Home / Pernikahan / Air Mata Maduku / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Air Mata Maduku: Chapter 81 - Chapter 90

105 Chapters

Dia Harus Jadi Milikku

POV DewaKulajukan mobilku dengan kecepatan sedang. Tak lupa aku mampir ke sebuah toko kue Abanda di sebuah mall. Zahra sangat menyukai brownies kukus dari toko kue itu. Dia pasti senang aku bawakan makanan kesukaannya. Hatinya pasti akan tersentuh. Ah, rasanya sudah tidak sabar ingin kembali memiliki wanita cantik itu. Betapa bodohnya aku telah mengabaikan sebuah permata demi seonggok sampah. Akhir-akhir ini aku jarang sekali melihat Zahra dekat dengan Devan. Semoga saja mereka sudah tak berhubungan lagi. Sepertinya sejak Devan melihatku memeluk Zahra pagi itu, Devan tak lagi mendekati Zahra. Aku tersenyum sendiri jika mengingat hal itu. Mobilku telah terparkir sempurna di depan kantor cabang. Rasa rindu yang berlipat-lipat membuatku ingin segera melangkah masuk ke dalam gedung ini. "Selamat sore Pak Dewa!" sapa seorang security saat aku sudah memasuki lobby gedung ini. "Sore! Bu Zahra ada?" "Ada, Pak," sahut resepsionis di sampingnya. "Mari saya antar ke ruangannya, Pak!" Secur
Read more

Jagain Kamu

Masalahku dengan Mas Dewa sudah selesai. Aku sudah resmi bercerai darinya. Namun hubungan kami sebagai rekan kerja masih sangat baik. Sikap Mas Dewa justru lebih baik dari pada dulu. Pria itu semakin mampu mengontrol emosinya. Sampai hari ini aku belum sanggup untuk bertemu Ibu. Rasanya belum kuat melihat Ibu menangis dihadapanku. Beberapa kali kami melakukan panggilan video, selalu diakhiri dengan isak tangis. Rasa sesak selalu menghampiri jika mengingat bahwa aku bukanlah menantunya lagi. Hari ini Aku dan Mas Dewa mendatangi lokasi pembangunan proyek perumahan minimalis type ekonomis yang berada di wilayah Bogor. Rasanya sangat Aneh, selama menjadi istrinya, Mas Dewa tidak pernah mengajakku bepergian berdua seperti ini. Namun setelah kami berpisah, dia selalu bersemangat jika ada pekerjaan yang melibatkan kami berdua. "Mau mampir makan atau beli cemilan dulu nggak?" tanya Mas Dewa saat kami baru saja mencapai jalan raya. "Aku sih udah makan, Mas. Kamunya gimana?" "Nanti sore aj
Read more

Aku Rindu

Tak terasa kami sudah tiba di lokasi. Mas Dewa memarkir mobilnya di sebuah tanah kosong yang masih luas. Memang baru sebagian lahan yang dibangun. Aku keluar dari mobil dan melangkah menuju kantor pemasaran yang baru saja selesai dibangun. Di sana ada beberapa karyawanku yang bertugas. "Jika unit sudah terjual sebanyak tiga puluh persen, aku mengusulkan pada perusahaan agar membeli juga tanah yang di sebelah sana!" ungkapku seraya menunjuk lahan yang masih berbentuk kebon kosong, berbatasan dengan lokasi perumahan." Mas Dewa mengganguk dan setuju dengan pendapatku. "Kamu memang cerdas, Zahra," puji Mas Dewa dengan senyumnya. Aku spontan membalik badan saat tiba-tiba mendengar suara mobil berhenti tak jauh dari mobil Mas Dewa. Mataku membola saat melihat sebuah pajero sport putih yang sangat aku kenal telah terparkir di sana. Tanpa kusadari bibirku melengkung membentuk sebuah senyuman manis saat melihat seseorang keluar dari mobil itu. Pria tampan yang bayangannya selalu mengisi
Read more

Kelakuan Liana

Dengan melewati drama yang cukup panjang, akhirnya Devan mengizinkan aku pulang lebih dulu. Walau kekecewaan tersirat dari wajahnya. Namun aku berjanji akan memenuhi permintaan Clarissa di lain hari. Aku akan menghubungi gadis kecil itu dan meminta maaf. Saat ini aku kembali berada di mobil Mas Dewa, menuju ke rumah Ibu. Kecemasan terlihat dari wajah Mas Dewa sejak tadi. "Kenapa Ibu bisa sampai pingsan, Mas?"tanyaku yang tak kalah khawatir. "Entahlah. Aku tidak tau. Suster Siska bilang ibu sudah sadar. Tapi kepalanya masih sangat pusing. "Kenapa kamu nggak tanya Liana aja?" "Liana nggak ada di rumah," jawab Mas Dewa dengan nada kesal "Dia pergi sejak jam sepuluh pagi tadi," lanjutnya lagi. Mantan suamiku itu lantas membuang napas kasar seperti menahan emosi. "Liana hampir tiap hari keluar rumah. Kadang sampai malam," keluh Mas Dewa. Wajahnya berubah sedih. "Aku sudah menyerah pada sikapnya yang seenaknya. Dibilangin malah galakan dia." Mas Dewa terus mengeluh tentang Liana.
Read more

Pacar Baru Liana

"Ada apa ini, Mbak?" Salah seorang penghuni menegurku. "oh, ini Pak, Kakak saya lagi nyari istrinya " jawabku seraya menunjuk pada Mas Dewa. "Istrinya? Siapa namanya?" tanya seorang ibu-ibu yang sedang menggendong anaknya yang masih balita. "Liana, Bu!" "Loh, Liana itu bukannya istrinya Mas Leo? Yang ngontrak di rumah nomor dua belas itu," sahut salah satu dari penghuni yang satu per satu mulai berdatangan. Aku tersentak mendengar keterangan mereka. Sementara aku lihat Mas Dewa masih marah-marah pada laki-laki yang bernama Leo itu. Laki-laki itu menahan Mas Dewa agar tidak masuk. Aku menghampiri Mas Dewa. "Mas, kalau kamu marah-marah begini, sampai kapanpun orang nggak akan izinkan kamu masuk ke rumahnya," geramku pada Mas Dewa yang tidak pernah bisa mengendalikan emosinya. "Maaf Pak Leo. Apa bisa kita bicara di dalam?" Aku berusaha untuk berbicara tenang. "Siapa? Pak Leo? Kok kamu tau namanya? Kamu kenal sama dia?" Kali ini Mas Dewa memandangku penuh curiga. "Asem kamu, Ma
Read more

Jeritan Clarissa

"Hai Bunda .... !" Clarisaa melambai-lambaikan tangannya menyapaku. Wajahnya tampak sangat bahagia. "Hai Clarissa, kamu dimana?" Kami saling melempar senyum. Betapa aku merindukan gadis kecil itu. "Bunda ... kenapa belum kesini? Aku nungguin dari tadi, loh." Wajah menggemaskan itu merajuk. "Maaf ,Sayang. Tante Zahra sedang ada urusan mendadak," sahutku merasa bersalah. Kasian sekali Clarissa, dia pasti sangat mengharapkan kedatanganku. "Loh kok tante, sih? Aku maunya panggil bunda aja." Clarissa cemberut dan menggembungkan pipinya yang chuby. Ya Tuhan, makin gemas aku dibuatnya. "Sini ponselnya, Clarissa! Mommy mau bicara dengan perempuan itu!" Tiba-tiba terdengar suara Kim membentak Clarissa. Sepertinya ponsel itu telah direbut oleh wanita itu. "Mommy jahat ...! Mommy jahat ...!" terdengar jeritan-jeritan Clarissa. "Diam!" Astaga! lagi-lagi Kim membentak Clarissa dengan kasar. "Hei perempuan murahan! Di mana Devan? Aku mau bicara dengannya!" Kali ini wajah cantik Kim terpa
Read more

Sebucin Itukah?

Dari balik pagar besi nampak dua buah mobil terparkir di halaman kantor. Pajero sport millik Devan dan mobilku yang tadi dibawa oleh Figo. Bergegas aku turun dari taksi online dan melangkah masuk ke gerbang kantor "Selamat malam, Bu Zahra." Pak Security yang berjaga malam menyapaku. "Malam, Pak. Figo dan Pak Devan masih di dalam?" "Masih, Bu." "Baik, terimakasih, Pak. Saya masuk dulu.". Gegas aku masuk ke kantor yang sudah sangat sepi. "Bu Zahra, sini!" Figo ternyata sudah menungguku di dekat tangga. "Pak Devan ada di ruang kerja Ibu." lanjutnya seraya menunjuk ke lantai atas. "Oke saya ke sana." Dengan langkah cepat aku menaiki tangga menuju ruanganku yang berada di lantai satu. Perlahan kubuka pintu ruanganku yang tertutup rapat. Aku ternganga saat melihat Devan tertidur di atas sofa dengan penampilan yang sangat acak-acakan. Jasnya berada dilantai, dasinya sudah tak terpasang dengan benar. Rambutnya yang tebal seperti habis di remas-remas. Sebagian kemejanya sudah keluar
Read more

Tentang Kim

Aku dan Devan bergegas pergi ke villa. Aku minta Figo mengikuti kami. Aku sempat kesal karena ponsel Devan kehabisan baterai. Tak mungkin aku kembali menghubungi Clarissa dengan ponselku. Khawatir Kim kembali marah-marah pada gadis kecil itu. Devan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Wajahnya sangat panik.Ingin rasanya bertanya tentang Kim. Kenapa dia tega menyakiti Clarissa. Memang aku tidak melihat langsung apa yang dilakukan Kim pada Clarissa. Namun teriakan dan bentakan Kim serta jeritan dan tangisan Clarissa membuatku cemas dan panik. "Dev, apa Kim pernah menyakiti Clarissa?" Devan menghempas napas kasar. "Kim selalu melampiaskan kekesalannya padaku dengan menyakiti Clarissa. Sepertinya dia sengaja memancingku untuk datang padanya." "Astaga! Jadi Kim menjadikan Clarissa sebagai pelampiasan amarahnya?" Air mataku luruh tak berhenti. Dadaku terasa sesak. Rasanya tak terima seorang gadis kecil diperlakukan seperti itu. "Ketika Clarissa bayi, Kim pernah mengalami gonca
Read more

Jadi Bunda Clarissa

"Ayo, Sayang!" Devan menggendong Clarissa. Aku mengikutinya hingga masuk ke dalam mobil. Saat ini Clarissa terbaring di pangkuanku, di kursi belakang. Devan mengemudikan mobilnya. Sementara Figo masih mengikuti kami. "Bunda ... jangan pergi lagi. Aku takut ...! Mommy jahat ... mommy jahat ...hu ... hu ... hu ..." Tangisan Clarissa sungguh menyayat hati. Aku tak tega mendengarnya. "Clarissa, Apa yang mommy lakukan padamu?" "Dev ...!" Aku menggelengkan kepala pada Devan, memberi isyarat untuk tidak membuat Clarissa bertambah sedih. Wajah Devan terlihat emosi. "Sebaiknya kita periksakan dulu Clarissa," saranku pada Devan. Aku tidak melihat tanda-tanda kekerasan pada tubuh Clarissa. Semoga saja tidak ada yang serius. Sepanjang jalan gadis kecil bermata bulat dengan rambut kecoklatan ini terus memelukku. Isak tangisnya sudah mereda. Panasnya pun sudah mulai turun. Mungkin tadi Bi Lilis sempat memberinya obat penurun panas. Mobil Devan berhenti di depan sebuah rumah sakit. Tepatnya
Read more

Menginap di Apartemen

"Zahra ..., malam ini Aku dan Clarissa memohon padamu. Bersediakan Kamu menikah denganku dan menjadi Bunda untuk Clarissa?" Ya Tuhan ... Devan melamarku? Aku harus jawab apa?Sesaat aku terdiam, terpana, terpaku dan mematung. Tak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Apa Devan serius dengan pertanyaannya barusan? Rasanya seperti mimpi. Devan memandangku lekat dengan tatapan yang begitu dalam. Sebuah pengharapan yang begitu besar tersirat di sana. Bagaimana ini? Apa aku harus jawab sekarang? "Bundaa ... aku mau peluk!" Tiba-tiba Clarissa bangkit, kemudian duduk dan memelukku erat. Aroma shampo bayi menguar menyegarkan dari rambut gadis cantik ini. Aku mencium Clarissa penuh kasih sayang. Aku memang belum pernah punya anak. Namun kenapa sejak bertemu gadis kecil ini, aku merasa sangat dihargai dan dibutuhkan. Sebuah rasa yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Begitu indah dan hangat. Kami berpelukan cukup lama hingga gurauan dari Devan membuat Clarissa kembali ceria. "C
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status