Home / Pernikahan / Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku: Chapter 1 - Chapter 10

30 Chapters

1. Tingkah Dara

"Dara! Kamu apa-apaan, sih?! Ibu itu lagi sakit, kenapa kamu suruh Ibu ngasuh Nada? Ini hari libur Dara, harusnya Nada sama kamu." Mas Nasrul yang baru pulang dari gotong-royong masuk ke kamar sambil bersungut-sungut."Biasa aja kali, Mas. Aku udah capek kerja seminggu full, mumpung libur gini, ya wajarlah kalau aku me time." Dengan santai kujawab perkataan Mas Nasrul sambil memainkan benda pipih di tanganku."Wajar itu kalau kita belum punya anak, Ra. Ibu itu udah tua, beliau selama seminggu ini udah capek ngasuh Nada yang semakin aktif. Ibu ju-""Aduh! Udah deh, Mas. Nggak usah lebay gitu kenapa? Ibu yang mau, kok Mas yang sewot." Kupotong langsung ocehan Mas Nasrul sebelum melebar kemana-mana. Lebih baik aku siap-siap pergi ke arisan daripada mendengar ceramah basi Mas Nasrul.Mas Nasrul menghela napas kasar, lalu meraih handuk yang bergantung di belakang pintu. "Ya udah, siapin Mas sarapan, tadi di balai desa cuma ngemil ubi goreng," titah Mas Nasrul."Mas liat aja di dapur, Ibu u
Read more

2. Ibu Pingsan

Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku.Bab 2"Astaga! Mas, kenapa Nada kamu taruh di lantai kayak gitu? Itu kotor, jorok tau!" Kuraih tubuh Nada yang masih meraung-raung. Duh! Ingusnya kena bajuku, alamat bau semua ini. Ck!"Matamu picek, hah! Nggak liat? Ibu pingsan. Buruan telepon Sarah! Suruh ke sini." Mas Nasrul membopong tubuh Ibu memasuki kamar setelah sebelumnya menyuruhku menelepon bidan desa, Sarah."Gimana mau telepon, kan, hapeku udah jadi sampah!" Sungutku jengkel, kalau ingat benda pipihku itu sudah hancur ingin rasanya kucekik laki-laki yang dua tahun ini menjadi suamiku.Terdengar decak dari mulut Mas Nasrul. "Pakai hape Mas." Dilemparnya ponsel dengan tiba-tiba, untung tanganku lihai menangkapnya.Kuutak-atik ponsel ketinggalan zaman milik Mas Nasrul, setelah selesai kukembalikan padanya yang sedang memijit tubuh Ibu. Duh! Pakai pingsan segala lagi, aku bisa telat ke arisan kalau begini. Kulirik jam tangan pink di pergelanganku. Tuh, kan! Udah telat 10 menit. Ck!"Telepon Mbak
Read more

3. Ibu Sembuh, Bisa Ngasuh Lagi

Air mataku terus mengalir dengan derasnya, bayangan Mas Nasrul tengah merangkul Sarah kian menambah sesak di dadaku. Meski Mas Nasrul suka marah-marah, tak bisa dipungkiri kalau aku sangat mencintainya. Mas Nasrul itu cinta pertama dan akan menjadi cinta terakhir bagiku. Bantu doa ya, kawan. Aamiin … Nah, gitu!"Dara, buka pintunya, Sayang. Dengarkan penjelasan Mas dulu," pinta Mas Nasrul sambil terus mengetok pintu kamar kami.Aku masih bergeming. Sakit hatiku, Mas. Ibu juga, kenapa malah mendiamkan kelakuan mereka. Apa diam-diam Ibu justru menyukai Sarah? Karena kalau kuperhatikan, Ibu cukup dekat dengannya. Apa-apa selalu minta tolong Sarah."Dara kenapa, Rul?" Terdengar suara Mbak Nira mendekat."Salah paham, Mbak. Pas Dara masuk ke kamar Ibu tadi, dia melihatku sedang merangkul Sarah—" "Pantes aja Dara marah, Mbak juga bakal marah kalau gitu kondisinya." Mbak Nira memotong penjelasan adiknya dengan nada gregetan."Denger dulu, Mbak. Tadi itu Sarah ingin memberikan minum pada Ib
Read more

4. Sarah Ternyata ...

Aku yang tengah memacu motor dengan kecepatan cukup tinggi, mau tidak mau menarik pedal rem secara penuh ketika sebuah mobil menghantam keras seekor kambing yang tiba-tiba melintas di sampingku. Hal itu tentu membuat motor yang kukendarai berhenti secara tiba-tiba, ban motor bagian belakang bergesekan dengan bebatuan hingga menghasilkan debu dan kerikil yang beterbangan. Karena kaget, keseimbanganku menjadi oleng, akhirnya aku jatuh bersamaan dengan motor. Lalu, semuanya gelap."Dara. Sayang, bangun." Samar kudengar suara Mas Nasrul memanggilku dengan cemas, menepuk-nepuk pelan pipi kananku.Perlahan kubuka kedua mataku, menyipit silau akan sinar yang masuk dari jendela."Mas ….""Alhamdulillah … Kamu udah siuman, Sayang. Ada yang sakit? Pusing?" Mas Nasrul membelai rambutku dengan sayang, lalu mengecup keningku."Nggak ada, Mas. Tadi aku kaget, terus lemes. Ini kita di mana?" Kupandangi sekeliling ruangan tempatku berada, bukan di kantor pun di kamar kami."Di praktik bidan Sarah. Ta
Read more

5. Benjolan di Kening Nada

Tangis Nada melengking kesakitan. Sebuah benjolan sebesar kelereng menghiasi keningnya. Sarah yang sedang menggendongnya terus menimang-nimang agar tenang. Cewek gesrek! Kenapa pula sudah ada di sini, bukannya tadi masih di rumahnya?Kuambil Nada dengan emosi yang kian bercokol di hati. Sudahlah anakku kesakitan, ada Sara pula. Apes!"Nada kenapa?" tanyaku ketus. Kukusuk benjolan Nada dengan rambutku, konon hal itu dapat menenangkan sang anak."Em … Itu, Mbak, tadi Nada mau aku ajak beli jajan di warung seberang. Tiba-tiba ada motor lewat cukup ngebut, lalu Nada menangis. Mungkin ada kerikil yang terpelanting mengenai keningnya ini." Sarah menjelaskan dengan tak enak."Kenapa pula kamu ajak Nada jajan? Apa Ibu nggak pernah kasih tau kamu kalau aku nggak mau anakku jajan sembarangan? Lain kali jangan sotoy sama anak orang." Kutinggalkan dia yang seketika mematung mendengar ocehanku."Ibu, liat! Ini kenapa aku cuma mau Ibu yang ngasuh Nada. Orang lain nggak setelaten Ibu, mereka cuma m
Read more

6a. Pertengkaran

"Kenapa, Mbak?" tanyaku melihat Mbak Nira menangis semakin kencang."Huaaa … hiks hiks …" Semakin deras air yang ke luar dari kedua mata beloknya."Istighfar, Nduk. Kenapa?" Ibu mengelus pundak anak sulungnya."Iya, Mbak, ada apa? Coba yang tenang dulu biar bisa cerita. Ra, ambil minum buat Mbak." Mas Nasrul menitahku sambil menggendong Nada.Aku melirik Ibu. Kenapa tak Ibu saja, sih? Anak wedhoknya, lho, ini yang nangis-nangis. Aku masih kekenyangan, susah bergerak. Huh!Dengan malas aku beranjak ke dapur, menuang air putih ke dalam gelas souvenir pernikahan yang kuperoleh dua minggu lalu."Minum dulu, Mbak." Kusodorkan gelas air pada Mbak Nira.Glek! Glek! Glek! Mbak Nira menenggak minumnya hingga habis.Ini orang nangis karena kehausan atau apa? Segitunya. Aku meraih gelas yang telah kosong dan membawanya kembali ke dapur. Kulirik wastafel, sudah menumpuk piring kotor. Huh!"Sudah tenang? Sekarang cerita, kamu kenapa?" tanya Ibu setelah melihat Mbak Nira tak lagi menangis kejer."
Read more

6b. Pertengkaran

"Tanpa mempertimbangkan perasaanku? Sebenarnya aku dianggap apa di keluarga ini? Mbak pasti sadar, kan, kalau kedekatan Sarah dan Ibu itu melebihi kedekatan denganku? Mbak juga. Menantu di rumah ini, tuh, siapa, sih?""Ra, kamu ngomong apa? Kenapa pembahasannya jadi ngelantur kemana-mana?" Mas Nasrul muncul setelah selesai menunaikan sholat dzuhur."Fakta, Mas. Semakin ke sini aku semakin sadar, Ibu dan Mbak Nira memilih lebih dekat dengan Sarah daripada denganku. Padahal apa kurangnya aku?" Ya, apa kurangnya aku? Aku sudah berusaha untuk menyayangi keluarga ini. Di saat banyak menantu di luar sana menjepit dompetnya dengan erat agar uang suaminya tak mengucur ke keluarga mertua, aku dengan royal mencukupi kebutuhan rumah ini dengan uang dari Mas Nasrul. Belanja bulananku selalu melimpah, mulai dari kebutuhan makan, kesehatan, peralatan cuci dan mandi, keperluan pribadi Ibu, semuanya. Yang jarang kulakukan hanyalah mengurus rumah dan Nada. Tapi alasannya cukup jelas, aku kerja, waktu
Read more

6c. Pertengkaran

Mbak Nira mematung, air matanya mengalir perlahan, lalu terisak. Ibu menatap padaku dengan raut entah, mungkin kecewa atau apa. Dipeluknya sang anak sambil mengelus pundaknya pelan.Brak!Mas Nasrul meninju sisi lemari Tv dengan keras hingga membuat Nada terperanjat dan membenamkan kepalanya di dadaku. Rahangnya mengeras sampai urat besar di pelipisnya terlihat jelas. Dada itu naik turum dengan cepat, pun hidungnya yang kembang-kempis.Mas Nasrul memejamkan mata. Kedua tangannya terkepal kuat hingga urat tangan pun berlomba ke memperlihatkan diri."Dara, selama ini Mas nggak pernah ikut campur bukan karena takut, tapi Mas ingin kamu belajar menyesuaikan diri dengan bertahap. Mas diam juga bukan nggak tahu apa-apa. Belajarlah untuk dewasa, nggak semua yang terjadi harus sesuai dengan keinginanmu." Mas Nasrul mengalihkan tatapan tajamnya padaku. Suara laki-laki yang dulu tak kenal lelah mengejar cintaku itu terdengar menggeram.Dia sedang marah, tapi berusaha untuk tidak lepas kendali.
Read more

7a. Hamil

Suara terakhir yang kudengar adalah teriakan Ibu memanggil Mas Nasrul. Selanjutnya aku tak tahu apa-apa. Aku sadar, tapi mataku terpejam, tidak tahu apa yang terjadi. Fokusku ada pada kepalaku yang terasa berputar dan perutku yang terasa bak diaduk-aduk."Astaghfirullah … astaghfirullah …."Hanya kalimat itu yang ke luar dari bibirku. Terus kupanjatkan doa pada Allah. Aku belum mau mati. Aku tidak mau Sarah bersorak karena akan mendapatkan Mas Nasrul kembali.Pelan-pelan denyutan di kepalaku memudar. Hanya perutku saja yang masih terasa tak nyaman. Kucoba membuka mata, Alhamdulillah penglihatanku sudah kembali normal."Gimana, Ra. Apa yang kamu rasain sekarang?" tanya Mas Nasrul."Perutku nggak nyaman, Mas. Tadi kepalaku sangat pusing, penglihatan berputar, perutku mual rasa diaduk-aduk.""Ini, kamu minum susu sterilnya. Mungkin gara-gara kamu makan bakso kuah cabe dalam kondisi perut kosong."Mas Nasrul mengulurkan sekaleng susu steril padaku, susu sapi bergambar beruang tapi iklanny
Read more

7b. Hamil

"Wa'alaikumsalam, Mas. Ganggu?" Sarah. Itu suara Sarah. Ngapain lagi itu cewek gesrek telepon suamiku."Ada apa, Rah?" tanya Mas Nasrul, melirikku."Gimana Nada? Masih rewel nggak sama benjolnya?" tanyanya sok care."Udah nggak, Alhamdulillah. Mas mau antar Dara ke puskesmas, udah dulu, ya." "Kenapa Dara? Bawa ke sini aja, Mas. Biar aku yang periksa," sahutnya.Idiiih, ogah! Bilang saja mau cari kesempatan dalam kesempitan. Lagian, apa itu tadi? Dia memanggilku dengan Dara saja? Kalau di depan Ibu, manggilnya, Mbak. Sama Mas Nasrul manggil nama saja. Iya, sih, memang lebih tua dia, tapi yang konsisten kalau manggil orang. Kalau gini, kan, kesannya carmuk."Makasih, Rah. Tapi kami mau ke puskesmas, kebetulan juga mau mampir ke rumah mertua. Udah, ya. Assalamu'alaikum …."Tuut! Mas Nasrul memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari Sarah.Kapok! Mukanya hilang kali tu orang, carmuk terus!"Emang kita kapan mau ke puskesmas? Trus beneran mau ke rumah Mama?" tanyaku pada Ma
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status