kecil itu. Mendengar suara tersebut, para pria yang kejam itu pun langsung berlari menerobos masuk ke dalam rerumputan yang ada di depan sana.Dewi tidak mau menunggu lebih lama, ia juga ikut melompat ke bawah sana mengejar Buk Aida yang kini sedang berlari kencang menerobos padang rumput liar itu. Mereka berdua terguling-guling, jatuh dan bangun lagi untuk menghindari kejaran para pemuja setan tersebut.“ITU MEREKA.. CEPAT! TANGKAP MEREKA!” Teriak salah satu teman Darjan saat melihat punggung Dewi yang berada dalam jarak belasan meter di depannya. Ia lantas mengejar mereka ke bawah sana diikuti oleh teman-temannya yang lain.Buk Aida dan Dewi terus berlari melewati padang belukar liar itu dengan penuh perjuangan. Entah sudah berapa ka
Read more

Part 68 : Ruangan Pustaka

Pria itu masih berdiri di belakang sana sembari menyorotkan cahaya senternya yang menyilaukan itu ke wajah Sindi. Sementara itu Sindi terpojok di dasar sungai dalam kondisi tubuh yang penuh luka. Apa yang harus dia lakukan? Berlari? Tidak mungkin, kaki kirinya itu telah patah. Selang beberapa detik kemudian, pria misterius yang bertubuh kekar itu mulai melangkah perlahan-lahan menghampirinya. Sindi masih berusaha untuk mendorong tubuhnya yang lemah itu ke belakang, akan tetapi punggungnya malah terpojok ke tebing sungai. Tidak ada lagi jalan untuk pergi. “Mengapa wajahmu tampak begitu menyedihkan? Apakah kau takut mati? Tenang, jangan takut. Kau akan mati dengan cara terhormat. Tanaman dan buah-buahan di desa kami akan subur kembali seperti dulu atas pengorbanan jiwa kalian semua.” Pria itu kini berdiri tepat di tepi anak sungai tersebut. Menatapnya dengan wajah yang setengah tertutup. “Mengapa harus kami? Dan mengapa tidak wanita-wanita dari desa kalian saja? Kami tidak bersalah. T
Read more

Part 69 : Bau Kemenyang

Sindi yang penasaran itu segera berjalan ke arah dua pintu tersebut untuk mencari jawaban atas pertanyaannya itu. Tidak butuh waktu lama, ia kini sedang berdiri di depan pintu toilet yang terbuka tersebut, dan kemudian melongakkan kepalanya ke dalam sana. Aneh sekali, ternyata ia tidak menemukan sesiapun di toilet tersebut. Yang ada hanyalah air keran yang menyala, dan telah melimpah keluar memenuhi kolam kecil penampung air. Barangkali orang yang terakhir kali masuk ke dalam sana lupa mematikan kerannya. Tanpa pikir panjang Sindi pun langsung masuk kesana untuk mematikan keran air tersebut.Saat itu, tiba-tiba di luar sana ia mendengar ada bunyi sesuatu yang jatuh menimpa lantai. Sindi kaget. Sepertinya itu adalah suara salah satu buku yang jatuh. Akan tetapi yang menjadi pertanyaanya ialah, siapakah yang menjatuhkan buku-buku tersebut? Bukankah hampir semua orang sudah pulang dari kampus? Sindi keheranan di dalam toilet. Ia segera keluar dari tempat itu untuk melihatnya.Ruangan pus
Read more

Part 70 : Sumber Masalah

Terlihat seorang pria hitam dengan rambut keritingnya sedang melotot menatap wajahnya dari meja pustaka. Pria itu adalah Pak Darkis. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja pria itu sudah berada di sana bagai hantu. Sejak kapan pria itu berada di sana? Padahal tadi ia baru saja melihat tempat itu kosong? Sindi kaget dan juga heran.“Tidak.. Tidak ada apa-apa, pak. Saya sedang mencari buku ini, dan saya telah menemukannya.” Sindi berusaha untuk tidak terlihat aneh. Dia bersikap dengan sewajarnya.“Lantas mengapa kau membuka pintu itu? Apakah ada sesuatu yang kau lihat di dalam sana?” Pria itu bertanya seakan menaruh rasa curiga terhadap Sindi. Sindi kaget, namun beruntung ia segera buru-buru membuka mulutnya. “Tidak ada, tadi aku mendengar ada bunyi sesuatu di sana, setelah aku periksa, ternyata itu adalah tikus.” Sindi menghembuskan nafasnya setelah menjawab pertanyaan tersebut.Mendengar jawaban tersebut, pria itu pun terdiam dan kembali mengalihkan pandangannya pada sebuah buku yang
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status