Beranda / Pernikahan / Air Mata Maduku / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab Air Mata Maduku: Bab 91 - Bab 100

105 Bab

Foto di Kamar Ivan

"Terima kasih, sudah sayang sama anakku." Aku membalas ucapannya dengan senyuman. "Terima kasih sudah sayang sama aku juga," lanjutnya lagi. "Dih! Ge-er!" ketusku seraya membuang pandangan ke jendela dan menyembunyikan senyumku. Devan terkekeh. Tak terasa perjalanan yang cukup jauh terasa sangat singkat. Mobil Devan memasuki area parkir apartemen mewah ini. Setelah turun dari mobil, Devan mengambil alih Clarissa dan menggendongnya sampai ke unit. Clarissa terus terlelap hingga Devan membaringkannya ke tempat tidur. Aku menggunakan kesempatan itu untuk membersihkan diri di kamar Clarissa. "Nona, ditunggu Tuan untuk makan malam." Seorang pelayan memanggilku setelah aku selesai mandi. "Baik. terima kasih. Aku segera ke sana." Aku melangkah menuju ruang makan. Devan yang sedang duduk di salah satu kursi meja makan berbentuk bundar itu, memandangku tak berkedip. Saat ini aku hanya menggunakan home dress stelan celana panjang dengan rambut digelung ke atas. "Kamu selalu tampil mem
Baca selengkapnya

I Love You Rara

Mataku membelalak saat melihat siapa wanita yang ada di foto itu. Aku memperhatikan foto itu satu per satu. Kenapa begitu banyak foto diriku di sini? Kenapa Ivan menyimpan dan memajang fotoku di kamarnya? Mungkinkah ... Tidak! Tidak mungkin! Aku meraih sebuah foto di atas nakas. Itu adalah fotoku berdua dengan Ivan dulu. Aku lupa kapan dan di mana foto itu dibuat. Yang pasti foto itu adalah saat kami masih sekantor di tempat kerjaku yang lama. Mataku membulat saat membaca samar sebuah tulisan di sudut bawah kiri foto itu 'I Love You, Rara.' Rara, satu-satunya orang yang dulu memanggilku Rara memang Ivan. Seketika aku senyum-senyum mengingat kedekatan kami dulu. Ivan sering menghiburku jika Pak Lucas memarahiku karena aku belum mencapai target. Belakangan aku tahu bahwa Pak Lucas adalah Ayah kandung Ivan. Aku terkikik dalam hati. Pandai sekali pria itu menyimpan rahasia itu sekian lama dari semua karyawan. Aku kembali menyisir pandangan ke seluruh ruangan kamar ini. Rasanya ta
Baca selengkapnya

Aku Ingin Kau Bahagia

Kali ini aku tak sanggup membalas tatapan matanya. Ada rasa aneh tiba-tiba muncul yang kurasakan. Ivan sahabat dekatku, dan kini aku tahu bagaimana perasaannya padaku. Sepertinya aku tidak yakin hubungan pertemananku dengannya akan tetap seperti sebelum-sebelumnya. "Bagaimana perasaanmu setelah mengetahuinya, Ra?" Tuh kan. "Biasa aja, tuh!" Aku berusaha tetap bersikap seperti biasa. Ivan melotot tak percaya mendengar jawabanku. "Serius kamu biasa aja? Memangnya nggak kaget?" "Aku serius, Ivan. Udah ah! Aku mau pulang aja. Kalau aku tidur di sini. Sama aja dong. Satu atap tapi belum menikah." Aku bangkit dari sofa yang super nyaman dan empuk milik Ivan. "Eh ...,eh ....jangan! Biar aku aja yang pergi. Aku cuma sebentar." "Oke! Aku tau kamu pasti bakalan ngalah sama aku. Lagian Aku mana berani pulang malam-malam gini." Aku kembali mendudukkan tubuhku di atas sofa seraya tersenyum pada Ivan. Sejujurnya sejak mengetahui perasaan Ivan padaku tadi, Aku merasa sedikit gugup. Ada ra
Baca selengkapnya

Emosi Sesaat

BUGGH! BUGGH! "Ivaaan!" Aku menjerit ketika melihat Devan melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah Ivan. Tanpa ampun Devan menghajar wajah dan tubuh Ivan hingga adiknya itu terjatuh ke lantai dan tak sadarkan diri. "Devaaan! Sudaah!" Hatiku semakin cemas melihat darah yang mengalir dari sudut bibir Ivan. Devan tak menghiraukan teriakanku. Aku terus menjerit sambil menarik tubuh Devan yang seperti orang kesetanan. Namun tenagaku tidak ada apa-apanya. "Devaan, kamu mau adik kamu mati? Bunuh aku aja! Ivan nggak salah! Aku yang memeluknya tadi." Devan sontak menghentikan aksinya dan menoleh padaku. Sorot matanya tajam menatapku dengan raut penuh kekecewaan. Napasnya masih memburu menahan emosi. "Kamu membelanya!" geram Devan dengan tatapan menghunus tepat pada manik mataku. "Aku nggak mau kamu jadi pembunuh," tegasku seraya membalas tatapannya. "Aku kecewa sama kamu, Zahra!" Devan berkata penuh penekanan, kemudian melangkah pergi meninggalkan kami. Aku menatap punggung tegap
Baca selengkapnya

Zahra, Maafkan Aku!

"Kamu bukan laki-laki sembarangan, Van. Sejak dulu kamu itu terlalu istimewa buat aku. Kamu sahabat paling spesial untukku." "Lebay kamu! Aku jadi ge-er, nih. Hehehe ... Aaww ...!" Ivan terkekeh kemudian menjerit karena merasakan nyeri diwajahnya. "Jangan banyak bicara dulu, Van.!" Ivan mengusap-usap luka lebamnya. "Lalu kenapa tadi kamu nggak melawan saat di pukuli Devan?" tanyaku lagi. "Aku tau Devan. Kami dari kecil hidup bersama. Jika diantara kami ada yang saling melawan. Pertengkaran ini tidak akan berakhir." Tiba-tiba aku ingat saat Ivan memukuli Devan di kantor waktu itu. Devan sama sekali tidak melawan. Aku tenang sekarang. Mereka hanyalah emosi sesaat. "Ya. Aku paham sekarang." Aku tersenyum pada Ivan. "Kamu nggak usah pulang Tidur di sini aja. Aku mau ke unitnya Devan lihat Clarissa. Nggak apa-apa kan aku tinggal?" "Pergilah! Aku nggak apa-apa!" sahut Ivan yang masih terlihat lemas. "Yuk, Aku antar ke kamar!" Ivan menurut, perlahan aku membantunya untuk bangkit
Baca selengkapnya

Mau Punya Adik

"Zahra ..., maafkan Aku, maafkan aku ...!" Devan menangkup kedua pipiku, matanya menatapku dalam hingga kami saling mengunci pandangan. "Ya, Aku nggak apa-apa. Tapi tolong, jangan pernah kamu ulangi lagi!" lirihku. Devan mengangguk. "Aku terlalu mencintaimu, Sayang!" Parau suara Devan. Matanya berkaca-kaca. "Dev, jangan pernah mencintai seseorang melebihi apapun. Karena jika nanti kamu kehilangan dia, kamu akan hancur!" tuturku setengah berbisik. Devan meraih tubuhku dan medekapku erat. Ciuman bertubi-tubi mendarat di kepalaku. Tubuh mungilku seakan tenggelam pada raga kokoh milik pria bertubuh tinggi besar ini. Aroma maskulin khas Devan menguar hingga melemahkan seluruh syaraf di tubuhku. "Aku nggak sanggup kehilangan kamu. Secepatnya akan aku urus pernikahan kita," bisiknya hangat di telingaku. . Aku merenggangkan pelukan. "Kamu serius, Dev?" Mataku melebar, mendongakkan kepala menatap dagunya yang banyak ditumbuhi rambut-rambut yang mulai melebat. Devan mengangguk. Bagai
Baca selengkapnya

Ancaman Kim

"Astaga, Kim! Untuk apa dia menemuiku? "Zahra, Aku hanya ingin bicara sebentar!" Aku mendengar teriakan Kim dari balik pintu ini. "Kamu mau bicara apa ?" Karena penasaran, aku memutuskan untuk keluar dan menghampiri mantan istri Devan itu. "Jika kamu takut aku macan-macam, bagaimana jika kita bicara di cafe bawah saja?" ajak Kim. Aku berpikir sejenak. Kalau aku tidak mengikuti kemauan Kim. Wanita itu pasti akan terus berusaha. Aku khawatir dia akan nekad nantinya. Mungkim sebaiknya aku ikuti saja dulu kemauannya.. "Oke. Sebentar aku ambil tas dulu!" sahutku membuat para penjaga melotot "Bu Zahra! Tuan Devan melarang ibu untuk keluar." Salah seorang penjaga mengingatkanku "Saya hanya ke cafe bawah, Pak. aku khawatir Kim akan nekad jika aku tak mengikuti kemauannya." Penjaga itu tak lagi membantahku. Setelah meraih tas dan ponselku di meja tamu, aku segera kembali keluar dan menghampiri wanita cantik itu. "Ayo!" ajakku pada Kim yang kemudian melangkah bersisian denganku. Tubu
Baca selengkapnya

Diculik

Pov Ivan Cahaya yang menyilaukan mata menembus jendela kaca besar yang berada di kamarku ini. Aku menghempas napas kasar memandang tirai jendela yang terbuka lebar sejak semalam. Ternyata sudah siang. Aku melirik arloji yang menempel ditanganku. Sepertinya masih ada waktu untuk bersiap-siap ke kantor. Rasa nyeri di sekujur tubuhku sudah mulai berkurang. Perlahan aku bangkit menuju kamar mandi. Setelah membersihkan diri dan berpakaian, Aku melangkah keluar dari kamar. Sepiring nasi goreng dan segelas jus buah tersaji di atas meja makan. Siapa yang memasak? Mungkin pelayan Devan yang mengantarnya ke sini. Kebetulan, Aku memang sangat lapar. Sambil menikmati nasi goreng sosis ini, kubuka ponselku. Memeriksa pesan dan email yang masuk. Sebuah senyum terbit dibibirku saat membaca pesan dari Zahra. [ Makan yang banyak, semoga nasi goreng buatanku mampu menyembuhkan lukamu] Ternyata Zahra yang masak. Pantas rasanya sangat enak. Kunikmati setiap suapan yang masuk ke mulutku. Hatiku berd
Baca selengkapnya

Demi Cinta

POV IvanMobilku melambat saat melihat keramaian di depan sana. Jalanan penuh oleh orang-orang yang ingin melihat sesuatu di sungai itu Aku menepikan mobilku dan membuka kaca. "Maaf, Bu. Ada apa rame-rame di sana?" "Ada mobil jatuh ke sungai, Pak! Katanya sih yang bawa perempuan!" Ya Tuhan. Jantungku langsung berdetak cepat setelah mendengar berita dari ibu-ibu itu. Jangan-jangan ... Astaga! Bukankah itu mobil Devan? Aku segera turun dan berlari menghampiri Devan. "Dev ... Devan!" Devan tak mempedulikan panggilanku. Aku tersentak saat melihatnya hendak bersiap-siap turun ke sungai. "Stop, Dev! Mau apa kamu?" "Zahra di bawah sana. Mana mungkin aku hanya diam!" geram Devan melotot padaku. Mataku membelalak melihat mobil Kim yang saat ini sudah terjun hingga berada disungai. "Jangan nekad, Pak. Sangat berbahaya! Kita tunggu bantuan!" Beberapa warga mencoba mencegah Devan. Namun kakakku itu tidak menghiraukan. Devan melepaskan jasnya, kemudian tanpa ragu kakakku itu melompat
Baca selengkapnya

Cuma Karyawan Biasa

Aku masih tergugu di hadapan pria yang telah mengorbankan jiwanya untukku. Pria yang tak peduli jika nyawanya akan hilang, demi menolongku. Pria yang tak pernah berpikir panjang jika menyangkut hal tentang diriku. Pria yang selama ini aku anggap lebay, bucin dan pencemburu, kini aku tau alasannya kenapa pria tampan ini seperti itu. Alasan yang justru membuatku tak sanggup untuk meninggalkannya saat ini. Kenapa dada ini begitu nyeri ketika melihatmya tak berdaya? Kenapa rasanya begitu sakit melihatnya terbaring dengan selang infusan di tangannya. Kenapa bukan aku saja yang berada di atas brankar itu? Kenapa harus Dia? Oh Astaga! Kenapa aku jadi berpikir seperti ini? Kenapa aku seperti tak rela jika dia terluka? Apakah aku sudah jatuh cinta pada pria ini? "Sudah dong, jangan nangis terus, Aku nggak apa-apa." Suara bariton itu membuyarkan lamunanku. Devan meraih jemariku yang sejak tadi tak henti-hentinya mengusap lembut kepala pria tampan itu. Entah mengapa Aku sangat merasa bersala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status