Home / Romansa / AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA: Chapter 31 - Chapter 40

117 Chapters

Bab 31

“Kamu udah mandi, Mas?” tanya Za menatap heran pada suaminya yang sudah terlihat segar. “Iya. Hari ini aku mau ambil barang-barang sekalian pamitan.” “Kita berangkat bareng aja,” ucap Za. Namun, Albany menggeleng. “Jangan. Aku tidak mau membuat keributan dengan pergi bersamamu.” Za menautkan alisnya tak mengerti. “Aku tidak ingin hubungan kita mempengaruhi pandangan orang-orang padamu.” Albany mendekat pada Za dan membelai rambutnya pelan. “AKu tidak peduli dengan pendapat mereka, Mas. yang menjalani itu kita, bukan orang lain.” Za menatap lekat suaminya. “Baiklah, kalau itu memang maumu,” jawab Albany. Za merasa takjub dengan suaminya. Dia sama sekali tak menyangka jika lelaki yang selama  ini keras dan angkuh itu justru memiliki
Read more

Bab 32

“Wow, wow … berani sekali wanita sok cantik ini. Kamu pikir akan mudah memasukanku ke penjara?” lalu terdengar suara derai tawa dari mulut Ronald. Cengkeramannya semakin kuat. Za bahkan hampir kehabisan napasnya. Namun, dengan sigap, dia berpura-pura menyenggol teleponnya dan menekan angka 1 sebanyak 3 kali. Tentu saja, karena itu yang kini angka yang bisa diraihnya. Telepon di ruang pantry berbunyi nyaring, Marni langsung mengangkatnya. “Halo?” tanyanya beberapa kali seperti orang bingung karena tak ada jawaban dari seberang sana. “LEpaskan, keparat! Pergi kau dari sini!” terdengar suara Za yang tersengal karena cengkeraman Ronald yang kuat. “Siapa, Marni?” tanya Bu Narti.“Emh, dari suaranya sepertinya Bu Zanna. Dan sepertinya Bu Zanna sedang dalam bahaya,” ucap Marni gugup. Mendengar itu, Albany langsung
Read more

Bab 33

“I’m sorry for all those things happened. Semua bermula gara-gara aku melakukan kesalahan itu dan menyeretmu ke dalam semua masalah ini. Apa kamu menyesal telah menikah denganku?” tanya Za dengan mata berkaca-kaca. Albany tidak menjawab. Dia melirik ke arah pintu sekilas, setelah merasa aman, dia lalu menarik lengan mungil itu hingga Za berdiri dan menempel di dadanya. Tatapan mereka beradu. Albany tak ingin menjawab pertanyaan sang istri dengan kata-kata. Dia menarik tengkuk yang berada cukup jauh di bawahnya. Tentu saja, tinggi Albany yang lebih dari 180 senti meter harus berhadapan dengan Za yang hanya 165 senti. Lelaki itu mencium Za dengan rakus. “Aku pulang duluan ya,” desahnya dengan napas tersengal. “Aku tidak mau membuat keributan. Tidak etis rasanya  jika mereka menemukanku sedang meniduri bos mereka di kantornya.” Albany menyapu bibir Za yang terlihat merah dengan ibu jarinya.
Read more

Bab 34

“Bisa nggak sih jangan selama itu?” tanya Za polos. Albany menaikan sebelah alisnya. “Ok, aku korting lima menit,” jawab Albany dengan wajah serius sambil menyuap. “Iish, sama aja boong.” Za langsung memanyunkan bibirnya dan mengambil sebuah kerupuk dan menimpukannya ke dada sang suami. “Nggak sama, dong. Beda lima menit.” Albany tetap dengan wajah seriusnya.Obrolan mereka buyar saat berulang kali ponsel mililk Za dan juga Albany berdering berkali-kali. “Siapa ya?” tanya Za. Mereka saling melempar pandangan. Albany mengedikan bahunya. “UDah biarin aja.” Lelaki itu kembali fokus menyuap. Namun, Za tampaknya merasa sangat terganggu dengan dering ponsel yang terus saja menjerit-jerit. “Udah, deh,  aku angkat aja dulu, takutnya ada yang penting.” Za bangkit dan melang
Read more

Bab 35

“Apaan sih? Dia kan emang satu bagian sama aku. Bukan cuman Marni, aku juga punya nomor Bu Narti juga Deni.” Albany terlihat kesal dan langsung menyambar ponsel itu dan melemparnya ke atas meja. “Lho, kok marah?” tanya Za yang berniat bercanda. “Kamu seolah menuduh aku ada apa-apa sama Marni, dan aku tidak suka itu,” ucap Albany ketus. Dia terlihat benar-benar marah. Tubuh besarnya langsung berbaring tanpa ada kata terucap. Za benar-benar tidak menyangka jika candaannya akan dianggap serius oleh suaminya. Dia tahu jika Albany itu tipe lelaki setia, jangankan selingkkuh dengan Marni, dengan Ayu saja yang jauh lebih cantik, Albany tidak tertarik. “Mas, jangan marah, dong. Aku kan, cuman becanda,” bisik Za seraya menggoyang-goyangkan tubuh besar itu. Albany bergeming. “Maas, iiih. Sungguh, aku cuman becanda,” ucap Za dan mu
Read more

Bab 36

Alunan musik mengiringi suara merdu seorang biduan dengan gaun panjang tanpa lengan. Lagu yang dibawakannya begitu mendayu dan menyayat hati bagi yang tengah berputus asa. Za memainkan minuman di gelas berkaki tinggi di tangannya. Hatinya masih merasa bingung. “Hai, Za. Di sini kamu rupanya. Masih BT sama suami kamu yang kismin itu?” tanya Celine menyunggingkan senyuman mencibir. “Apaan sih, kamu. Aku nggak suka kamu bilang begitu tentang Albany.” Za meneguk minuman dari gelasnya. “Halaah, laki pengeretan itu. Aku masih inget saat kamu curhat, nangis-nangis karena dia selalu bersikap angkuh. Hiih, miskin aja sombong, gimana kalau jadi orrang kaya.” Celine kembali menggerutu. “Dia anak Om Hendro, kamu ingat, kan? Kalau dia mau, dia bisa mendapatkan kekayaan yang banyak dari bapaknya. Tapi dia nggak mau,” jawab Za. 
Read more

Bab 37

“Oh, iya, baik, Pak. Terima kasih.” Za, lalu meminta Marni untuk menyiapkan kopi dan cemilan untuk tamu itu. “Apa mau makan siang di sini, Bu? Biar sama saya disiapkan mau makan siang apa?” tanya Marni. “Emh, itu nanti saya tanyakan dulu sama Pak Bambang. Barangkali dia ingin makan di luar sekalian jalan-jalan melihat kota ini,” jawab Za, lalu bangkit dan menuju ruang meeting. Tersungging seulas senyum  miris saat wanita itu membayangkan ketika Albany masih bekerja di sana. seringkali terlewati saat lelaki itu tengah membersihkan kaca, atau sekedar membawa makanan pesanan para staff. Kini, Za tidak lagi bisa melihat pemandangan itu. Ada rasa rindu yang menelusp ke dalam kalbu, tetapi sekuat tenaga dia tepis agar tidak lagi berlarut-larut dalam kesedihan. Za bahkan lupa sudah berapa lama mereka tidak bertemu. Albany bahkan tidak ada usaha untuk menelponnya. Seb
Read more

Bab 38

Albany menghentikan motornya saat melihat sebuah boneka manekin yang memajang sebuah gamis yang cantik. Lelaki itu teringat pada sang ibu yang sudah lama tak dibelikannya baju. Terakhir kali Za yang membelikan, bukan dirinya. Kemarin Albany mendapatkan keuntungan yang lumayan besar. Dia bahkan bisa membayar separuh utangnya ke koperasi. Dia turun dan memandangi gamis yang pastinya berharga mahal itu dari luar. “Bagus. Ibu pasti akan terlihat cantik dengan baju ini,” gumamnya lalu masuk ke toko itu. “Selamat siang, Mas. Mau cari apa?” tanya pelayan toko. “Saya lihat gamis yang dipajang di depan itu. Boleh saya lihat detailnya?” Albany menunjuk patung yang ada di depan. Lalu, pelayan itu langsung mengambil baju yang sama yang digantung. “Yang ini, Mas?” tanyanya menunjukan baju berwarna hijau
Read more

Bab 39

“Al ….” “Al ….” Berulang kali dia menyebut nama itu sambil memukuli handle stir. Dia bahkan merasa jika hatinya tidak pernah jatuh cinta seperti ini. “Aku jatuh, sedalam-dalamnya jatuh,” desahnya dalam isak. “Aku mohon, Tuhan, hilangkan rasa ini. Kami tidak mungkin bisa bersama lagi,” ucapnya dengan tangis yang semakin keras. ** Mata Bu Ningsih berbinar dengan mulut yang menganga saat melihat baju baru yang diberikan putra semata wayangnya. “Al, baju sebagus ini, pasti mahal,” ujarnya menelisik. “Mahal, kalau kita nggak punya uang, Bu. Al dapat rejeki, jadi langsung ingat sama Ibu. Ibu tidak pernah punya baju sebagus ini, kan?” tanya Albany. “Punya. Waktu itu kan dibelikan sama istrimu. Itu juga sudah bagus
Read more

Bab 40

Dering ponsel membangunkan Albany yang masih tertidur saat matahari mulai tinggi.Emalam dia pulang sudah larut karena mengirimkan sayuran ke berbagai tempat. Tangannya mengais-ngais ponsel yang berada di belakang tubuhnya. Matanya perlahan terbuka dan menatap layar. “Bu Amel?” gumamnya dengan mata yang memicing. “Halo, iya, Bu?” ucap Albany dengan suara yang parau saat tanda telepon berwarna hijau sudah digesernya. “Al, kamu masih tidur?” tanya Amel saat mendengar suara Albany yang masih parau. Albany terkekeh, lalu bangkit duduk sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Maaf, semalam baru tidur jam tiga pagi,” jawabnya malu-malu. “Ops, sorry, Al, aku udah ganggu.” “Nggak, apa-apa, Bu. Ada yang bisa saya bantu?” Albany mulai penuh kesad
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status