Share

8b. PoV Nasrul

Penulis: Emya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bu, jodoh tidak akan ke mana. Sejauh dan selama apa pun aku merantau, kalau Sarah jodohku kami pasti akan menikah." Aku membesarkan hati Ibu yang tengah dilingkupi kecemasan.

Ibu terdiam sejenak. Sambil melanjutkan ulekannya Ibu berkata,

"Ya sudah. Jika dirasa itu bisa memperbaiki sumber penghasilanmu, berangkatlah. Tapi ingat, besar harapan Ibu kelak kamu tetap menikah dengan Sarah."

"InSyaa Allah. Jodoh, maut, rezeki, semua Allah yang mengatur, Bu. Bukan anakmu." Aku mengelus pundak Ibu, lalu meninggalkan dapur.

Dua hari setelahnya, aku berangkat ke kota. Nasib baik sedang berpihak padaku, saat menelepon Awan kebetulan kantor tempat ia bekerja sedang membutuhkan seorang akuntan. Lowongan itu sesuai dengan ilmu yang aku peroleh di bangku kuliah. Alhamdulillah … Setelah menyampaikan surat pengunduran diri pada kades, aku menyiapkan segala keperluan di rantau.

1,5 tahun di tanah rantau waktuku didedikasikan untuk bekerja. Disela-sela wakt
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   8c. PoV Nasrul

    Ia mengembalikan ponselku dengan 12 digit nomor ponselnya. Dengan hati yang berbunga-bunga ,aku segera menyimpan nomornya.Dara Chubby. Begitu namanya kusimpan."Oke, Mas mau. Nanti Mas ajak juga teman-teman Mas," jawabku mantap."Siiip! Aku masuk dulu, ya. Sampai jumpa." Ia memutar tubuhnya membelakangiku, lalu perlahan menjauh memasuki gerbang rumah. Rambut hitam panjangnya yang dikuncir kuda masih terbayang hingga ia menghilang. Ah! Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama.Tiga bulan berkenalan dengan Dara, aku memantapkan hati untuk menikahinya. Tak ada proses pacaran seperti yang aku lakukan beesama Sarah, tapi dari kedekatan itu aku bisa tahu dan merasa kalau dia memiliki rasa yang sama. Sebelum mengutarakan niatku padanya, terlebih dulu aku meminta restu Ibu."Ibu keberatan, Rul. Kenapa tidak dengan Sarah saja? Jelas-jelas kita sudah kenal lama. Katamu Dara itu anak bungsu dan dari keluarga berada, kan

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   8d. PoV Nasrul

    "Maafkan aku, Bu. Ada beberapa hal yang tidak bisa aku ceritakan pada Ibu. Ibu tetap bisa dekat dengan Sarah, tapi tak bisa menjadikan dia menantu. Bukan dia yang aku inginkan menjadi teman hidup. Aku mohon, restui Dara menjadi bagian keluarga kita ya, Bu." Aku bergerak meraih tangan Ibu, lalu menciumnya takzim.Ibu mengela napas, tangannya mengelus rambutku pelan."Menikahlah. Menikahlah dengan pilihan hatimu, Rul. Kamu yang akan menjalani, semoga semua hanya kekhawatiran Ibu saja. Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anak-anak Ibu."Aku mengongakkan kepalaku. Ibu tersenyum dengan setetes air di kedua sudut mata keriputnya."Terima kasih, Bu. Terima kasih banyak atas doa Ibu." Sekali lagi kucium tangan yang sudah membesarkanku itu dengan takzim, tangan yang telah berlelah-lelah menjagaku dalam kebaikan."Sama-sama, Rul. Semoga kamu bahagia selalu ya, Nak. Besok suruh Dara ke sini, dia harus tahu aturan yang berlaku di keluarga kit

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   9a. Ngidam atau Ngelunjak?

    Satu minggu setelah hasil testpack dengan tanda tambah, kami berangkat memeriksakan diriku ke dokter spesialis kandungan. Jarak yang cukup jauh membuat kami harus berangkat pagi. Ya, aku kekeh tidak mau periksa dengan Sarah ketika Ibu mengusulkan, titik!Kali ini Nada kuajak, tentu saja sepaket dengan Ibu. Pulang nanti rencananya sekalian mau mampir ke rumah Mama, kebetulan Kakakku Dino sedang pulang kampung.Saat kami berangkat tadi, Mbak Nira mengantar hingga mobil dengan wajah cerah. Ada apa, ya? Bukannya saat itu dia terlihat murung mengetahui kehamilanku?"Usianya sudah 10 minggu, Bu Dara. Jaga kesehatan, jangan capek-capek, dan yang terpenting jangan stres," pesan Bu Dokter yang bernama Rini padaku. Senyumnya sangat manis."Baik, Dok," jawabku singkat."Ini saya resepkan vitamin, diminum setiap hari. Bulan depan silahkan datang lagi." Dokter Rini mengulurkan selembar resep padaku."Terima kasih, Dok. Kami permisi." 

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   9b. Ngidam atau Ngelunjak?

    "Nggak usah, Bu. Nanti aja tunggu Mas Nasrul pulang," tolakku halus.Mas Nasrul tadi pamit ke rumah Pak Joko, orang yang menggarap kebun sawit kami."Ndak apa-apa. Nanti cucu Ibu ileran. Ayo Nada, ikut Uti jajan mie ayam. Tapi nanti ndak minta ciki-ciki, ya?" Ibu mengajak Nada berbicara, Nada hanya membalas dengan kekehannya."Mie ayam aja?" tanya Ibu mengeratkan tali gendongan."Iya, Bu. Kalau boleh sama es, sih," jawabku pelan, tepatnya takut-takut."Ndak! Ndak boleh. Es di sana ndak sehat, pakai sari manis. Nanti Ibu buatkan jus buah aja. Di kulkas masih banyak buah." Dengan cepat Ibu menjawab, kemudian meninggalkanku yang sedang bermalas-malasan."Assalamu'alaikum," ucap Mas Nasrul sambil memasuki rumah."Wa'alaikumsalam, udah pulang, Mas?" tanyaku heran, cepat sekali pulangnya."Iya, Pak Joko lagi pergi ke rumah besannya," jawab Mas Nasrul menghenyakkan pantatnya ke kasur di sampingku."S

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   10a. Kejadian Tak Terduga

    "Mau tau jenis kelaminnya, Bu?" tanya Dokter Rini menggerak-gerakkan doppler di atas perutku yang mulai membuncit."Udah keliatan, Dok? Anak pertama saya kemarin usia kandungan segini belum keliatan." Gambar di layar menunjukkan janinku yang sedang bergerak lincah."Udah, cowok, ya." Dokter Rini tersenyum, lalu kembali menggeser doppler ke sisii perut lainnya. " Setiap kehamilan itu berbeda-beda, ada yang sampai mau melahirkan tak pernah tau jenis kelamin janinnya. Biasanya karena posisi sang janin yang mempersulit terdeteksinya jenis kelamin. Nah, ini tugu monasnya." Layar dizoom, mataku mengikuti arah telunjuk Dokter Rini."Bagus. Air ketuban oke, janin aktif, semua oke. Vitaminnya jangan lupa diminum, ya." Pemeriksaan selesai, Dokter Rini kembali ke meja kerjanya.Sekembalinya dari kontrol kami mampir ke pasar kecamatan, belanja aneka kebutuhan untuk yasinan di rumah besok malam.Di sini, setiap malam jum'at diadakan yasinan bergi

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   10b. Kejadian Tak Terduga

    "Kalau gitu kopinya buatku aja," ucapku mengambil cangkir kopi di tangannya, kemudian beranjak menuju kasur di depan televisi yang sedang menayangkan kisah pelakor."Mbak! Tapi-""Ssst! Nggak usah ganjen! Mas Nasrul itu suamiku, kalau pun dia mau minum kopi, pasti mintanya ke aku. Jangan sok care! Dari mana kamu tau kalau Mas Nasrul masih minum kopi?" Aku menyeringai kecut menatapnya yang tergagap."Setauku dia suka kopi," jawabnya pelan menatap foto pernikahan kami yang terpasang di sisi dinding kamar bagian luar."Bahkan kamu aja nggak tau kalau Mas Nasrul sebenarnya nggak pernah suka kopi. Dia nggak suka minum manis kalau kamu mau tau, tau kenapa? Karena bersamaku hidupnya sudah manis. Jadi, berhentilah mencari cara untuk kembali dekat dengannya. Jangan menguji kesabaranku. Kau tak kenal siapa Dara sebenarnya." Kutatap kedua netranya yang menatapku tajam, semburat kemarahan berbayang di di dalam sana."Sayang, Mas bawa …  Ada apa ini?"

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   10c. Kejadian Tak Terduga

    Permintaannya saat awal kehamilan kembali terngiang di telingaku."Gimana, Rul, Dara? Boleh, kan, Mbak mengangkat Nada jadi anak Mbak? Kamu, kan, sudah hamil lagi, bakal punya anak lagi." Mbak Nira tersenyum sumringah saat mengutarakan niatannya itu.Aku dan Mas Nasrul serentak saling memandang. Duh! Gimana bilangnya, ya? Masa iya anakku mau main ambil."Emm … Mbak, bukannya nggak boleh. Mbak, kan, rumahnya nggak deket, jadi kami bakal susah untuk ketemu Nada nantinya. Kecuali kalau Mbak tinggalnya di rumah ini, ya nggak apa-apa."Mas Nasrul angkat suara setelah lama menjadikan hening sebagai pengisi waktu."Lha! Kalau di sini namanya bukan anak angkat Mbak, dong. Berarti Mbak cuma ngasuh. Nada tetap anak kalian." Mbak Nira bersungut-sungut tak terima dengan perkataan Mas Nasrul. "Ya, gimana lagi, Mbak. Kami juga nggak bisa berpisah dari Nada. Apalagi usianya masih kecil." Mas Nasrul kembali memberi pengertian kepada s

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   11a. Prasangka

    "Mas, kayaknya ada yang sengaja mau nyelakain aku, deh," ujarku memberitahu Mas Nasrul.Setelah tragedi terjatuh di depan kamar mandi, Mas Nasrul membawaku ke kamar. Beruntung kandunganku tak bermasalah, maksudku tak sampai terjadi pendarahan atau semacamnya, hanya perut dan punggungku yang masih terasa sedikit sakit. Meski begitu aku memaksa untuk memeriksaka  diri ke Dokter Rini esok hari."Masa, sih? Jangan suudzon, ntar malah jadi fitnah," nasihat Mas Nasrul menyerahkan segelas susu padaku."Felling aku nggak mungkin salah, Mas. Yang basah di pantatku kemarin itu minyak sayur, aku belum sempet pipis. Botolnya juga ada di dekat pintu belakang." Aku kekeh dengan pendirianku."Tapi, siapa, Ra, yang tega dan sengaja lakuin itu ke kamu?" pungkas Mas Nasrul."Nggak tau, yang pasti orang itu nggak suka sama aku. Makanya harus kita selidiki sampai ketemu." Aku memukul-mukul bantar lantas mengaturnya supaya nyaman untuk digunakan bersanda

Bab terbaru

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   14c. Keputusan Terbaik

    "Nggak, Ra. Mbak jahat. Mbak benci pada diri Mbak yang tak kuat iman ini. Bisa-bisanya ingin menghilangkan nyawa anak dari adik Mbak sendiri, yang notabenenya merupakan anak Mbak juga.""Iya, iya, Mbak. Sudah, ya. Ayo duduk." Kugiring tubuhnya untuk duduk kembali di sampingku. "Aku maafkan Mbak, aku juga nggak akan bilang sama Mas Nasrul dan Ibu. Kuanggap yang kemarin hanyalah kekhilafan semata. Asal Mbak janji, nggak akan ngulangin lagi. Itu perbuatan kriminal, Mbak." Sudahlah. Tak ada gunanya juga aku mengacaukan suasana di keluarga ini. Biarlah ini menjadi rahasiaku dan Mbak Nira. Sebaiknya kuanggap semua ini sudah selesai, meski demikian waspada sudah tentu kulakukan setelah ini. Titik."Aku punya informasi buat Mbak. Aku kirim ke hape Mbak, ya." Kubuka galeri foto di ponselku, memilih foto tangkapan layar tadi siang, lantas mengirimnya pada Mbak Nira.Mbak Nira membuka ponselnya, lalu menutup mulutnya dengan sebelah tangan."Ra … te

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   14b. Keputusan Terbaik

    "Lho, udah pulang, Rul?" Ibu muncul dari pintu depan yang tralinya lupa dikunci Mas Nasrul. Nada tampak mulai terkantuk-kantuk dalam gendongannya."Iya, Bu. Dara lagi manja," ejek Mas Nasrul padaku.Ibu terkekeh, meneruskan langkahnya menuju kasur santai di depan televisi, lalu menurunkan Nada dengan sangat pelan. Akhirnya Nada benar-benar terpejam tanpa botol susu."Nira, masak sayur apa, Nduk? Ibu lapar," tanya Ibu pada Mbak Nira yang entah kapan datangnya.Sontak aku membalikkan badan, dan seketika mataku bertemu dengan matanya yang tak dapat kumengerti makna apa yang tersirat di dalamnya. Segera kubuang muka dan meminta Mas Nasrul menemaniku ke kamar mandi, kebelet buang air kecil."Nira nggak sempat masak, Bu. Nira beli ayam geprek aja."Kudengar Mbak Nira menyahuti Ibu di belakang punggungku, dengan telaten Mas Nasrul meggiringku melewat meja makan yang sudah bersih dari pecahan gelas.Seharian aku berhasil menghin

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   14a. Keputusan Terbaik

    Tok! Tok! Tok! "Ra, kamu udah bangun?" Mbak Nira memanggilku, dari suaranya terdengar panik.Aku diam. Tanganku membekap mulut dengan kuat agar nafas tersengalku tak sampai ke telinganya. Entahlah! Saat ini aku merasa hidupku seperti sudah di ujung tanduk. Aku seperti melihat akan banyak bahaya mengintaiku disetiap waktu."Ra! Dara!" Ketukan di pintu semakin kuat, pun dengan suara panggilan Mbak Nira yang nyaris mendekati teriakan.Air mengucur semakin deras dari kedua netraku. Mengalir turun melewati selah-selah jari yang masih membekap rapat bibirku, hingga terasa asin di indra pengecap.Setelah tak lagi mendengar adanya suara sosok Mbak Nira, aku memberanikan diri untuk bergerak. Sedari masuk ke kamar dan duduk bersandar pada daun pintu, aku tak berani banyak mengeluarkan suara, bahkan untuk bergeser sekalipun. Rumah yang sedang lengang membuat suara sekecil apa pun mampu ditangkap oleh telinga. Ketakutanku justru semakin menjadi

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   13b. Terungkap

    Penasaran mendatangi perasaanku dengan cepat. Keingintahuan yang sangat tinggi mendorong kakiku beranjak dari depan televisi, kusimpan remot di atas lemari dan berjinjit perlahan mencari sumber suara.Belakang. Suaranya berasal dari arah belakang. Kuseret langkahku menuju dapur. Kosong, tak ada siapa pun. Akan tetapi, suara isak tangis yang berubah menjadi segukan terdengar lebih jelas dari tempatku berdiri saat ini. Mbak Nira? Sepertinya itu suara Mbak Nira. Dari celah pintu yang tidak ditutup dengan sempurna, terlihat jelas sosok Mbak Nira yang sedang membelakangi pintu. Pundaknya bergetar, isakannya sesekali berubah menjadi sesegukan, kemudian reda, dan menyisakan isakan-isakan kecil. Punggung tangannya berkali-kali mengusap airmatanya dengan kasar."Bang Roy marah sama aku. Bahkan, sampai sekarang dia belum ada nelepon aku setelah semalam kami bertengkar." "Dia marah karena tau alasan di balik lukaku ini."Mbak Nira mengan

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   13a. Terungkap

    Kehamilan kedua ini kurasakan sangat berbeda dengan kehamilan saat mengandung Nada. Dulu, aku adalah pribadi yang kuat dan tahan banting. Namun tidak dengan kehamilan kali ini, aku menjadi orang yang baperan, mudah iba, mudah menangis, juga lebih sering sakit.Aku memperhatikan Ibu yang tengah menyuapi Nada makan pagi ini, Nada berjalan kian kemari, tak bisa diam. Sesekali Ibu merenggangkan tubuhnya dengan cara berdiri, perlahan diurutnya dengan pelan pinggung tuanya. Kadang juga terlihat mengalap keringat di dahi menggunakan kain gendongan Nada yang selalu ada di bahunya.Seharusnya aku ada di kamar, berbaring. Namun aku bosan, makanya memilih duduk di kursi goyang yang Mas Nasrul letakkan di teras depan kamar kami."Nada. Sini, Sayang, sama Mama, yuk." Aku mengulurkan kedua tanganku ke arah Nada yang tengah mengejar bola sambil berjalan cepat. Lucu sekali melihatnya seperti itu.Anak usia 1 tahun tersebut menoleh padaku, lalu memamerkan gig

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   12b. Penyelidikan

    "Nada itu cucu Ibu. Capek pasti, tapi daripada dia diasuh orang lain, yang belum tentu bisa sabar dan sayang, lebih baik Ibu saja. Apalagi kalau sampai Nada ikut kerja seperti anaknya Mira yang di ujung itu, lebih kasihan lagi."Ibu meneguk air minumnya hingga habis, lantas membersihkan sisa pecel di pinggir mulutnya dengan selembar tisu."Soal Nada, oke. Soal pekerjaan rumah?" Mbak Nira kembali mengorek cerita dari Ibu."Gini. Setiap orang itu punya sisi lebih dan kurangnya. Kekurangan Dara hanyalah mengandalkan Ibu soal Nada dan rumah. Itu saja. Selebihnya dia baik, Nira. Kamu tau Bu Eni, tetangga Pak RT? Menantunya terlihat cekatan dalam mengurus rumah dan anak, padahal dia juga kerja. Tetapi Bu Eni pernah bilang, menantunya itu pelitnya luar biasa. Meski tinggal dalam satu rumah, ia selalu menyimpan semua makanan miliknya di bawah kolong tempat tidur. Dia juga tak perduli meski adik-adik iparnya kadang menangis ingin makanan yang sama dengannya. Dari s

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   12a. Penyelidikan

    "Oh, ini kena seng bekas di dekat tungku besar pas masak-masak kemarin. Ibu nggak tau kalau ujungnya masih tajam." Ibu mengelus pelan punggung tangannya yang berbalut plaster. Tak ada raut mencurigakan.Fix, bukan Ibu. Ibu, kan, sangat menyayangi cucunya, mana mungkin ingin mencelakakanku.Kembali kuputar memoriku atas kejadian kemarin malam. Saat aku berteriak, Ibu adalah orang pertama yang datang. Itu pun berasal dari arah ruang depan, dan jaraknya hanya sekian detik dari aku meminta tolong.Sekarang, kecurigaanku tinggal pada Sarah dan Mbak Nira. Akan tetapi, hatiku berkata ini perbuatan Sarah. Pada siapa aku meminta pertolongan untuk mengungkapkan peristiwa ini? Sarah cukup dihormati di mata masyarakat karena profesinya sebagai bidan desa.Sudahlah. Biar nanti kupikirkan."Ganti aja plasternya, Bu. Udah basah ini," tunjukku pada sisi plaster yang mulai terbuka."Iya, sekalian Ibu mau wudhu dulu. Nanti diganti. Kamu istirahat di kamar aja sana." "Iya, Bu. Nada mana?" tanyaku sebe

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   11c. Prasangka

    Sesampainya di tempat, kami langsung berkonsultasi. Keberuntungan berpihak karena pasien belum banyak yang datang.Setelah menjelaskan kronologi terpeletnya aku tadi malam, Dokter Rini memerintahkanku berbaring di atas ranjang dan mulai melakukan pemeriksaan.Gel dingin terasa sangat sejuk di perutku, di tambah hembusan dari pendingin ruangan membuatku sedikit kedinginan. Doppler berputar-putar di atas perutku. Pindah dari posisi bawah, ke samping, berpindah ke atas, lalu balik lagi ke bagian bawah perut.Dokter Rini diam dalam melakukan tugasnya. Cemas menyeruak kurasa, ada apa? Biasanya Dokter Rini akan bercerita dengan antusias setiap kali meng-USG-ku.Dokter Rini membuang nafasnya sedikit keras, semakin menambah kecemasanku. Apakah anakku sehat? Atau ….Pandanganku seketika kabur karena air yang mulai mengambang. Kuhalau cairan bening yang siap tumpah dengan tisu yang kupegang."Sepulang dari sini, Bu Dara bedrest,

  • Pengasuh Gratis Itu, Mertuaku   11b. Prasangka

    Aku tersentak. Ingatanku tertuju pada botol minyak yang terletak di samping pintu belakang. Semalam pintunya sedikit terbuka, dan lampu belakang yang menyala terang memberikanku sebuah bayangan yang kuyakini seorang wanita. Karena apa? Selain bayangan, juga terlihat sebuah tangan dengan luka baret di punggungnya, meski sekilas tapi aku tahu tangan itu milik seorang wanita.Setelah menggosok gigi dan cuci muka, aku menunaikan kewajiban sebagai umat muslim. Kubangunkan Mas Nasrul untuk menjadi imamku."Nggak kerja, Rul?" tanya Ibu begitu Mas Nasrul ke luar kamar hanya dengan jeans dan kaos."Nggak, Bu. Mau periksakan kandungan Dara, pinggang dan perutnya masih sakit."Lamat suara mereka dapat kudengar dari balik dinding kamar. "Periksa sama Sarah aja kenapa, sih, Rul? Ngabisin duit aja, ke Dokter itu lebih mahal. Jauh pula."Kudengar Mbak Nira ikut bersuara.Ada apa, sih, dengan Mbak Nira? Kenapa dari semalam sikapnya ket

DMCA.com Protection Status