Semua Bab WAJAH ASLI ISTRI BARUKU : Bab 51 - Bab 60

135 Bab

PERJALANAN

RIDA “Aku akan urus tiket keberangkatan ke Sumatera pekan depan. Siapkan saja barang yang akan dibawa!” terang mas Afgan sekali lagi Perkataan itu amat serius hingga tak mungkin dibilang bercanda. Lagipula lelaki ini tabiatnya memang serius. Bila memutuskan sesuatu, takkan ditarik balik. “Saya tidak ingin merepotkan Anda. Insya Allah saya bisa sendiri. Anak-anak juga akan aman terkendali,” sanggahku. Ini merupakan penolakan halus agar ia mengurungkan niat untuk mengantar. Tak mungkinlah kami pergi berduaan. Selain tak boleh, juga khawatir ada fitnah. Duh, bagaimana menjelaskannya. “Kita tidak berdua. Ajaklah Nani dan suaminya. Sampaikan pada mereka anggap liburan,” tegasnya. Aku tak merespon ucapannya sebab percuma juga menolak. Pria ini tetap akan menjalankan keputusannya. Apa yang akan dikatakan mama dan kakak-kakakku kalau melihat mas Afgan. Apalagi kisah dengan mas Adnan pun belum aku sampaikan. Bagaimana kalau mereka berpikitan negatif soal kami. Ah, kenapa jadi ribet beg
Baca selengkapnya

UNTUK APA?

RIDA Tak selang lima menit, mama masuk ruangan. Ia langsung berlari merengkuhku. Kami pun bertangisan. “Kamu ke mana saja, Nak. Mama takut, mama bingung! Kata Adnan kalian sudah cerai dan kamu pergi!” Aku melepas pelukan mama mendengar ucapannya. Mata ini menatapnya lekat untuk meminta kepastian akan kebenaran ucapan. “Mama sudah tahu, Rida. Mama ke sana bersama bang Rano. Di sana hanya ada Adnan dan istri kurang ajarnya. Benar-benar terkutuk mereka!” Kami kembali berpelukan sambil menangis. Bahu mama sampai terguncang saking keras tangisannya. “Rida!” Bang Rano memelukku setelah mama melepaskan pelukannya. Pria itu mengelus kepala dan punggung ini. Kudengar ia pun terisak. Mungkin sangat haru adiknya kembali dengan selamat. “Sini sama nenek, Sayang!” Mama merengkuh tubuh Azka. Ia menciumi cucunya berulang-ulang. Sedangkan Azkia menolak. Ia memang belum kenal benar dengan neneknya. Setelah acara tangis-tangisan selesai, aku memperkenalkan mas Afgan, Nani dan suaminya. Mama b
Baca selengkapnya

TERGANTI

ADNAN Aku yakin pria yang bertanya pada Azka adalah Afgan. Meski tak sedang menggunakan pakaian formil, raut wajah dan ketegapan tubuh menjadi bukti paling otentik. Tatapan yang ada di balik kacamata tipis itu tak tajam, tapi menyiratkan kewibawaan. Otak ini sekonyong-konyong dipenuhi banyak pertanyaan. Keadaan itu membuat makin beratlah beban organ otak menampung berbagai pemikiran. Tentang Azka dan Azkia yang seolah tak kenal padaku. Juga betapa mata Rida terang didominasi tatapan kebencian. Pertanyaan yang baru saja terbersit menjadi hilang sebab kedatangan bang Rano. Tentu hal rasional ketika pria yang memakai kaos hitam itu marah. Pastilah di dadanya tersulut api kebencian. Yang siap melumat pria menyebalkan seperti diriku. Bang Rano melesat seperti busur yang dilepaskan dari panahnya. Sekilat tercekal kerah kemejaku yang kancingnya terbuka. Dua kakiku sampai harus berjinjit sebab kerasnya cekalan. Tangannya yang terkepal di udara sudah hampir mendarat di pipi ini. Jika sa
Baca selengkapnya

SESAL

Setelah bermenit-menit dalam kebimbangan, aku memutuskan jalan ke kanan. Ini bukan keputusan berdasarkan pada tujuan tertentu, tapi lebih pada sudah tak bisa tahan dengan sengatan matahari yang sudah mulai menunjukkan sifat aslinya, panas. Saat ada rumah makan di salah satu bagian jalan, aku memutuskan masuk ke sana. Tempatnya tak besar, tapi cukuplah dijadikan tempat perlindungan dari cuaca panas.. Aku memilih duduk di paling pojok. Di sudut ruangan ini bisa bebas melamun. Aku memang butuh menepi.sejeda dari keramaian, menikmati kesendirian. Meski ini tidak membantu menghilangkan masalah, setidaknya dapat meredakan kekacauan. Terlintas kembali kejadian di ruang Rida. Satu per satu sketsanya menyesakkan dada. Tentang kemarahan keluarga Rida, penolakan anak-anak dan tergantikannya kasih sayang mereka. Kutelungkupkan wajah di dua tangan yang disedekapkan, lalu ditaruh di atas meja. Perlahan jatuh air mata yang kini berdesakan di pelupuknya. Sesesak ini rasa yang kini hadir di dada
Baca selengkapnya

TERIMA KASIH

AFGAN Aku mendekap Azkia yang syok akibat mendengar jeritan ibunya. Anak jelita ini pun membenamkan wajah di dadaku seakan meminta perlindungan. Ia kadang menggerakkan kepala dan mengeluarkan suara agak keras, normal bagi anak yang sedang katakutan. “Sayang, gak ada apa-apa,” hiburku sambil mengelus rambut dan punggung anak ini. Tanganku sampai ikut terguncang saking kencang gerakan bahu dan bahunya. Aku juga harus menenangkan Azka. Ia sama kaget meski tak separah Azkia. Anak lelaki yang tengah bergetar ini kuajak duduk di sofa. Dalam posisi begini ia bisa menyandarkan tubuhnya pada sisi tubuhku. Kurasakan getaran di tubuh Azka. Wajarlah anak seusianya syok mendapati kenyataan yang tak disangka. Bertemu ayah yang amat dirindukan sekaligus dipersalahkan atas ketidakhadiran dalam hidupnya. Meski Azka masih pra balig, anak seusianya sudah dapat mengingat dan memahami situasi. Di kepalanya telah terkumpul memori kejadian yang menyenangkan ataupun menyakitkan. Aku mengelus punggung a
Baca selengkapnya

BERSEDIAKAH

Sebelum kembali ke rumah Rida, aku mencari mini market. Dalam rangka menghibur hati dua anak Rida, aku harus membeli sesuatu. Es krim, coklat dan snack. Saat terlintas coklat aku tak bisa menahan senyuman. Rida sepertinya tak suka Azkia memakan makanan itu. Aku tahu itu karena takut bajunya kotor. Perempuan itu sangat apik. Ia tak suka ada setitik noda pun pada baju anaknya. Saking apik kadang jadi berlebihan menurutku. But, itu tak perlu diperpanjang. Namanya juga manusia, pastilah ada beda pikiran dan selera. Bagiku, sebuah perbedaan selama tak mengusik hal fundamental atau memicu kekisruhan tak perlu diperdebatkan. Hanya buang waktu dan memancing masalah jadi besar. Lebih baik fokus pada perbaikan kualitas hubungan. Membangun saling percaya dan menyamankan satu sama lain. Takkan ada kedamaian jika suami istri terlalu mengotak-atik perbedaan. Lebih baik mengikatkan diri dalam persamaan dan menghargai perbedaan. Satu hal lagi jangan terlalu menuntut kesempurnaan sebab itu hanya m
Baca selengkapnya

HARUS

RIDA Wajahku bukan lagi menghangat mendengar tawaran mas Afgan. Bahkan, kini suhunya sudah memanas. Tanpa kupegang pun pipi ini terasa berbeda. Meski tawaran itu sedikit konyol, aku tetap saja kegeeran. Ya, memang tak mungkin malam ini melangsungkan akad nikah sebab terlalu mendadak. Orang tua juga pastilah syok atas kenekatan itu. Surat-suratnya saja belum ada karena memang belum diurus. Aku tak mau nikah siri. Inginnya resmi secara agama dan negara. Meski pun nikah siri itu sah, tetap saja tak merasa nyaman. Jaman sekarang harus hati-hati juga terkait nikah siri ini. Banyak lelaki buaya yang memanfaatkan. Ia mengiming-imingi wanita dengan seribu janji, lalu pergi tiada kabar berita lagi.. Jadi jadilah wanita itu tidak memiliki status yang jelas. Istri bukan janda pun tidak. Aku tahu Mas Afgan tidak seperti itu. Namun, sebagai orang yang pernah dikhianati aku tetap harus waspada. Apalagi lelaki ini merupakan orang kaya yang punya kuasa. Mudah baginya untuk memperdaya wanita. “K
Baca selengkapnya

KERINDUAN

“Kesalahanku memang tak termaafkan, tapi aku tetap akan minta maaf. Aku ke sini hanya ingin bertemu Azka dan Azkia dan menjalankan tanggung jawab sebagai ayah mereka,” tutur mas Adnan saat aku, bang Ragil dan dia telah duduk berhadapan di sofa ruang dan depan. Anak-anak dibawa dulu oleh mas Afgan keluar sebentar. Barulah setelah kami selesai bicara akan diajak menemui papanya, yaitu mas Adnan. “Kesalahanmu memang besar, Adnan. Andai boleh, aku ingin sekali membunuhmu. Tapi, kita ini sesama muslim yang dituntun untuk maaf memaafkan. Meski belum bisa sempurna, kami akan berusaha memaafkanmu. Tentang anak-anak kami tak bisa merampas hakmu sebagai ayah. Silakan kamu dan Rida membuat kesepakatan soal Azka dan Azkia,” balas bang Ragil dengan bijaksana. Kakak keduaku ini lebih tenang dari bang Rano. Ia yang berprofesi sebagai dosen Ekonomi ini juga lebih dewasa dalam menyikapi masalah. “Terima kasih atas kebaikan kalian. Aku, aku ...!” Mas Adnan tak bisa melanjutkan ucapannya sebab kalah
Baca selengkapnya

MEMASTIKAN

RIDA Mas Afgan merespon anggukanku hanya dengan tatapan. Dalam hitungan berdetik-detik, pria itu tetap mengarahkan pandangan padaku. Seolah-olah ia ingin meyakinkan diri sendiri bahwa ucapan wanita ini benar adanya. “Saya memutuskan ini bukan karena terpaksa atau tak enak hati. Saya sudah membulatkan tekad untuk meninggalkan masa lalu, dan menata masa depan bersama Anda.” Seketika senyum terlukis di wajah pria yang seharian ini bermuram durja.. Ia kemudian memiringkan badannya agar dapat melihatku lebih pas. Jadi tak sekedar kepala yang menoleh. “Terima kasih sudah bersedia menjawab perasaanku. Sekarang, aku bisa lega kalau besok harus pulang. Surat-surat untuk administrasi pernikahan akan dikirim besok. Apakah di sini mau ada pesta?” Nada suara mas Afgan sekarang tidak menyiratkan kesedihan. Yang ada malah keceriaan dan antusiasme tinggi. “Di sini akad saja. Tak usah ada pesta!” jawabku cepat. Aku malu kalau di rumah ini diadakan pesta. Berita perceraianku saja tak diketahui, m
Baca selengkapnya

SELAMAT

“Kakak dan adik baik-baik di sini, ya. Om pulang dulu, nanti ke sini lagi!” terang mas Afgan saat pamit pada dua anakku. “Ooo, enjih?” sahut Azkia, “Angaaan!” teriaknya kemudian. Ia menghambur ke arah pelukan mas Afgan. “Om marah, ya sama kami? Maafin, nanti kakak main lagi, deh sama Om, gak sama papa! Om jangan pergi, ya!” timpal Azka. “Kakak sayang, Om, beneran!” Mas Afgan memeluk dua buah hatiku. Ia mengelus rambut dan punggung keduanya. Ternyata prasangkaku salah. Azka dan Azkia tak berpaling dari omnya. Mereka tetap mencintai calon papa tirinya. “Om tidak marah, om sayang sama kakak dan adek. Jangan nangis, ya. Nanti om ke sini lagi untuk bawa mama, Azka dan Azkia ke rumah baru.” Azka melepas pelukan, lalu bertanya, “Rumah baru?” “Iya, nanti om, mama, Azka dan Azkia tinggal di rumah baru. Di sana ada kolam renangnya,” jawab mas Afgan. “Yeaaa!” seru Azka. “Aaaayyy!” timpal Azkia tak mau kalah. “Om pergi, ya. Minggu depan om janji akan datang lagi!” Nani dan suaminya pun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status