Home / CEO / Bilik Lain di Rumah Suamiku / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Bilik Lain di Rumah Suamiku: Chapter 101 - Chapter 110

145 Chapters

Hanna : "Dia hanya Mencintaku!"

Hanna : "Dia hanya Mencintaiku!"Hanna menuruni anak-anak tangga setelah tahu ada tamu yang datang. Kakinya baru menjejaki separuh tangga itu, pintu sudah dibuka oleh Arista. Tampak sosok seorang pria paruh baya sudah berdiri di bawah sana."Papa?!"Subakhi mengucap salam sebelum memasuki rumah besar tersebut, sembari tersenyum tipis pada Arista yang membukakan pintu."Assalamuallaikum.""Waallaikumussalam." Arista menyahut. "Silakan masuk, Tuan."Subakhi mengangguk. Tak lama Hanna yang sudah berada di depannya meraih tangan pria itu dan mencium punggungnya."Mama gak ikut?" tanya Hanna sambil celingukan.Subakhi menoleh. "Papa baru pulang dari penjara, dan langsung ke sini.""Oh." Mulut Hanna membulat. Memang tak mungkin mamanya akan ikut ke penjara. Apalagi tadi dia mendengar sekilas, Indah bilang Zio sedang sakit.Ia merasa bersalah, tak peduli pada kondisi ponakannya dan hanya fokus pada dirinya sendiri.
Read more

Wewenang Istri Pertama

Wewenang Istri PertamaSeorang wanita menatap bayi dalam inkubator dengan tangis yang tak dapat ditahan."Kamu baik-baik saja kan, Nak?" tanya Adelia, mengusap kaca yang menjadi pembatas antara dirinya dan sang anak."Maafin, mama, ya. Kamu harus kuat. Supaya kita bisa berkumpul dan membalas perbuatan orang yang merusak hidup mama dan papa. Kalau saja orang itu tak menyentuh mama, pasti papa, mama dan kamu hidup bahagia sekarang." Panjang lebar wanita di atas kursi roda itu bicara. Seolah bayi yang tampak terpejam dan tak bergerak lantaran tertidur itu bisa mendengar dan memahami semua ucapannya.Adelia sebenarnya belum pulih benar. Namun, kemauannya yang kuat mampu memaksa semua orang untuk menuruti kemauannya.Diseka air mata di pipi yang masih tampak pucat tersebut. Adelia kembali bicara pada bayinya."Kenapa silih berganti orang datang mengacaukan hidup kita, Sayang. Belum lagi mama bisa memberi pelajaran orang jahat yang merenggut kesuc
Read more

Aku Tak Peduli Dia Jahat

Aku Tak Peduli Dia JahatAdelia duduk dengan tenang di atas kursi roda yang membawanya. Sementara seorang pria berdiri di sampingnya. Pria itulah yang sedari tadi memencet bel rumah berkali- kali atas perintah Adelia.Bean terpaksa melakukan itu, sebab wanita yang mengaku padanya memegang penuh wewenang atas kehidupan dan rumah Yusuf itu memaksa."Em, maafkan saya sudah bertindak kurang ajar, Nyonya." Bean sedikit menunduk, mengakui kesalahannya.Hanna menatap pada pria itu sejenak lalu pada Adelia yang tengah duduk di atas kursi roda. Benar juga, wanita itu tak mungkin memencet bel. Secara tak langsung permintaan maaf Bean adalah pengakuan bahwa dialah yang melakukannya."Kenapa kamu minta maaf?" Adelia mengucap dengan nada lemah, tapi sinis.Bean terdiam. Ia tak mengerti harus berbuat apa pada wanita yang terkesan paling berkuasa itu."Ya, aku maafkan. Karena itu memang sangat tak sopan! Bahkan jika itu rumahmu sendiri, Bean!" Hanna
Read more

Jangan Picik!

Jangan Picik!"Bukan saya tak percaya, Tuan. Namun, saya dan semua yang terlibat menyelesaikan kasus ini hanya bisa melihat fakta." Pengacara itu menjelaskan alasannya mengungkap kemauannya agar Yusuf mengikuti kemauan Adelia."Diamlah. Kalau memang kamu tak bisa mempercayaiku, untuk apa kamu berada di tempat ini?!" Yusuf meninggikan suaranya."Aku pikir dia akan berubah setelah kami menikah," ucap Yusuf lemah. Pria mengacak rambutnya kasar, tampak frustrasi dengan keputusan Adelia."Mungkin dia akan berubah, kalau Anda tidak mengkhianatinya, Tuan," ceplos sang pengacara yang masih kukuh pada pendapat sendiri.Hal itu membuat Yusuf sontak mendongak menatap pria itu, hingga ia jadi salah tingkah karena memahami, tatapan yang ditujukan untuknya adalah sebuah tatapan tak terima."Kalau begitu saya permisi. Saya akan mencari bukti lain. Saya akan coba mempercayai Tuan. Dan menguatkan pernyataan Anda." Sang pengacara, membereskan berkas yang semp
Read more

Bukti Akurat Tak Bisa Dielak

Bukti Akurat yang tak Bisa Dielak"Mas mau ke mana? Bukannya Mas sudah memutuskan bekerja jarak jauh sampai masalah Hanna benar-benar selesai?" tanya Indah yang melihat suaminya tampak terburu- buru akan meninggalkan kamar.Pria itu diam sejenak."Ya, benar, Ma. Tapi, aku bukannya mau kerja. Melainkan datang menemui detektif. Aku tak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut.""Apa tak bisa ditunda dulu, Pa? Zio sedang sakit," keluh Indah ingin menahan suaminya. Dan menemaninya agar lebih tenang menjaga putra mereka yang sedang sakit."Ma. Aku cuma sebentar." Zidan ingin tetap pergi, semakin lamban bergerak, masalah yang Hanna dan Yusuf hadapi tak kunjung usai."Tapi panas Zio gak turun- turun. Mama dan Papa juga sedang gak di rumah. Aku gak berani sendirian di rumah." Indah terus meminta, bahwa ia pun juga perlu dukungan sang suami apalagi di saat- saat seperti sekarang. Apalagi sejak semalam Zio terus memanggil papanya."Kamu kan g
Read more

Gelar Pelakor

Gelar PelakorMama Hanna turut menoleh kala Hanna mendapat sebuah panggilan."Assalamuallaikum, Mas ini kamu?" tanya Hanna pada orang yang menelepon dengan nomor sang pengacara."Waallaikumussalam."Hanna mendesah. Rupanya bukan suara sang suami. "Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Hanna."Ya, aku merindukanmu." Suara itu tiba-tiba berubah jadi suara Yusuf, hingga dahi Hanna mengerut sebentar lalu berubah menjadi senyum senang sekaligus lega."Ish ....""Hemh. Aku cuma mau kasih tau sesuatu, Sayang.""Ya?"Yusuf terus bicara menceritakan apa yang terjadi. Hanna mendengar semuanya secara seksama."Jadi aku harus ke rumah sakit, Mas?""Nggak usah. Mas kasih tahu supaya kamu semakin tenang. Bersabar di sana nunggu Mas.""Ya."Melihat ekspresi Hanna, sang mama setidaknya merasa lega. Anaknya tetap bahagia meski berada dalam masalah. Ini berbeda dengan apa yang ia khawatirkan sebelumnya.*
Read more

Klien yang Bucin

Klien yang Bucin"Kamu di mana?" tanya Zidan pada detektif. Setelah bertemu pengacara, ia kembali menghubungi detektifnya."Eum, ya Tuan saya akan ke rumah sakit sekarang.""Cepat, ya.""Ya. Ya."Panggilan pun diakhiri. Zidan rasanya tak sabar, melihat bukti yang menyatakan Zaki bersalah, agar kasus Yusuf segera berakhir."Mas. Ayok." Indah yang menggendong Zio mengajak suaminya pulang."Hah, apa Zio tidak dirawat inap, Ma?""Syukurlah nggak." Indah menggeleng. Wanita itu merasa lega bahwa Zio tidak sakit parah hingga perlu rawat inap di rumah sakit."Eum. Gini, Sayang, maafkan Mas." Zidan terpaksa membuat rencana lain.Dahi Hanna berkerut mendengar itu. Rasanya ada yang tak beres dari raut wajah sang suami."Ada apa?""Eum. Bentar." Zidan mengeluarkan ponsel menghubungi sopir agar menjemput Indah dan anak mereka. Tadinya ia ingin memanggil taksi online, tapi itu terlalu beresiko."Sopir?" Mat
Read more

Yusuf : "Sampai Bertemu dii Rumah"

Yusuf : "Sampai Bertemu di Rumah" Mata pria yang menenteng tas di tangan itu, menyipit kesal kala melirik pintu yang tertutup perlahan. Lalu menampakkan sosok kliennya bergegas merengkuh wanita cantik dengan balutan khimar syari, yang baru datang. Pengacara itu mendesah hingga pintu benar- benar telah tertutup rapat. Ia kemudian keluar ruangan dengan bersungut-sungut. Menurutnya apa yang dilakukan Yusuf sangat keterlaluan. Seharusnya dia lebih mementingkan kasusnya ketimbang mengurus perasaannya pada wanita. Lagipula setelah ini Yusuf akan segera bebas dan bisa melakukan apa pun dengan istrinya. Jadi bukankah seharusnya bisa menghargai sang pengacara dengan mendengarkan apa yang didapat hari ini. "Pak, apakah saya masih bisa bertemu klien lahi setelah ini?" tanya sang pengacara yang menahan kecewa. "Kita lihat nanti. Apa ada perkembangan kasus?" tanya polisi yang berjaga. "Ya, klien saya sudah mengajukan percepatan sidang dan telah dis
Read more

Aku Juga Istrinya

Aku Juga IstrinyaPengacara lega akhirnya bisa masuk ruangan, meski harus dinomor- duakan oleh kliennya. Saat masuk, Yusuf tampak gelisah. Pengacara itu geleng-geleng melihat ekspresi pria tersebut."Anda tampaknya sangat mencintai istri Anda yang kedua. Padahal pakaiannya tertutup, pendiam dan berbeda seperti Nyonya Adelia yang lebih terlihat berani." Pengacara membandingkan antara kedua istri Yusuf.Dari penampilan, tentu saja pria normal akan lebih tertarik pada wanita seperti Adelia, yang kecantikannya diperlihatkan secara langsung. Bukan hanya wajahnya yang sudah menawan, ditambah aurat yang terbuka, menjadi sumber yang manarik mata-mata lelaki.Apalagi dia terlihat tegas bicara di depan siapa pun hingga pengacara itu pikir Adelia adalah wanita yang penuh semangat. Hal ini jelas berbeda dengan Hanna yang serba tertutup. Bukan hanya pakaian tapi juga sikapnya yang menutup diri dari banyak pria yang bukan mahramnya.Yusuf mendecih mendengar pern
Read more

Pendek Akal

Pendek AkalSementara Adelia bicara pada petugas, Bean mencuri-curi kesempatan untuk balik menghubungi Arista. Ingin memastikan apa yang rekannya itu inginkan. Mengingat tadi saat memapah Adelia masuk, ponsel dalam sakunya terus berdering.Yang Bean herankan, kenapa Adelia bisa hanya diam dan tak memintanya mengangkat. Seolah tak risih mendengar dering tersebut terdengar berulang. Bean jadi kepikiran, kalau Arista melakukan panggilan beruntun pasti ada sesuatu yang terjadi.Pria itu memilih tempat agak sepi dengan menjauh dari Adelia. Agar tak menjadi pusat perhatian yang lain tapi tetap terlihat oleh Adelia. Karena wanita itu pasti marah, saat dia perlu dan Bean tak ada di sampingnya.Diklik kontak atas nama 'Rekan Cantik' di deretan kontak yang disimpan di ponselnya. Tak lama panggilan pun tersambung, dan dengan cepat Arista mengangkatnya."Halo, Bean. Kenapa gak diangkat-angkat, sih? Mana pesan WA juga gak dibalas!" omel Arista begitu panggilan
Read more
PREV
1
...
910111213
...
15
DMCA.com Protection Status