Beranda / Romansa / PENGAKUAN ANAKKU / Bab 121 - Bab 130

Semua Bab PENGAKUAN ANAKKU: Bab 121 - Bab 130

196 Bab

Bab 121 - Celoteh Dila.

"Sandal dari siapa ya?" aku mengamati dengan jeli, mata terbelalak melihat merek yang ada di samping sandal."Duh, bukan sembarang sandal sih. Ini salah kirim apa ya?" gumamku sambil meraih paperbag dan membaca tulisan yang ada di depannya."Untuk Larissa ... Disini, memang hanya aku sih yang namanya Larissa."Kepala menggeleng pelan, perlahan duduk di atas kursi lalu memakai sandal tersebut. Sesuai dugaan, sandal ini memang sangat nyaman di pakai.Melanjutkan pekerjaan, sedikit demi sedikit aku bisa memahami keseluruhan yang tertulis di buku jurnal. Hati bertekad, akan terus semangat dan menjadi asisten andalan Boss besar, demi masa depan keluarga kecilku.Takku pedulikan lagi siapa yang memberi sandal mahal ini, namun aku sangat berterimakasih.***Ofd"Loh ada, Bagas?" aku tersenyum tipis seraya berjalan kearahnya yang sedang duduk di loby kantor."Hei, sepertinya hari ini sibuk sekali." ujarnya sambil bangkit dari tempatnya."Iya. Kerjaan lumayan banyak." jawabku sambil meringis."
Baca selengkapnya

Bab 122 - Kikuk.

"Eh ... aduh." aku meringis dengan wajah tak enak melihat Bagas."Ayah kamu, ganteng Dila." suara bisik Keyla terdengar di telingaku."Iya, dong. Ayah siapa dulu ..." Dila berucap dengan bangga menatap Bagas dengan mata berbinar-binar. Aku semakin menggaruk kepala yang terasa seperti bongkahan es batu. Sangat dingin.Namun wajah, entah mengapa terasa begitu hangat."Dila ... ya ampun." aku meringis, melirik malu kearah, Bagas."Key, tuh Bunda Ayu manggilin kamu." aku tersenyum manis kearah, bocah berkuncir kuda itu, jemariku menunjuk kearah Bunda Ayu yang sibuk di depan gerobak bakso."Iya, Bunda ..." Keyla menoleh ke Bundanya, lalu berlari kecil meninggalkan Dila."Huhh ..." aku meringis, menarik pelan tubuh Dila yang terus merapat pada Bagas."Ayok, kita beli ice cream." aku berujar lepas, mencoba menghindar dari tatapan Bagas yang menatapku dengan tatapan sendu.Aaiissh ... apa sih yang aku pikirkan.Aku masih belum berani menegur, Dila. Sebab, Bagas yang sejak tadi mengekori langk
Baca selengkapnya

Bab 123 - Bimbang.

Bagas menegakkan badan, lalu mengulang kalimat yang sama ....Aku terpaku, cukup terkejud mendengar ucapannya. Bagas masih terdiam, menunggu jawabanku. Mata beralih pada cincin yang berteger manis di dalam kotak, lalu berganti memandang Bagas yang tersenyum tipis dengan wajah tegang."Riss ....""Eh," aku tergagap, mengambil nafas panjang menyenderkan tubuh yang sempat membeku ini."Kamu mau menikah denganku?" wajah itu menyimpan harapan, menatap dengan lekat."Gas, aku ini ja-nda ..." aku terbata, mengingat status saat ini. Bagas masih bujang, tampan dan mapan. Rasanya, aku masih belum percaya dengan sikapnya yang tiba-tiba seperti ini."Apa masalahnya. Aku nyaman sama kamu, sayang sama kamu. Dan Dila ... aku sudah menganggapnya seperti anakku sendiri." Aku tertegun, menatap dalam sorot matanya."Gas ..." aku mulai tak nyaman. Jantung mendadak bertalu dengan kencang."Kamu kenapa, Riss." Bagas menaruh kotak perhiasan itu di atas meja, menatap cemas kearahku."Muka kamu pucat, Riss.
Baca selengkapnya

Bab 124 - Bagas.

Suara adzan subuh lamat-lamat terdengar, mata mengejrap pelan meraba bawah bantal mencari benda pipih. Waktu menunjukan pukul 04:35, aku meregangkan otot lalu kembali menarik selimut. Mata terasa begitu lengket, tak mau terbuka sedikit pun. Aku memejamkan mata, sambil menunggu alarm berbunyi."Mah ... Mamah," suara Dila terdengar, seirama dengan tepukan dipipi ini. Aku menarik nafas, kembali menarik selimut."Mah, ayok sholat subuh, sudah jam 6." suara Dila kembali terdengar, membuat aku berusaha membuka mata."Sholat dulu, Mah, nanti tidur lagi." cerocos, Dila. Meniru kata-kataku, setiap membangunkannya sholat subuh."Iya," jawabku dengan suara serak. Menggerakkan tubuh, duduk bersandar di sisi ranjang."Dila sudah sholat?" bocah perempuan, yang sedang melepas mungkena itu mengangguk dengan cepat."Tadi Dila ke bangun karna mulas, ya sudah sekalian sholat sama Bik Narti. Mamah di bangunin susah." jelasnya dengan nada penuh semangat."Oh, iya." aku mengangguk, sambil menguap panjang.
Baca selengkapnya

Bab 125 - Selalu Ada.

Bagas mematung di tempat, bisa aku rasakan tangannya terangkat menepuk bahuku dengan pelan. Aku benar-benar ketakutan, namun saat berada di dalam peluknya, rasa takut itu sedikit mengikis."Aaaw." Bagas merintih sakit, sontak membuatku mengurai pelukan dengan panik."Sakit?" tanyaku sambil menatap lekat bola matanya. Bagas tersenyum tipis, lalu menggeleng pelan.Hening ....Kami bertatapan dengan mulut yang sama-sama terbungkam. Aku tersenyum kikuk, melirik botol minuman yang ada di atas nakas."Mau minum?" tanyaku."Ya." sahut Bagas seraya mengangguk pelan."Ini ..." aku menyodorkan botol minuman setelah membukanya. Bagas meraih botol, minum dengan perlahan."Ka-mu, kenapa ada di sini?" tanyaku kemudian."Bik Narti yang telepon. Kebetulan, kemarin malam baru saja sampai rumah." jawabnya."Makasih ya."Bagas mengangguk, dengan senyum tipis.Kami sama-sama kembali terdiam, Bagas yang biasa selalu ceria melempar tanya, kini hanya tersenyum dengan mulut yang seolah terkunci. Tak sudikah,
Baca selengkapnya

Bab 126 - Celoteh Dila.

Bisa aku rasakan bibir ini terkecup lembut olehnya, Bagas menarik diri meraba hidung dan bibir ini lalu kembali mengecupnya kali ini dengan lumatan manis yang memabukkan.Hhhh ....Mata terpejam erat, hembusan nafas Bagas membuat bulu kuduk meremang seketika.Hhhh ....Bagas menarik diri, mataku terbuka pelan, terlihat Bagas menatap mata ini dengan sangat-sangat sendu."Setiap malam ... aku bahkan selalu bermimpi mencumbui dirimu." lirihnya dengan tatapan lembut. Kembali wajahnya mendekat, kali ini mencium keningku."Sayang kamu ...."Bagas melonggarkan tubuh. Menatap penuh cinta. Aku hanya tersenyum, sedikit menggerakan badan agar sedikit menjauh darinya. Aku benar-benar tegang, tak ingin mati membeku ditempat jika terlalu lama berhadapan. Namun, sebelum aku bergerak jauh, Bagas kembali menarik tubuh ini dan memeluknya dengan erat."Makasih banyak ..." lirih suaranya berbisik di telinga.Selepas mengurai pelukan, kami berdua sama-sama terdiam dengan wajah yang sangat canggung."Aku p
Baca selengkapnya

Bab 127 - Hangat.

"Riss ... aku tidak salah lihatkan?" Bagas membeku ditempat.Aku mengangguk pelan. Lalu menggelengkan kepala.Itu ... bukankah, seharusnya itu adalah kalimatku?"Dila ... Dila, gemesin banget sih." gumam Bagas menggeleng-gelengkan kepalanya."Ayok masuk." Bagas mendekat sambil mengulurkan tangannya. "Tarik nafas dulu, tegang banget sih." Bagas tersenyum jahil, menjawil hidungku."Oke." aku menarik nafas, melangkah masuk ke dalam rumah.Bukan hanya di halaman, di dalam pun rumah ini benar-benar sangat megah. Televisi sebesar layar bioskop bertengger di ruang tamu, sofa mewah dengan warna coklat tua mengelilingi meja dengan guci yang terlihat mahal yang berada di sudut ruangan.Rumah dengan cat berwarna putih bersih ini, begitu mewah dan elegan. Perabotan mahal dan cantik bertengger manis di dalam lemari kaca besar di sudut ruangan.Wangi bunga lavender menyerang indra penciuman, Bagas menghempaskan tubuh di sofa panjang yang terlihat sangat empuk tersebut."Sini, sayang ..." Bagas mene
Baca selengkapnya

Bab 128 - Gaun Pengantin.

"Hah ... cuti menikah?" Pak Abi tertegun saat mendengar kalimatku, yang mengatakan izin untuk menikah."Iya, Pak." sahutku canggung."Ke-napa?" mata Itu mengerjap, tangan Pak Abi yang sejak tadi memegang map terlepas begitu saja."Ma-ksuda saya. Kapan ... ya, kapan kamu akan menikah?" suara itu terdengar terbata-bata. Bibirnya melengkung tipis, seolah terpaksa."Insha Alloh, jika tidak ada halangan, dua minggu dari sekarang." jawabku sopan."Hah?" lagi, Pak Abi terperangah mendengar kalimatku."Si-apa ... siapa laki-laki itu?" alisku menaut mendengar pertanyaannya.Mm ... siapa ya. Bagaimana caraku menjelaskannya?"Tadinya kami berteman, lalu--""Lalu kalian memutuskan untuk menikah, begitu?" Pak Abi menyela kalimatku."Ya ..." aku mengangguk ragu.Terdengar decakan kecil dari bibirnya, laki-laki berhidung mancung dengan jembros tipis itu mengurut kening dengan mata yang terpejam."Kamu yakin mau menikah?" lagi, alisku menaut mendengar pertanyaannya."I-ya, Pak." aku tersenyum canggun
Baca selengkapnya

Bab 129 - Terkejud

"kenapa?" Bagas mengkerutkan alis, menatap bingung."Hei ..." tangannya mengibas di depan wajahku. "Hem?" Bagas menatap sendu."Ini ... ini bukan mimpikan?" lirihku bersuara.Bagas tersenyum simpul, tangannya menarik pipiku dengan gemas."Issh ..." aku mencoba menghindar."Sakit?" tanyanya dengan senyum lebar."Tidak juga sih," jawabku seraya meringis mengusap pipi bekas jawilannya."Lagian aneh, masa mimpi." Bagas tertawa renyah."Kamu suka yang mana, ayok, di coba. Pasti kamu makin cantik pakai gaun ini." Bagas mengamati gaun pengantin berwarna putih tulang dengan teliti, matanya berbinar, mungkin kagum dengan kecantikan gaun pengantin di depannya."Hei, Rissa, kenapa diam saja?" Mamih berjalan mendekat kearahku."Mah, Dila mau pakai gaun ini ya. Cantik sekali ..." Dila memamerkan gaun pengantin persi kecil di hadapanku. Aku tersenyum seraya mengangguk, mata ini sudah berkaca-kaca.Rasanya, hati masih belum percaya. Aku dan Dila, di perlakukan seistimewa ini."Tant ..." aku menatap
Baca selengkapnya

Bab 130 - Memohon.

Tubuh ini membeku di tempat, nafas mendadak berhembus tak karuan."Mah, itu Ayah ..." Dila menarik ujung bajuku. "Ada Nenek, Hanum juga." Dila berlari menuju pagar rumah, berhamburan memeluk, Ayahnya."Dila kangen, Yah." Mas Rudi menggendong, Dila. Memeluknya dengan erat."Ayah juga sayang ..." Mas Rudi menghujani ciuman di pipi dan kepala anaknya. Bisa aku lihat, mata Mas Rudi memerah berkaca-kaca."Emm ... cucu cantiknya, Nenek." Ibu Mas Rudi ikut mencium gemas pipi anakku.Aku lihat, mantan Ibu mertua tersenyum kikuk berjalan kearahku kedua tangannya membawa paperbag besar."Assalamuallaikum ..." salam Ibu Hanum, mengiringi langkahnya."Waalaikumsallam," aku menjawab dengan suara pelan."Rissa sehat?" Ibu Hanum menyapa dengan senyum ramah. Aku langsung mencium tangannya, saat jarak kami sudah sangat dekat.Aah ... mengapa aku sangat tegang. Aku bahkan bisa mendengar detak jantungku sendiri."Hem? Rissa sehat?" Ibu Hanum mengulang pertanyaan. Tangannya menggenggam jemariku dengan e
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
20
DMCA.com Protection Status