Mas Afgan membersihkan diri terlebih dahulu, sementara aku melepas hiasan rambut dan menghilangkan riasan di wajah. Aktivitas ini cukup merepotkan karena dilakukan sendiri. Karena butuh ketelatenan, gerakan tanganku pada kerudung juga wajah menghabiskan waktu cukup lama. Bahkan, sampai mas Afgan keluar dari toilet, aku masih sibuk dengan gaun pengantin dan hiasannya. “Aku bantu, ya,” bisik lelaki yang kini meyejajarkan kepalanya dengan kepalaku. Seketika dadaku kembali berdebar-debar agak kencang. Kami jadi saling memandang lewat cermin. Mau menunduk sudah tak mungkin. Akhirnya terjebak dalam situasi bingung sendiri. Kubiarkan lelaki yang telah berstatus suami ini membantu melepas riasan. Dengan telaten ia melakukannya hingga selesai. Selanjutnya ia merangkulku dari belakang. Sebelum terjadi aktivitas lebih jauh aku bicara, “Aku mau membersihkan diri.” Ini adalah bentuk permintaan agar pria ini mau melepaskan pelukan. Dia benar-benar sudah masuk pada fase ingin menikmati madu pern
ELALelaki yang bernama Jim itu ternyata sama brengsek dengan Kevin. Ia dengan lancang meminta pertemuan berdua setelah undangan makan malam di rumahnya. Aku jelas tahu akan ke mana arah perjumpaan kami kelak.Dari tatapannya aku tahu ia memiliki hasrat yang besar. Dasar lelaki, sudah punya istri cantik tetap saja ingin berselancar di dunia lain. Tak akan ada puasnya memang sebelum tanah kuburan masuk ke mulutnya. Tak jauh beda dengan mas Adnan. Kurasa Rida bukan hanya cantik, ia pun istri dan ibu yang baik. Malah, hampir tak ada cela jika mendengar dari cerita lelaki itu. Jadi, sebenarnya yang bodoh adalah mas Adnan, bukan Rida.Begitu juga Cindy, ia sangat cantik layaknya wanita blasteran.. Tinggi, putih, rambut pirang ikal mayang, bentuk wajah yang hampir sempurna ternyata tak membuat Jim setia. Pria brengsek, tetaplah brengsek mau istri secantik dan sebaik apapun.Aku sangat paham kebrengsekan lelaki. Pengelanaan dari satu pelukan ke pelukan lain membuat diri ini terlatih untuk m
Restoran ini lumayan mewah. Pantaslah hanya diperuntukkan bagi kalangan atas. Tempat yang didominasi warna marun dan gold ini membuatku berdecak. Furniturnya mungkin terbuat dari jati asli, lampu hiasnya juga pastilah impor dari luar negeri.Aku memainkan ponsel saat menunggu kedatangan Jim. Mengupload foto – foto cetar di Instagram tak boleh dilewatkan.. Pamer demi eksistensi diri itu pekerjaan harian.Makanya aku dongkol setengah mati saat mas Adnan mengundurkan diri jadi direktur. Itu jelas berimbas pada eksistensi diriku. ‘Kan kalau dia punya jabatan, istrinya bisa pamer ke mana-mana.Jim datang selang sepuluh menit menunggu. Pria yang merupakan sepupu Kevin ini tak kalah secara penampilan. Tubuh tinggi tegak dipadu wajah tampan membuat para wanita pastilah berlomba mencari perhatiannya. Beruntung yang kini jadi istrinya.Aku menyambut uluran tangan Jim. Dan seperti layaknya pria bangsawan, ia mencium punggung tanganku sebagai bentuk penghormatan pada wanita..Kupikir ia pria din
“Kamu telpon nomor ini, tanyakan apa tuan Adnan ada di sana. Jangan bilang saya nanyain, cepat!” Aku menyodorkan nomor telpon rumah keluarga mas Adnan. Aku tak mungkin melakukannya sendiri. Bisa-bisa diceramahi sepanjang rel kereta api. Setelah pelayan itu menelpon diterimalah kabar bahwa mas Adnan tak ada di sana. Bahkan katanya sudah seminggu tak mengunjungi mereka. Seketika tubuhku lemas. Kalau saja tak berpegangan pada tembok, mungkin tubuh ini terhuyung. Ke mana lagi harus kucari pria baperan itu? Otakku tak mampu menggapai informasi tempat – tempat yang mungkin disinggahi mas Adnan. Aku harus duduk sejenak untuk merenung. Siapa tahu ketemu jalan keluar. Aku tak boleh bernasib tragis seperti Rida, ditinggalkan orang yang sama, yaitu,. Adnan. Kalaupun mau cerai, aku harus sudah punya ganti. Seorang Ela tak boleh terlihat mengenaskan di mata publik. Apa kata dunia kalau aku jadi janda miskin. Itu tak boleh terjadi. Pusinglah, lebih baik aku diam sejenak, memikirkan, apa yang
Jikapun dia meminta hubungan badan, kurasa aku akan melayani dengan senang hati. Kurangnya nafkah batin dari mas Adnan membuat otakku jadi liar saat berdekatan dengan Jim. Bahkan, kadang ingin sekali mengajaknya memadu asmara. Namun, aku masih tahan harga. Tak boleh sampai memulai lebih dulu sebab bisa jatuh haga diri ini. Hari ini aku sengaja mengajaknya berlama-lama bicara. Bahkan kukatakan tak usah ke kantor lagi. Pastilah mudah memberi alasan bagi ketidakhadiran seorang atasan. Ada hal sangat urgen yang ingin kubahas. Ini terkait masa depan hubungan kami. Sama seperti pada pria-pria sebelumnya, aku akan mendesak mereka memberikan status resmi. Hammm, tak jadi dengan Kevin, Jim pun tak apa. Toh, sama-sama orang kaya. Keduanya setaraf dalam ketampanan juga gemerlapnya harta dunia. “Mas, aku tak mau hubungan ini tak jelas arahnya. Apalagi kita sama-sama sudah punya pasangan. Kamu suami orang, aku juga istri orang. Bagaimana kalau istrimu tahu, apa kau akan membuangku seperti sepu
Yang kupikirkan saat ini adalah nasib hubungan ini. Akankah kandas sebagaimana hubungan dengan Kevin? Tak tahulah apa yang akan terjadi nanti. Hanya saja perkiraanku bicara bahwa Jim takkan lagi menghubungiku setelah ini.. Dari sikapnya pada Cindy tergambar jelas ia masih mencintai istrinya. Mungkin padaku hanya napsu saja, sama dengan Kevin hanya lebih halus. Dasar laki-laki. Nyatanya tak ada yang bisa dipercaya. Kere saja ada yang banyak tingkah, apalagi uang berlimpah. Istri memang satu, tapi mainan malam itu ribuan. Rupanya keberuntungan belum berpihak padaku. Hasratku menikahi pria kaya masih harus disimpan kembali sampai ada mangsa baru. Sialan memang! * Benar saja apa yang kuprediksi, Jim tak lagi menghubungiku. Bahkan, ketika aku menelpon nomornya tak bisa dihubungi. Sepertinya diblokir. Mau marah, marah pada siapa? Inilah resiko berhubungan dengan suami orang. Tak semua laki-laki bisa melepas istri demi wanita keduanya. Meski pun yang melakukannya banyak, tetap ada sat
Aku tak tahan untuk memendam pertanyaan. Aku butuh jawaban atas rasa penasaran yang sejujurnya menciutkan nyali.Pria itu menghela napas berat. Ia meneguk minuman yang disajikan pelayan beberapa tegukan. Setelah meletakkan gelas pialanya, ia kembali berkata, “Kalau kita bercerai bukan karena aku kembali pada mereka. Itu karena kau yang tak bisa memperbaiki kesalahanmu. Apa kau pikir aku harus terus menerus bodoh percaya pada manusia yang jelas tak bisa dipercaya?”Kata-kata mas Adnan telak menampar wajahku. Aku benar-benar seperti sedang disidang oleh hakim di pengadilan. Namun, aku harus berjuang untuk tidak diceraikan.“Beri aku kesempatan sekali lagi, Mas. Jika aku berbuat salah kembali, aku siap diceraikan,” pintaku dengan nada bergetar. Seumur hidup baru sekarang aku mengemis pada seorang pria. Biasanya mereka yang mengiba padaku.“Aku janji akan mencinta anak-anak, Mas. Mereka sesekali akan kuasuh jika mba Rida mengizinkan. Lagipula aku’kan belum punya anak jadi waktunya luang.
Ketika ia membuka pakaian, aku membantunya. Ia membiarkan saja tanpa kata-kata. Lalu mengikutinya ke toilet. Mas Adnan pun tak bereaksi.Ini adalah kesempatan terbaik, aku akan memberinya servis paling memuaskan. Mas Adnan pun tak menghardikku saat lebih intens lagi menyentuhnya. Hmmm, sepertinya lelaki ini memang menginginkannya. Baiklah, Sayang, aku akan membuatmu terkapar.Kami pun melupakan sejenak pertikaian. Bahkan mungkin akan selesai dengan persatuan raga ini. Begitulah mas Adnan, ia tak akan berdaya kalau sudah urusan pemenuhan biologisnya.Jika tetap seperti ini, selamanya ia akan ada dalam genggamanku.*“Mas, aku tuh kangen berat loh sama kamu,” kataku setelah kami selesai membersihkan badan dan berganti pakaian.Aku bicara sambil mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Pria ini hanya asyik menatap cermin. Mungkin juga sedang mengingat permainan panas barusan.“Aku pijitin, ya. Ayo sini!”Aku menarik tangannya hingga kini kami ada di ranjang. Setelah badannya telungkup,