Bukti Akurat yang tak Bisa Dielak
"Mas mau ke mana? Bukannya Mas sudah memutuskan bekerja jarak jauh sampai masalah Hanna benar-benar selesai?" tanya Indah yang melihat suaminya tampak terburu- buru akan meninggalkan kamar.
Pria itu diam sejenak.
"Ya, benar, Ma. Tapi, aku bukannya mau kerja. Melainkan datang menemui detektif. Aku tak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut."
"Apa tak bisa ditunda dulu, Pa? Zio sedang sakit," keluh Indah ingin menahan suaminya. Dan menemaninya agar lebih tenang menjaga putra mereka yang sedang sakit.
"Ma. Aku cuma sebentar." Zidan ingin tetap pergi, semakin lamban bergerak, masalah yang Hanna dan Yusuf hadapi tak kunjung usai.
"Tapi panas Zio gak turun- turun. Mama dan Papa juga sedang gak di rumah. Aku gak berani sendirian di rumah." Indah terus meminta, bahwa ia pun juga perlu dukungan sang suami apalagi di saat- saat seperti sekarang. Apalagi sejak semalam Zio terus memanggil papanya.
"Kamu kan g
Gelar PelakorMama Hanna turut menoleh kala Hanna mendapat sebuah panggilan."Assalamuallaikum, Mas ini kamu?" tanya Hanna pada orang yang menelepon dengan nomor sang pengacara."Waallaikumussalam."Hanna mendesah. Rupanya bukan suara sang suami. "Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Hanna."Ya, aku merindukanmu." Suara itu tiba-tiba berubah jadi suara Yusuf, hingga dahi Hanna mengerut sebentar lalu berubah menjadi senyum senang sekaligus lega."Ish ....""Hemh. Aku cuma mau kasih tau sesuatu, Sayang.""Ya?"Yusuf terus bicara menceritakan apa yang terjadi. Hanna mendengar semuanya secara seksama."Jadi aku harus ke rumah sakit, Mas?""Nggak usah. Mas kasih tahu supaya kamu semakin tenang. Bersabar di sana nunggu Mas.""Ya."Melihat ekspresi Hanna, sang mama setidaknya merasa lega. Anaknya tetap bahagia meski berada dalam masalah. Ini berbeda dengan apa yang ia khawatirkan sebelumnya.*
Klien yang Bucin"Kamu di mana?" tanya Zidan pada detektif. Setelah bertemu pengacara, ia kembali menghubungi detektifnya."Eum, ya Tuan saya akan ke rumah sakit sekarang.""Cepat, ya.""Ya. Ya."Panggilan pun diakhiri. Zidan rasanya tak sabar, melihat bukti yang menyatakan Zaki bersalah, agar kasus Yusuf segera berakhir."Mas. Ayok." Indah yang menggendong Zio mengajak suaminya pulang."Hah, apa Zio tidak dirawat inap, Ma?""Syukurlah nggak." Indah menggeleng. Wanita itu merasa lega bahwa Zio tidak sakit parah hingga perlu rawat inap di rumah sakit."Eum. Gini, Sayang, maafkan Mas." Zidan terpaksa membuat rencana lain.Dahi Hanna berkerut mendengar itu. Rasanya ada yang tak beres dari raut wajah sang suami."Ada apa?""Eum. Bentar." Zidan mengeluarkan ponsel menghubungi sopir agar menjemput Indah dan anak mereka. Tadinya ia ingin memanggil taksi online, tapi itu terlalu beresiko."Sopir?" Mat
Yusuf : "Sampai Bertemu di Rumah" Mata pria yang menenteng tas di tangan itu, menyipit kesal kala melirik pintu yang tertutup perlahan. Lalu menampakkan sosok kliennya bergegas merengkuh wanita cantik dengan balutan khimar syari, yang baru datang. Pengacara itu mendesah hingga pintu benar- benar telah tertutup rapat. Ia kemudian keluar ruangan dengan bersungut-sungut. Menurutnya apa yang dilakukan Yusuf sangat keterlaluan. Seharusnya dia lebih mementingkan kasusnya ketimbang mengurus perasaannya pada wanita. Lagipula setelah ini Yusuf akan segera bebas dan bisa melakukan apa pun dengan istrinya. Jadi bukankah seharusnya bisa menghargai sang pengacara dengan mendengarkan apa yang didapat hari ini. "Pak, apakah saya masih bisa bertemu klien lahi setelah ini?" tanya sang pengacara yang menahan kecewa. "Kita lihat nanti. Apa ada perkembangan kasus?" tanya polisi yang berjaga. "Ya, klien saya sudah mengajukan percepatan sidang dan telah dis
Aku Juga IstrinyaPengacara lega akhirnya bisa masuk ruangan, meski harus dinomor- duakan oleh kliennya. Saat masuk, Yusuf tampak gelisah. Pengacara itu geleng-geleng melihat ekspresi pria tersebut."Anda tampaknya sangat mencintai istri Anda yang kedua. Padahal pakaiannya tertutup, pendiam dan berbeda seperti Nyonya Adelia yang lebih terlihat berani." Pengacara membandingkan antara kedua istri Yusuf.Dari penampilan, tentu saja pria normal akan lebih tertarik pada wanita seperti Adelia, yang kecantikannya diperlihatkan secara langsung. Bukan hanya wajahnya yang sudah menawan, ditambah aurat yang terbuka, menjadi sumber yang manarik mata-mata lelaki.Apalagi dia terlihat tegas bicara di depan siapa pun hingga pengacara itu pikir Adelia adalah wanita yang penuh semangat. Hal ini jelas berbeda dengan Hanna yang serba tertutup. Bukan hanya pakaian tapi juga sikapnya yang menutup diri dari banyak pria yang bukan mahramnya.Yusuf mendecih mendengar pern
Pendek AkalSementara Adelia bicara pada petugas, Bean mencuri-curi kesempatan untuk balik menghubungi Arista. Ingin memastikan apa yang rekannya itu inginkan. Mengingat tadi saat memapah Adelia masuk, ponsel dalam sakunya terus berdering.Yang Bean herankan, kenapa Adelia bisa hanya diam dan tak memintanya mengangkat. Seolah tak risih mendengar dering tersebut terdengar berulang. Bean jadi kepikiran, kalau Arista melakukan panggilan beruntun pasti ada sesuatu yang terjadi.Pria itu memilih tempat agak sepi dengan menjauh dari Adelia. Agar tak menjadi pusat perhatian yang lain tapi tetap terlihat oleh Adelia. Karena wanita itu pasti marah, saat dia perlu dan Bean tak ada di sampingnya.Diklik kontak atas nama 'Rekan Cantik' di deretan kontak yang disimpan di ponselnya. Tak lama panggilan pun tersambung, dan dengan cepat Arista mengangkatnya."Halo, Bean. Kenapa gak diangkat-angkat, sih? Mana pesan WA juga gak dibalas!" omel Arista begitu panggilan
Sakit Hati Istri PertamaYusuf memilih tidak banyak bergaul dengan narapidana lain, dan berdiam diri di sel dengan memperbanyak amaliyah yang sebelum ini banyak terbengkalai oleh pekerjaannya.Barangkali ini cara Allah, mengingatkan pria tampan itu agar kembali pada Tuhannya. Tidak lalai dan terus disibukkan oleh urusan dunia yang tak ada habisnya.Sementara di sel lain. Zaki dijemput oleh sipir untuk dipindahkan sel. Karena laporan pengacara, dan sang detektif sebagai saksi. Mengingat kasusnya adalah pembunuhan, polisi menerapkan penjagaan lebih ketat untuknya.Zaki sudah buntu. Ia tak tahu harus minta tolong pada siapa. Bahkan hingga detik ini, belum menemukan pengacara yang mau membela.***Begitu mobil yang dikemudikan Arista masuk ke area kantor polisi, Hanna langsung bergegas keluar. Tak sabar mencapai ruangan dan melaporkan apa yang sudah menimpa sang mama."Hati-hati Nyonya!" seru Arista yang baru melepas sabuk pengaman. Semen
Dua Polisi"Yang dia alami tak sebanding, bahkan tidak seujung kuku dari pada penderitaanku selama 6 bulan terakhir, dikurung dalam bilik itu." Adelia kembali bicara di tengah tatapan kosongnya."Maaf, bukan enam bulan Nyonya. Saya mendengar cerita dari satpam yang bekerja. Bahwa Tuan Yusuf belum lama menempati rumah itu.""Apa maksudmu?" Adelia menoleh cepat. Seolah tak terima pernyataannya dibantah."Saya hanya menyampaikan apa yang saya dengar. Em, itu saja. Maaf jika tidak berkenan." Suara Bean melemah. Takut jika majikannya itu marah karena kebenaran yang diungkapkan.Setelah beberapa detik menatap wajah Bean, yang tampak dari sisi kiri itu, Adelia melengos. Kembali menatap jalanan yang tak berujung di luar mobil. Menatap keramaian manusia yang sudah lama tak ia saksikan.Pikirannya mengembara. Sebenarnya dia sudah memahami hati Yusuf, bukan miliknya. Pria itu membawanya meski telah pindah rumah pasti karena ingin melindungi, bukan kare
Hal tak Terduga"Hehm. Kudengar kamu akan sidang besok." Alex menyandar di dinding, di mana Yusuf duduk di sebuah kursi tak jauh darinya."Argh! Sial! Padahal aku senior di sini. Masuk lebih dulu sebagai narapidana. Malah dapat giliran belakangan," keluh Alex yang merasa kecewa.Meski kenyataannya, ia sadar, bahwa antara dirinya dan Yusuf memiliki loyalitas dari orang sekitar dengan kadar yang berbeda.Bukan hanya seorang Presdir yang memiliki kekuasaan sendiri, Yusuf bahkan memiliki orang tua sehebat Eksha. Belum lagi dari pihak keluarga Hanna. Mereka juga pasti tak akan tinggal diam membiarkan Yusuf berlama-lama dalam penjara.Yusuf tampak tenang. Masih tak ingin terpancing dan meladeni omong kosong pria yang tergila-gila pada istrinya, Hanna.Alex menyesap rokok yang didapat dari narapidana lain, memainkan asap-asapnya, sambil sesekali melirik ke arah Yusuf dengan senyum masam.Yusuf masih tampak tenang dengan buku yang dipegang. M
EP Terakhir - Pujian"Pa, belum tidur?" tanya Zidan pada papanya yang tengah duduk di ruang kerjanya menatap layar komputer. Ia sengaja bertanya, sebagai isyarat meminta izin meminta masuk dan menggangu sang papa."Oh." Papa Zidan yang juga papa dari Hanna itu sontak mendongak. Menatap ke pintu, di mana asal suara datang.Meski pria tua itu tampak sibuk memandangi komputer, namun, kenyataan ... pikiran pria paruh baya itu tak sedang ada di sana. Ia terus kepikiran pada munculnya Alex di depan mereka hari ini. Seseorang yang ia pikir akan mendekam di penjara lebih lama.Putra sulungnya itu lalu masuk ke dalam. Ia duduk di sofa yang jaraknya berdekatan."Apa Papa tahu sesuatu tentang Alex?" Zidan menyampaikan kekhawatirannya melihat sosok Alex tadi pagi.Ia ingin menghubungi pemuda yang dulu jadi teman dekatnya tersebut. Akan tetapi, takut jika masalah justru akan bertambah rumit.Pria paruh baya itu menggeleng. "Aku tak tahu apa pun."
EP11 - Malam Pertama"Apa kamu sudah siap?" tanya Henry yang sudah berdiri di depan ranjang. Di mana Adelia tengah memeluk putrinya.Henry merasa sudah sangat bersih sekarang. Mandi dan menggosok tubuhnya lebih dari setengah jam. Menggosok gigi dan memakai parfum di mulutnya. Juga menyemprotkan ke seluruh tubuh yang hanya dibalut pakaian handuk."Hem?" Mata gadis kecil di pelukan Adelia sontak membuka sempurna.Saat itu Adelia memejamkan mata.Henry tampaknya tak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi anak kecil yang akan tidur. Ini saja dia perlu mendongeng, bercerita tentang masa kecilnya, juga menjanjikan banyak hal menyenangkan untuk putrinya kalau dia mau tidur dengan cepat.Akan tetapi ... sekarang. Hanya dalam hitungan detik, Henry mengacaukannya."Ayah mau ke mana Bunda? Aku boleh ikut kan?""Huhhh. Sabar ....." Adelia mengenbus berat. Ia kemudian melirik pada Henry yang tampaknya juga sangat kecewa kala melihat gadis k
EP10 - Double Date (3)"Mau ke mana malam-malam begini?" tanya Maya pada Alex."Ke rumah teman. Bentar Mi." Pria yang sedang sibuk mengikat tali sepatu itu menyahut. Melirik sekilas wanita yang selama ini setia menemaninya."Lex, Mami gak mau kamu kena masalah lagi, ya." Maya mengingatkan. Sudah cukup mereka merasakan hidup lebih sulit dari sebelumnya tanpa Alex.Pikir Maya, sekarang ini, dua keluarga kaya itu pasti tengah mengawasi Alex dan mencari-cari kesalahannya."Iya. Mi. Tenang saja." Alex menyahut singkat. Kali ini ia telah berdiri tegak di atas kedua kakinya dan siap bergerak pergi."Aku pamit dulu." Pria itu menunjuk keluar, di mana mobil sudah siap di depan rumah mengantarnya ke mana saja."Ya." Maya melepas putranya dengan kondisi hati yang was-was. Berharap Alex bisa memegang kata-kata, dan tak membuat masalah di luar sana.***"Jadi tadi ... aku bertemu dan bicara dengan Alex, bahkan dia sempat mencengkeram
EP9 - Double Date 2Yusuf menyerah. "Kita bahas soal bulan madu kita saja.""Hah?" Mata Hanna membulat. Semudah itu? "Bu- bukan kita yang bulan madu, tapi mereka Mas.""Tapi kita diajak untuk meramaikan acara mereka." Yusuf tersenyum pada Hanna."Yeah! Itu lebih baik!" Henry berseru senang. Sejak awal pria itu memang terus terlihat senang. Apalagi ini adalah malam pertamanya dengan Adelia.Karena itu juga lah, Yusuf yang sebenarnya sangat kesal, menahan diri untuk tidak marah. Tak etis rasanya kalau harus merusak kebahagiaan pengantin baru karena kesalahan yang menurutnya tak disengaja."Btw, Mas bakal perjalanan bisnis ke mana?" tanya Henry."Ke Inggris. Kami perlu bertemu klien dan memeriksa lapangan untuk memutuskan apakah tanda tangan kontrak atau tidak." Yusuf menjelaskan hal yang tak Henry pahami."Yah ... kenapa ke Inggris. Kami baru mau rencana ke Turkey berkunjung ke Aya Sofia." Henry menyayangkannya."Wah, kali
EP8 - Double DateAlex mondar-mandir gelisah di dekat meja makan. Meski sang mami sudah menyediakan makanan lezat di atas meja, pria itu tampak tak berselera untuk menyantapanya."Lex kenapa tidak segera duduk dan makan?" tanya Maminya heran. Pemuda itu malah mondar-mandir gak jelas, dan membiarkan makanan sampai dingin."Mi, udah dapat telepon dari Tante Risa?" tanya Alex penasaran.Mami Alex menggeleng. "Belum, sabar. Sekarang dia pasti sedang berusaha keras membujuk Om kamu buat maafin kita."***"Waallaikumussalam. Mas Yusuf. Baiknya kamu pulang deh sekarang.""Hah? Pulang?" protes Yusuf. Dia bahkan baru sampai. "Ada apa?""Udah cepetan. Ini aku mumpung baik loh ngasih tau!" teriaknya memaksa di ujung telepon.Yusuf terbengong-bengong. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan kerisauan hatinya. Atau pria itu cuma mengerjainya saja? Henry kan dikenal usil."Bilang deh. Kamu ngerjain aku, ya.
EP7 - Paksaan Henry pada YusufHanna tak ingin mempedulikan Alex dan berjalan begitu saja melewati pria itu. Namun, di saat bersamaan, tangan panjang Alex dengan cepat meraih lengan wanita tersebut. hingga langkah wanita itu terhenti.Merasa tak nyaman dan risih, Hanna menarik kasar tangannya. "Jaga perilakumu!" tekannya mengacungkan jari tepat ke wajah Alex, dengan tatapan tajam pada pria itu."Oke." Alex mengangkat kedua tangannya. Seolah takut pada ancaman Hanna. "Ck. Galak amat. Padahal aku udah berubah jadi anak baik." Senyumnya tipis. Ingin menunjukkan ketulusan pada lawan bicaranya, kalau dia memang sudah berubah.Hanna bergerak mundur, sekira tak lagi sampai Alex meraihnya. Tak ingin berlama-lama meladeni pria yang menurutnya gila, kakinya pun bergerak semakin cepat menjauh.Alex hanya bisa tersenyum. Tak mudah mengambil hati orang-orang yang disakitinya."Yah, semua perlu waktu. Aku akan mencoba memahami itu." Pria itu memiringkan s
EP6 - Apa Maumu, Lex!?Tujuan utama Alex ke rumah Adelia, selain membuat semua orang yang bahagia saat dia di penjara, terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba, adalah untuk bertemu sosok wanita yang terus dirindukannya, Hanna.Setelah menemui Adelia dan suaminya, ia berkeliling mencari di mana Hanna berada. Namun, setelah mendapati Eksha dan tantenya Risa sudah tak terlihat, ia pun yakin bahwa Hanna juga sudah pulang bersama mertuanya itu. Apalagi Yusuf juga tak terlihat. Sepasang suami istri itu harusnya bersama, jika tak ada salah satunya, berarti satu yang lain pun tak ada.Merasa putus asa, Alex akhirnya memilih pulang saja. Dia bisa meneruskan keinginannya itu di lain waktu, dan beristirahat untuk sekarang. Sepulang dari lapas, punggungnya sama sekali belum bertemu tempat rehat, bahkan sekedar untuk bersandar. Di dalam mobil pun, tanpa sadar ia terus duduk tegap, karena serius menyimak penjelasan pengacara yang dibawa sang mami.Langkah lebar pr
EP5 - Bawa Aku, Mas!"Selamat ya," ucap Alex sembari menyodorkan tangan pada mempelai wanita yang kini sedang beristirahat di ruang ganti. Seluruh make up di wajahnya dibersihkan oleh penata rias.Adelia mengerutkan kening. Ia tampak tak mengenali pria itu, lalu menangkupkan dua tangannya. Kenapa ada pria asing yang bisa masuk ke ruang pribadinya. Keluarga atau kenalan dekat memang masih dibolehkan untuk masuk, tapi ia merasa tak mengenal Alex.Alex tersenyum. Meski kecewa respon yang didapat tak sebaik bayangannya. Dia lalu beralih ke mempelai laki-laki. Pria itu dengan terpaksa meraih tangan Alex."Selamat ya, Dokter em ...." Alex tampak berpikir. Bodohnya tak memperhatikan banner di depan dengan nama sepasang pengantin di sana."Henry. Nama saya Henry." Pria itu tersenyum tipis. Setelah bersalaman Alex pun menjauh."Siapa dia?" bisik Henry yang merasa aneh. Karena bahkan wanita yang sudah sah jadi istrinya itu tak mengenalnya."Ent
EP4 - Turunin, Mas!Hanna baru saja selesai mandi. Wanita itu keluar dari pintu toilet sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil."Kenapa pakai handuk kecil itu? Bakal lama selesainya. Itu ada hair dryer." Yusuf yang tengah menggendong Akhyar menunjuk ke arah lemari.Hanna menggeleng. Nanggung menurutnya. Pakai handuk kering sudah cukup simple tak perlu menyalakan mesin dan menggerakkannya ke kepala. Lagi pula mereka tak sedang buru-buru, karena takut kepergok berduaan di kamar itu."Ck. Pasti sengaja, ya. Mau goda," goda Yusuf dengan menyebut Hanna yang menggodanya."Ish, apa sih, Mas? Baru juga selesai. Masa goda lagi," protes Hanna sambil mencebik, melirik pura-pura kesal ke arah sang suami."Heleh. Pura-pura jaim." Yusuf tak menyerah. "Ya, kan, Dek." Kini tatapannya beralih pada batita dalam gendongan. Rasanya senang saja Hanna kesal, dan hanya memperhatikannya."Hehmh. Mas kali yang jaim. Padahal pengen lagi kan tapi ngomong