"Zahra ..., maafkan Aku, maafkan aku ...!" Devan menangkup kedua pipiku, matanya menatapku dalam hingga kami saling mengunci pandangan. "Ya, Aku nggak apa-apa. Tapi tolong, jangan pernah kamu ulangi lagi!" lirihku. Devan mengangguk. "Aku terlalu mencintaimu, Sayang!" Parau suara Devan. Matanya berkaca-kaca. "Dev, jangan pernah mencintai seseorang melebihi apapun. Karena jika nanti kamu kehilangan dia, kamu akan hancur!" tuturku setengah berbisik. Devan meraih tubuhku dan medekapku erat. Ciuman bertubi-tubi mendarat di kepalaku. Tubuh mungilku seakan tenggelam pada raga kokoh milik pria bertubuh tinggi besar ini. Aroma maskulin khas Devan menguar hingga melemahkan seluruh syaraf di tubuhku. "Aku nggak sanggup kehilangan kamu. Secepatnya akan aku urus pernikahan kita," bisiknya hangat di telingaku. . Aku merenggangkan pelukan. "Kamu serius, Dev?" Mataku melebar, mendongakkan kepala menatap dagunya yang banyak ditumbuhi rambut-rambut yang mulai melebat. Devan mengangguk. Bagai
Baca selengkapnya