Home / Pernikahan / Air Mata Maduku / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Air Mata Maduku: Chapter 71 - Chapter 80

105 Chapters

Mati Kutu

Tiba-tiba Devan memutar badannya menghadapku. Kali ini pria tampan tinggi tegap dengan jambang halus disekitar pipi dan dagunya itu menatapku lekat. Pandangan kami seakan mengunci satu sama lain. Sontak terdengar riuh tepuk tangan dari para tamu undangan. Wajahku memanas karena malu. Hatiku menghangat mendengar ucapan Devan barusan. Bulir bening mengalir di kedua sudut mataku. Namun tanpa kusadari sebuah senyum tersungging di bibirku. Tak pernah menyangka Devan setulus ini padaku. Walau aku tahu, masalah dan cobaan yang akan kita hadapi kelak akan lebih banyak. Hubungan Devan dengan Kim serta Clarisa yang rumit, menjadi salah satu hambatan yang mau tidak mau akan hadir dalam hubungan kami nanti. Semua itu pasti akan melelahkan untukku. Sikap manis Devan padaku selama ini sukses membuatku meleleh. Walau aku tidak tau apa aku sudah jatuh cinta padanya ? Ataukah ini hanya kebahagiaan kecil yang aku dapat di saat hatiku sedang kosong? Entahlah ..., semua mengalir begitu saja. "Ayo
Read more

Menemui Zahra

Pov Dewa Aku terpaku menatap kepergian Zahra. Aku melihat senyum terbit di bibir istriku itu saat Devan membawanya pergi. Devan benar, Zahra memang sudah tidak mencintaiku lagi. Wanita yang terlambat kucintai itu tidak merasakan cemburu saat aku bersanding dengan Liana. Wajahnya tampak tulus saat memberikan ucapan selamat padaku tadi. Aku melangkah gontai kembali naik ke pelaminan. Tak peduli pada para tamu yang mungkin saat ini memperhatikan gerak gerikku. Mereka pasti menduga betapa hancurnya hatiku saat ini. Ya, memang benar. Hatiku telah hancur berkeping-keping. Tak henti-hentinya merutuki diri karena terlambat mencintai wanita hebat yang telah menemani hari-hariku. "Tega kamu, Mas!" gerutu Liana pelan namun penuh penekanan. Sorot matanya memancarkan emosi yang meledak-ledak. Namun sepertinya istriku itu masih menyadari bahwa saat ini kami masih berada di atas pelaminan. "Kamu hutang penjelasan padaku, Mas!" tatapan tajam Liana sangat menusuk netraku. Aku tak menjawab. Rasany
Read more

Pelukan Terakhir

POV DewaPintu rumahnya terbuka. Menandakan bahwa Zahra ada di rumah. Aku memarkir mobilku di depan pagarnya. Halaman rumah ini walau tidak luas, namun nampak sangat asri dan bersih. Membuat nyaman setiap orang yang melihatnya. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Ada debaran kurasakan saat mendengar suara yang selalu kurindukan itu. Bodohnya aku yang telah mengabaikannya selama ini. "Mas Dewa?" Mata bulat itu melebar saat melihatku berdiri di depan pintu. Aku terpana melihat tampilan yang berbeda dari istriku itu. Zahra memakai celana pendek jeans dengan dipadu kaos berlengan pendek yang tidak ketat namun sangat pas ditubuhnya. Rambutnya yang digerai lepas membuatnya semakin tampak memukau. Sungguh sangat berbeda dengan kesehariannya selama berada di rumahku. Kali ini Zahra nampak jauh lebih muda dan energik. "Aku masuk, ya." Tanpa menunggu jawaban darinya aku memaksa masuk dan duduk di sofa berwarna putih gading yang berada di sudut ruang tamu ini. Aku tersenyum melihatnya y
Read more

Beban yang telah hilang

"Assalamualaikum. Astaga, Zahra ... !" Sontak aku mendorong tubuh Mas Dewa saat mendengar suara seseorang yang tidak asing ditelingaku. "Devan ..." gumamku. Gegas Aku berdiri dan melangkah ke pintu. Namun tak ada Devan di sana. Padahal aku sangat yakin bahwa itu suara Devan. Mataku menyisir ke seluruh halaman. Namun tak ada siapapun. Terdengar suara deru mesin mobil dinyalakan. Aku melangkah cepat menuju pagar. Sebuah pajero sport melaju cepat meninggalkan rumahku. Sepertinya tadi Devan memarkir mobilnya di belakang mobil Mas Dewa. Kini pria itu pergi begitu saja tanpa pamit. Apakah dia cemburu? Aku tak menyangka Devan bersikap seperti ini. Sisi lain dari pria itu mulai terlihat. "Devan sepertinya langsung pergi setelah melihat aku memelukmu tadi," jelas Mas Dewa seraya menghampiriku. "Apa kamu nggak mau mengejarnya, Zahra?" tanyanya lagi. Aku menggeleng. "Kamu tidak ingin menjelaskan yang sebenarnya terjadi padanya?" Mas Dewa menatapku heran. "Biar saja, Mas." Aku menghela
Read more

Ada yang Cemburu

Sepanjang jalan Aku memeriksa beberapa pekerjaan dan email yang masuk. Membahas beberapa hal dengan Figo, mengenai bahan meeting hari ini. Data yang diberikan Figo membuatku tersenyum saat melihatnya. Sebuah angka yang fantastis hasil kerja teamku yang bekerja belum genap sebulan. Semoga dua CEO kakak beradik itu senang dengan pencapaian kami ini. Karena masih pagi kami pun tiba di kantor pusat hanya dalam waktu tiga puluh menit. Figo nenurunkan aku di lobby utama. Aku melangkah masuk melalui pintu kaca. Ini adalah pertama kalinya aku ke Giant House setelah sebulan ditempatkan di kantor cabang. "Selamat pagi Bu Zahra ..." "Pagi Bu Zahra ..." Aku membalas sapaan para karyawan yang mendadak sangat ramah padaku. Hampir semua yang aku temui di kantor ini menyapaku hangat. "Pagi Bu Zahra ... , b-boleh saya bicara sebentar?" Langkahku terhenti saat tiba-tiba seseorang menghampiriku, ketika hendak masuk ke pintu lift. "Ada Apa Mbak Dewi?" sahutku ramah seraya tersenyum pada wanita ya
Read more

Akibat Trauma Masa Lalu

Meeting pagi ini bersama seluruh manager berjalan lancar. Ivan puas dengan hasil kerjaku untuk bulan pertama ini. Semoga saja menjadi suatu awal yang baik. Sepanjang meeting berlangsung, entah sengaja atau tidak, Mas Dewa duduk di sebelahku. Hal itu membuat tatapan Devan semakin tajam pada kami. Walaupun kami masih berusaha bersikap profesional selama jam kerja, aku tahu Devan sangat tidak nyaman selama berada di ruang meeting tadi. "Meeting hari ini saya akhiri. Terima kasih atas kerja keras kalian semua. Tetap semangat untuk mencapai target bulan depan. Acara hari ini ditutup dengan makan siang bersama. Selamat menikmati. Terimakasih." Ivan mengakhiri pembicaraannya. Meeting pun selesai. Tak lama kemudian beberapa office boy masuk membawa menu makan siang untuk kami, lalu menghidangkannya di atas meja panjang yang berada di tengah ruangan ini. "Sini Mas bukain!" Mas Dewa meraih botol air mineral ditanganku ketika aku kesulitan membuka tutupnya. "Makasih, Mas!" "Sama-sama. Za
Read more

Masih Ngambek

Aku ternganga mendengar penuturan Ivan barusan. Apa karena trauma itu sikap Devan hari ini sangat berlebihan padaku? Apa begitu kecewanya dia saat aku berpelukan dengan Mas Dewa? Ya Tuhan. Sungguh aku menyesali sikapku tadi padanya. "Zahra, aku mohon padamu, tolong jangan kecewakan kakakku. Aku tahu cintanya sangat tulus padamu. Aku sangat mengenal Devan." Tatapan Ivan kali ini lebih serius. Aku kembali terhenyak dengan permohonan Ivan. Sejujurmya sampai saat ini aku belum mengerti bagaimana perasaanku pada Devan. "Aku usahakan," balasku singkat. Karena tidak tau harus menjawab apa. "Terima kasih. Kamu memang sahabatku yang paling cantik." Ivan mengedipkan sebelah matanya padaku. "Apaan sih!" Kami tertawa lepas. "Kalau gitu aku kembali ke cabang dulu." Aku pamit dan beranjak dari kursi.. "Baiklah, hati-hati!" Ivan mendekat kemudian mengacak-acak rambutku gemas. "Ivaaaaan," jeritku protes seraya melotot padanya. Pria bertubuh tinggi tegap itu tertawa senang melihatku kerepot
Read more

Calon Bunda Clarissa

Mataku terbuka hingga melebar saat terjaga. Sebuah pemandangan yang indah bernuansa pegunungan saat ini berada di depanku. Hawa dingin terasa begitu lembut menyapu kulitku. "Devan ..., kita dimana?" Aku masih menoleh ke kanan dan ke kiri. Menerka-nerka di mana aku berada. "Keluar, yuk!" Devan turun, kemudian membukakan pintu untukku. Aku tercengang melihat pemandangan yang begitu menyejukkan mata. Dari kejauhan nampak lukisan alam sebuah gunung menjulang dengan hamparan sawah berwarna hijau yang memukau. "Dev ... ini indah banget, sumpah." Tanpa sadar aku melangkah maju memeluk tubuhku sendiri. Udara dingin serta hembusan angin terasa menyentuh hingga ke tulang. "Dev .., kita ke sana, yuk!" Setelah melepas high heels, aku berlari kecil menghampiri sebuah sungai kecil. Suara genericik air itu begitu menenangkan seakan memanggilku untuk mendatanginya. "Dingin?"Devan bertanya setelah melihatku semakin mengeratkan kedua tangan yang menyilang pada tubuhku. "Iyaaaa, tapi seruuuu,"
Read more

Tak Ingin Kehilangan Lagi

"Makan yang banyak, biar kuat!" celetuk Devan di sela-sela suapannya. "Biar kuat apa? Ngaco aja kamu!" timpalku sewot karena merasa ada maksud aneh dari perkataannya. "Biar kuat menghadapi kenyataan hidup!' lanjutnya lagi membuat wajahku memerah malu, karena sempat berpikir yang tidak-tidak tadi. Devan terkekeh melihat wajahku merona. Setelah makan, Devan membawaku ke halaman belakang yang ternyata sangat luas. Kami duduk di sebuah saung yang berada di atas kolam ikan. Lagi-lagi sebuah pemandangan yang menentramkan hati dan memanjakan mata hadir di depanku. Halaman belakang yang luas ini di buat seperti taman burung. Kandang sangat besar untuk bebagai jenis burung dirancang sedemikian rupa, hingga burung-burung itu bisa bersatu dan terbang bebas kesana kemari. Suara kicauan dari binatang sejenis unggas yang berwarna warni itu menciptakan keindahan tersendiri. Hari mulai gelap. Sepertinya akan turun hujan. "Aku minta maaf dengan sikapku kemarin." Devan yang saat ini duduk bersan
Read more

Bagai Seonggok Sampah

Pov Dewa Aku telah resmi bercerai dengan Zahra. Aku bukan lagi suaminya kini. Penyesalan selalu menghantui perasaanku. Andai saja waktu bisa diputar. Aku tak akan menyia-nyiakan wanita itu. Mungkin saat ini kita masih hidup bersama. Mungkin saat ini Zahra yang sedang hamil anakku. Kenapa perasaan cinta itu justru hadir di saat aku telah menyakitinya? Kenapa baru sekarang aku menyadari bahwa begitu takut kehilangannya. Namun, hanya cara ini yang bisa membuatnya kembali padaku. Tidak apa aku bercerai dulu dari Zahra, tapi nanti dia akan kembali menjadi milikku untuk selamanya. Aku harus bisa kembali merebut hatinya. "Selamat siang, Pak Dewa. Maaf menunggu lama." Sapaan seseorang membuyarkan lamunanku. Ternyata Pak Robi, salah satu rekan perusahaan dari PT Dinarta, telah berada di hadapanku. Sebelumnya kami sering mengikuti beberapa tender di luar kota. "Silakan duduk, Pak Robi. Maaf, ada apa sebenarnya bapak ingin bertemu saya?" Pak Robi memang mengajakku bertemu siang ini di cafe
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status