“Kakak dan adik baik-baik di sini, ya. Om pulang dulu, nanti ke sini lagi!” terang mas Afgan saat pamit pada dua anakku. “Ooo, enjih?” sahut Azkia, “Angaaan!” teriaknya kemudian. Ia menghambur ke arah pelukan mas Afgan. “Om marah, ya sama kami? Maafin, nanti kakak main lagi, deh sama Om, gak sama papa! Om jangan pergi, ya!” timpal Azka. “Kakak sayang, Om, beneran!” Mas Afgan memeluk dua buah hatiku. Ia mengelus rambut dan punggung keduanya. Ternyata prasangkaku salah. Azka dan Azkia tak berpaling dari omnya. Mereka tetap mencintai calon papa tirinya. “Om tidak marah, om sayang sama kakak dan adek. Jangan nangis, ya. Nanti om ke sini lagi untuk bawa mama, Azka dan Azkia ke rumah baru.” Azka melepas pelukan, lalu bertanya, “Rumah baru?” “Iya, nanti om, mama, Azka dan Azkia tinggal di rumah baru. Di sana ada kolam renangnya,” jawab mas Afgan. “Yeaaa!” seru Azka. “Aaaayyy!” timpal Azkia tak mau kalah. “Om pergi, ya. Minggu depan om janji akan datang lagi!” Nani dan suaminya pun
AFGAN Aku tak bisa melukiskan perasaan saat Rida menyatakan siap menikah pekan depan. Rasanya di dada ini makin banyak desiran-desiran yang sanggup mengetarkannya.Kurasa wanita ini pun sama, sedang jatuh cinta. Indikasi dari pipinya selalu bersemu merah jika kami bertemu pandang. Atau muncul senyum tertahan saat canda dan godaanku meluncur untuk dirinya.Bodoh sekali Adnan melepas wanita sebaik dan setulus ini. Ia malah terjebak oleh perempuan berhati iblis. Sekarang lelaki itu telah merasakan balasan atas gulungan napsu yang terlalu diperturutkan.Aku sempat takut Rida akan luluh dan mau kembali pada Adnan. Bagaimanapun berkumpulnya orang tua dan anak dapat menjadi pertimbangan rujuknya mantan suami istri. Nyatanya itu tak terjadi. Rida bersedia memberikan hak anak pada ayahnya tanpa harus merajut kembali ikatan yang telah terputus dahulu.Karena semua aman terkendali, aku dapat tenang pulang ke Jakarta. Aku memang harus terbang sebab Alan terus menerus menteror lewat telpon. Rupan
Untuk menahan diri, aku melantunkan zikir dan doa. Hal ini efektif untuk meredakan gejolak di dalam dada. Seiring waktu, perlahan aku bisa mengendalikan perasaan.Tapi, saat mobil memasuki pekarangan masjid, jantungku kembali berdegup-degup kencang. Keringat pun mulai keluar dari sela-sela jari.Om Rendra dan Tante Aini mengapitku saat berjalan menuju ruangan masjd. Di sini sudah hadir keluarga Rida dan tamu undangan terbatas. Meski begitu, halaman masjid jadi tak bisa menampung mobil yang datang. Akhirnya dipakailah parkiran bangunan di kanan dan kirinya.Para lelaki masuk ke shaf depan, sementara wanita di shaf belakang. Kami disambut hangat oleh keluarga Rida. Kemudian dipersilakan duduk di barisan depan.Sekarang aku duduk melingkar bersama penghulu, dua saksi dan wali Rida. Inilah saat yang dinanti, yaitu diikrarkannya janji suci di hadapan ilahi. Bahwa aku mengambil Rida sebagai tanggung jawab dunia dan akherat.Dengan satu tarikan napas kulantunkan kabul atas ijab wali Rida. Ke
RIDA Selepas akad diikrarkan, aku tak sanggup lagi menahan air mata. Satu tetes bening luruh disusul buliran berikutnya. Dan itu sengaja tak kuseka sebab percuma, takkan berhenti juga Aku meluapkan rasa yang bercampur aduk dalam pelukan mama. Wanita ini pun sama, tangisannya pecah. Kami sama-sama terharu hingga meluapkan dalam tumpahan air mata. Satu per satu keluarga memeluk dan mengucapkan selamat. Kakak-kakak ipar wanitaku pun tak kuat menahan tangisan. Mereka tak menyangka akan fase kehidupan yang dialami oleh adik suami-suaminya. “Selamat, ya, Sayang, semoga samawa, dikarunia putra putri sholehah,” ucap kakak mama. Lalu, disusul oleh saudara lainnya. Semua yang hadir menyambut pernikahan ini dengan gempita. Mereka antusias melapalkan doa serta menguntai harapan kebaikan untuk pengantin. Kebahagian terlukis nyata di hadapanku kini. Seakan, kepedihan mendalam di masa silam sirna tanpa meninggalkan jejak. Luka yang digoreskan mas Adnan, diobati oleh mas Afgan. Tak hanya aku y
Mas Afgan membersihkan diri terlebih dahulu, sementara aku melepas hiasan rambut dan menghilangkan riasan di wajah. Aktivitas ini cukup merepotkan karena dilakukan sendiri. Karena butuh ketelatenan, gerakan tanganku pada kerudung juga wajah menghabiskan waktu cukup lama. Bahkan, sampai mas Afgan keluar dari toilet, aku masih sibuk dengan gaun pengantin dan hiasannya. “Aku bantu, ya,” bisik lelaki yang kini meyejajarkan kepalanya dengan kepalaku. Seketika dadaku kembali berdebar-debar agak kencang. Kami jadi saling memandang lewat cermin. Mau menunduk sudah tak mungkin. Akhirnya terjebak dalam situasi bingung sendiri. Kubiarkan lelaki yang telah berstatus suami ini membantu melepas riasan. Dengan telaten ia melakukannya hingga selesai. Selanjutnya ia merangkulku dari belakang. Sebelum terjadi aktivitas lebih jauh aku bicara, “Aku mau membersihkan diri.” Ini adalah bentuk permintaan agar pria ini mau melepaskan pelukan. Dia benar-benar sudah masuk pada fase ingin menikmati madu pern
ELALelaki yang bernama Jim itu ternyata sama brengsek dengan Kevin. Ia dengan lancang meminta pertemuan berdua setelah undangan makan malam di rumahnya. Aku jelas tahu akan ke mana arah perjumpaan kami kelak.Dari tatapannya aku tahu ia memiliki hasrat yang besar. Dasar lelaki, sudah punya istri cantik tetap saja ingin berselancar di dunia lain. Tak akan ada puasnya memang sebelum tanah kuburan masuk ke mulutnya. Tak jauh beda dengan mas Adnan. Kurasa Rida bukan hanya cantik, ia pun istri dan ibu yang baik. Malah, hampir tak ada cela jika mendengar dari cerita lelaki itu. Jadi, sebenarnya yang bodoh adalah mas Adnan, bukan Rida.Begitu juga Cindy, ia sangat cantik layaknya wanita blasteran.. Tinggi, putih, rambut pirang ikal mayang, bentuk wajah yang hampir sempurna ternyata tak membuat Jim setia. Pria brengsek, tetaplah brengsek mau istri secantik dan sebaik apapun.Aku sangat paham kebrengsekan lelaki. Pengelanaan dari satu pelukan ke pelukan lain membuat diri ini terlatih untuk m
Restoran ini lumayan mewah. Pantaslah hanya diperuntukkan bagi kalangan atas. Tempat yang didominasi warna marun dan gold ini membuatku berdecak. Furniturnya mungkin terbuat dari jati asli, lampu hiasnya juga pastilah impor dari luar negeri.Aku memainkan ponsel saat menunggu kedatangan Jim. Mengupload foto – foto cetar di Instagram tak boleh dilewatkan.. Pamer demi eksistensi diri itu pekerjaan harian.Makanya aku dongkol setengah mati saat mas Adnan mengundurkan diri jadi direktur. Itu jelas berimbas pada eksistensi diriku. ‘Kan kalau dia punya jabatan, istrinya bisa pamer ke mana-mana.Jim datang selang sepuluh menit menunggu. Pria yang merupakan sepupu Kevin ini tak kalah secara penampilan. Tubuh tinggi tegak dipadu wajah tampan membuat para wanita pastilah berlomba mencari perhatiannya. Beruntung yang kini jadi istrinya.Aku menyambut uluran tangan Jim. Dan seperti layaknya pria bangsawan, ia mencium punggung tanganku sebagai bentuk penghormatan pada wanita..Kupikir ia pria din
“Kamu telpon nomor ini, tanyakan apa tuan Adnan ada di sana. Jangan bilang saya nanyain, cepat!” Aku menyodorkan nomor telpon rumah keluarga mas Adnan. Aku tak mungkin melakukannya sendiri. Bisa-bisa diceramahi sepanjang rel kereta api. Setelah pelayan itu menelpon diterimalah kabar bahwa mas Adnan tak ada di sana. Bahkan katanya sudah seminggu tak mengunjungi mereka. Seketika tubuhku lemas. Kalau saja tak berpegangan pada tembok, mungkin tubuh ini terhuyung. Ke mana lagi harus kucari pria baperan itu? Otakku tak mampu menggapai informasi tempat – tempat yang mungkin disinggahi mas Adnan. Aku harus duduk sejenak untuk merenung. Siapa tahu ketemu jalan keluar. Aku tak boleh bernasib tragis seperti Rida, ditinggalkan orang yang sama, yaitu,. Adnan. Kalaupun mau cerai, aku harus sudah punya ganti. Seorang Ela tak boleh terlihat mengenaskan di mata publik. Apa kata dunia kalau aku jadi janda miskin. Itu tak boleh terjadi. Pusinglah, lebih baik aku diam sejenak, memikirkan, apa yang