“Om belum nyari mas kawin buat ibu mertuamu,” ujar Hendro saat Za mengajak pulang.Za langsung menoleh pada suaminya meminta persetujuan. Albany melengos, tak mau sampai sang ayah tahu jika dirinya menyetujui.“Ayoklah, Om, aku antar.” Za mendekat dan berdiri di samping Ningsih yang memegangi dorongan kursi roda.“Sini, biar aku aja yang dorong, Bu. Ibu jalan aja, ya,” tawar Za.“Mau gerak aja masih nyusahin orang,” gerutu Albany berjalan duluan.Za dan Ningsih membiarkan saja saat Albany terus berjalan melewati toko perhiasan. Sementara mereka berbelok dan masuk ke dalam toko.“Al—““Biarkan saja, Bu. Biarkan dia menyadari sendiri kalau sudah kehilangan kita.” Za mencegah Ningsih memanggil anaknya.“Nanti dia marah,” keluh Ningsih.“Biarin, Bu. Biar nanti aku yang urus,” bisik Za sambil menahan tawa.Ningsih tak lagi mendebat. Dia tahu, jika sang menantu sudah bisa menguasai anak semata wayangnya itu.“Ini bagus, lho, Bu,” pekik Za menunjuk sebuah kalung dan cincin berlian. Ningsih
Read more