Home / Pernikahan / Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku: Chapter 11 - Chapter 20

30 Chapters

7c. Hamil

Benda yang ditempelkan ke dadaku terasa dingin. Denga telaten, dokter muda itu memeriksaku."Selesai. Tanggal berapa Ibu terakhir menstruasi?" Dokter Yogi melepas stetoskop dari telinganya dan berjalan lebih dulu menuju meja konsultasi.Masih dibantu Mas Nasrul, aku turun dari ranjang dan merapikan pakaian."Hmm … saya lupa, Dok. Karena semenjak melahirkan, menstruasi saya tidak teratur. Kadang maju, kadang mundur, durasinya juga lebih lama dari biasanya. Bulan ini, sepertinya memang belum menstruasi." Aku menjelaskan riwayat haidku setelah kembali duduk di kursi seberang Dokter Yogi."Pakai kontrasepsi?" tanyanya lagi."Pakai, Dok. IUD," jawabku."Ini ada dua kemungkinan. Pertama Ibu Hamil, kedua efek kontrasepsi yang Ibu pakai. Karena di sini belum ada spesialis kandungan, Ibu bisa pakai tespack untuk memastikan." Dokter Yogi mempersilakan aku untuk mengikuti perawat yang membantunya."Baik, Dok." Aku mengik
Read more

8a. PoV Nasrul

"Kapan kamu melamar Sarah, Rul? Dia sudah sering main ke rumah, ndak elok dilihat tetangga." Sore itu Ibu sedang memarut kelapa guna membuat gulai nangka muda, untuk pertama kalinya Ibu menanyakan tentang kelanjutan hubunganku dengan Sarah.Sarah. Gadis berprofesi sebagai bidan dan berkulit coklat yang menjadi menantu idaman Ibu. Menurut beliau tidak ada yang yang perlu diragukan dari Sarah. Dia gadis santun, ramah, juga memiliki masa depan yang cerah. Bukan aku tidak mencintainya, aku cinta. Akan tetapi ada hal yang membuat aku kurang suka darinya, dia mempunyai sifat suka mengatur. Lima tahun berpacaran dengannya, masih belum berubah. Sering hubungan kami dilanda putus nyambung karena sifatnya itu. Dan Ibu tidak pernah mengetahuinya.Bersamanya aku tidak bisa menjadi diri sendiri. Aku tidak boleh nongkrong bersama pemuda desa lain dengan alasan tidak pantas, tidak boleh beramah tamah dengan teman wanita. Saat jalan dengannya harus selalu ikuti semua keinginannya, mulai dari pakaia
Read more

8b. PoV Nasrul

"Bu, jodoh tidak akan ke mana. Sejauh dan selama apa pun aku merantau, kalau Sarah jodohku kami pasti akan menikah." Aku membesarkan hati Ibu yang tengah dilingkupi kecemasan.Ibu terdiam sejenak. Sambil melanjutkan ulekannya Ibu berkata,"Ya sudah. Jika dirasa itu bisa memperbaiki sumber penghasilanmu, berangkatlah. Tapi ingat, besar harapan Ibu kelak kamu tetap menikah dengan Sarah.""InSyaa Allah. Jodoh, maut, rezeki, semua Allah yang mengatur, Bu. Bukan anakmu." Aku mengelus pundak Ibu, lalu meninggalkan dapur.Dua hari setelahnya, aku berangkat ke kota. Nasib baik sedang berpihak padaku, saat menelepon Awan kebetulan kantor tempat ia bekerja sedang membutuhkan seorang akuntan. Lowongan itu sesuai dengan ilmu yang aku peroleh di bangku kuliah. Alhamdulillah … Setelah menyampaikan surat pengunduran diri pada kades, aku menyiapkan segala keperluan di rantau.1,5 tahun di tanah rantau waktuku didedikasikan untuk bekerja. Disela-sela wakt
Read more

8c. PoV Nasrul

Ia mengembalikan ponselku dengan 12 digit nomor ponselnya. Dengan hati yang berbunga-bunga ,aku segera menyimpan nomornya.Dara Chubby. Begitu namanya kusimpan."Oke, Mas mau. Nanti Mas ajak juga teman-teman Mas," jawabku mantap."Siiip! Aku masuk dulu, ya. Sampai jumpa." Ia memutar tubuhnya membelakangiku, lalu perlahan menjauh memasuki gerbang rumah. Rambut hitam panjangnya yang dikuncir kuda masih terbayang hingga ia menghilang. Ah! Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama.Tiga bulan berkenalan dengan Dara, aku memantapkan hati untuk menikahinya. Tak ada proses pacaran seperti yang aku lakukan beesama Sarah, tapi dari kedekatan itu aku bisa tahu dan merasa kalau dia memiliki rasa yang sama. Sebelum mengutarakan niatku padanya, terlebih dulu aku meminta restu Ibu."Ibu keberatan, Rul. Kenapa tidak dengan Sarah saja? Jelas-jelas kita sudah kenal lama. Katamu Dara itu anak bungsu dan dari keluarga berada, kan
Read more

8d. PoV Nasrul

"Maafkan aku, Bu. Ada beberapa hal yang tidak bisa aku ceritakan pada Ibu. Ibu tetap bisa dekat dengan Sarah, tapi tak bisa menjadikan dia menantu. Bukan dia yang aku inginkan menjadi teman hidup. Aku mohon, restui Dara menjadi bagian keluarga kita ya, Bu." Aku bergerak meraih tangan Ibu, lalu menciumnya takzim.Ibu mengela napas, tangannya mengelus rambutku pelan."Menikahlah. Menikahlah dengan pilihan hatimu, Rul. Kamu yang akan menjalani, semoga semua hanya kekhawatiran Ibu saja. Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anak-anak Ibu."Aku mengongakkan kepalaku. Ibu tersenyum dengan setetes air di kedua sudut mata keriputnya."Terima kasih, Bu. Terima kasih banyak atas doa Ibu." Sekali lagi kucium tangan yang sudah membesarkanku itu dengan takzim, tangan yang telah berlelah-lelah menjagaku dalam kebaikan."Sama-sama, Rul. Semoga kamu bahagia selalu ya, Nak. Besok suruh Dara ke sini, dia harus tahu aturan yang berlaku di keluarga kit
Read more

9a. Ngidam atau Ngelunjak?

Satu minggu setelah hasil testpack dengan tanda tambah, kami berangkat memeriksakan diriku ke dokter spesialis kandungan. Jarak yang cukup jauh membuat kami harus berangkat pagi. Ya, aku kekeh tidak mau periksa dengan Sarah ketika Ibu mengusulkan, titik!Kali ini Nada kuajak, tentu saja sepaket dengan Ibu. Pulang nanti rencananya sekalian mau mampir ke rumah Mama, kebetulan Kakakku Dino sedang pulang kampung.Saat kami berangkat tadi, Mbak Nira mengantar hingga mobil dengan wajah cerah. Ada apa, ya? Bukannya saat itu dia terlihat murung mengetahui kehamilanku?"Usianya sudah 10 minggu, Bu Dara. Jaga kesehatan, jangan capek-capek, dan yang terpenting jangan stres," pesan Bu Dokter yang bernama Rini padaku. Senyumnya sangat manis."Baik, Dok," jawabku singkat."Ini saya resepkan vitamin, diminum setiap hari. Bulan depan silahkan datang lagi." Dokter Rini mengulurkan selembar resep padaku."Terima kasih, Dok. Kami permisi." 
Read more

9b. Ngidam atau Ngelunjak?

"Nggak usah, Bu. Nanti aja tunggu Mas Nasrul pulang," tolakku halus.Mas Nasrul tadi pamit ke rumah Pak Joko, orang yang menggarap kebun sawit kami."Ndak apa-apa. Nanti cucu Ibu ileran. Ayo Nada, ikut Uti jajan mie ayam. Tapi nanti ndak minta ciki-ciki, ya?" Ibu mengajak Nada berbicara, Nada hanya membalas dengan kekehannya."Mie ayam aja?" tanya Ibu mengeratkan tali gendongan."Iya, Bu. Kalau boleh sama es, sih," jawabku pelan, tepatnya takut-takut."Ndak! Ndak boleh. Es di sana ndak sehat, pakai sari manis. Nanti Ibu buatkan jus buah aja. Di kulkas masih banyak buah." Dengan cepat Ibu menjawab, kemudian meninggalkanku yang sedang bermalas-malasan."Assalamu'alaikum," ucap Mas Nasrul sambil memasuki rumah."Wa'alaikumsalam, udah pulang, Mas?" tanyaku heran, cepat sekali pulangnya."Iya, Pak Joko lagi pergi ke rumah besannya," jawab Mas Nasrul menghenyakkan pantatnya ke kasur di sampingku."S
Read more

10a. Kejadian Tak Terduga

"Mau tau jenis kelaminnya, Bu?" tanya Dokter Rini menggerak-gerakkan doppler di atas perutku yang mulai membuncit."Udah keliatan, Dok? Anak pertama saya kemarin usia kandungan segini belum keliatan." Gambar di layar menunjukkan janinku yang sedang bergerak lincah."Udah, cowok, ya." Dokter Rini tersenyum, lalu kembali menggeser doppler ke sisii perut lainnya. " Setiap kehamilan itu berbeda-beda, ada yang sampai mau melahirkan tak pernah tau jenis kelamin janinnya. Biasanya karena posisi sang janin yang mempersulit terdeteksinya jenis kelamin. Nah, ini tugu monasnya." Layar dizoom, mataku mengikuti arah telunjuk Dokter Rini."Bagus. Air ketuban oke, janin aktif, semua oke. Vitaminnya jangan lupa diminum, ya." Pemeriksaan selesai, Dokter Rini kembali ke meja kerjanya.Sekembalinya dari kontrol kami mampir ke pasar kecamatan, belanja aneka kebutuhan untuk yasinan di rumah besok malam.Di sini, setiap malam jum'at diadakan yasinan bergi
Read more

10b. Kejadian Tak Terduga

"Kalau gitu kopinya buatku aja," ucapku mengambil cangkir kopi di tangannya, kemudian beranjak menuju kasur di depan televisi yang sedang menayangkan kisah pelakor."Mbak! Tapi-""Ssst! Nggak usah ganjen! Mas Nasrul itu suamiku, kalau pun dia mau minum kopi, pasti mintanya ke aku. Jangan sok care! Dari mana kamu tau kalau Mas Nasrul masih minum kopi?" Aku menyeringai kecut menatapnya yang tergagap."Setauku dia suka kopi," jawabnya pelan menatap foto pernikahan kami yang terpasang di sisi dinding kamar bagian luar."Bahkan kamu aja nggak tau kalau Mas Nasrul sebenarnya nggak pernah suka kopi. Dia nggak suka minum manis kalau kamu mau tau, tau kenapa? Karena bersamaku hidupnya sudah manis. Jadi, berhentilah mencari cara untuk kembali dekat dengannya. Jangan menguji kesabaranku. Kau tak kenal siapa Dara sebenarnya." Kutatap kedua netranya yang menatapku tajam, semburat kemarahan berbayang di di dalam sana."Sayang, Mas bawa …  Ada apa ini?"
Read more

10c. Kejadian Tak Terduga

Permintaannya saat awal kehamilan kembali terngiang di telingaku."Gimana, Rul, Dara? Boleh, kan, Mbak mengangkat Nada jadi anak Mbak? Kamu, kan, sudah hamil lagi, bakal punya anak lagi." Mbak Nira tersenyum sumringah saat mengutarakan niatannya itu.Aku dan Mas Nasrul serentak saling memandang. Duh! Gimana bilangnya, ya? Masa iya anakku mau main ambil."Emm … Mbak, bukannya nggak boleh. Mbak, kan, rumahnya nggak deket, jadi kami bakal susah untuk ketemu Nada nantinya. Kecuali kalau Mbak tinggalnya di rumah ini, ya nggak apa-apa."Mas Nasrul angkat suara setelah lama menjadikan hening sebagai pengisi waktu."Lha! Kalau di sini namanya bukan anak angkat Mbak, dong. Berarti Mbak cuma ngasuh. Nada tetap anak kalian." Mbak Nira bersungut-sungut tak terima dengan perkataan Mas Nasrul. "Ya, gimana lagi, Mbak. Kami juga nggak bisa berpisah dari Nada. Apalagi usianya masih kecil." Mas Nasrul kembali memberi pengertian kepada s
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status