Beranda / Pernikahan / Air Mata Maduku / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Air Mata Maduku: Bab 41 - Bab 50

105 Bab

Tak Ada Alasan Untuk Bertahan

Ya, kali ini Liana menang satu angka diatasku. Dia hamil. Sedangkan aku, sudah dua tahun ini belum ada tanda-tanda apapun. Sepertinya aku sudah tidak dibutuhkan lagi disini. Lebih baik aku pergi dari sini. Tanpa kusadari bulir-bulir bening telah membasahi kedua pipiku. Sebaiknya aku kembali ke kantor sebelum ibu menyadari kehadiranku di sini. Perlahan aku membalikkan badan hendak melangkah meninggalkan kamar. Namun aku dikejutkan oleh suara dering ponselku. Sontak langkahku terhenti. "Zahra ...!" Terdengar suara ibu menyebut namaku. Buru-buru kuhapus air mata ini dengan kedua punggung tanganku. Tidak ada yang boleh melihatku menangis. Ya, aku tak ingin terlihat rapuh di depan siapapun. Lalu perlahan membalikkan badan ini. Semua mata kini tertuju padaku. "Zahra, kamu pulang?" ibu mengulang pertanyaannya. "Iy-iyaa, Bu. Ada yang tertinggal. Zahra kembali ke kantor dulu, Bu." jawabku dengan tetap berdiri di ambang pintu karena ponselku yang terus berbunyi. Tanpa menunggu jawaban da
Baca selengkapnya

Permintaan Clarissa

Aku mengirim pesan pada Mas Dewa. Bagaimanapun juga aku ini masih istrinya. Setidaknya aku mengabarinya bahwa aku pergi dengan Devan. [Ngapain Devan ajak kamu ke apartemennya?] [ Clarissa mau ketemu aku ] Itu pesan terakhir Mas Dewa yang aku balas. Setelah itu ponsel aku masukkan ke dalam tas. Aku tak membuka lagi pesan berikutnya dari Mas Dewa. Karena jika aku balas pasti terus panjang dan tak akan berhenti. Rasanya sudah lelah jika harus berdebat lagi dengan suamiku itu. "Dev ..., ada apa dengan Clarissa? Kenapa dia ingin bertemu denganku?" Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya, demi membunuh rasa penasaranku. "Entahlah, sejak bertemu denganmu waktu itu, Clarissa berkali-kali memintaku untuk menemuimu lagi. Tapi karena aku keluar kota, baru hari ini aku bisa memenuhi permintaannya." Aku hanya menganggukkan kepala berkali-kali. Ingin rasannya menanyakan tentang ibu dari Clarissa. Namun entah kenapa lidahku terasa kelu setiap hendak menanyakan hal itu pada Devan. Apa mun
Baca selengkapnya

Mommy Bukan Bunda

Wanita pirang itu menatap nanar padaku. Wajahya memancarkan rasa tak suka. Dia beranjak dari tempat tidur dan menghampiri kami yang masih berdirii di ambang pintu. "Ooh, jadi ini yang membuat putriku tak menginginkan kehadiranku?" Wanita itu menaikkan alisnya seraya menatap tajam padaku. "Jaga bicaramu, Kim! Ini Zahra. Salah satu manager di perusahaanku." "owwwh, cuma manager. Ternyata hanya seorang karyawan biasa," sahutnya dengan seringai dan tatapan meremehkan. "Kimi ...!" Devan kembali membentak wanita itu demi membelaku. Ya Tuhan, kenapa aku merasa seperti seorang pelakor di sini? Aku terus berusaha menarik jemariku yang saat ini masih berada dalam genggaman tangan kokoh milik Devan. Namun Devan menahannya dan malah semakin mempererat genggamannya. "Dev ..., sebaiknya aku keluar," bisikku. "Jangan. Kamu tetap bersamaku disini!" sahutnya pelan namun sangat tegas. "Tante Zahraaaa ...!" Clarissa histeris seraya tersenyum lebar melihat kedatanganku.. "Clarissa ...!" Aku mem
Baca selengkapnya

Maafin Tante, Clarissa!

"Clarissa ... maaf, Sayang. Tante nggak bisa jadi bunda kamu. Mommy pasti bisa melakukan semua yang Clarissa inginkan. Clarissa tinggal ngomong aja sama Mommy, hmm ...," ujarku seraya melirik pada Kim yang masih memperhatikan kami dari ambang pintu. Aku memberikan penjelasan dengan lembut dan sangat hati-hati pada Clarisa. Iris mata coklat gadis itu menatapku sedih hingga tampak butiran-butiran embun di sana. Sungguh aku tidak sampai hati melihatnya seperti ini. Namun aku tidak mungkin bisa memenuhi permintaan gadis bermata bulat itu. Aku sangat paham dengan posisiku saat ini. Aku tidak mau menjadi duri dalam rumah tangga mereka. Devan dan Kim pasti bisa menyelesaikan masalah ini. Terlebih Clarissa masih kecil. Pasti sangat mudah bagi mereka untuk membujuknya. Kuraih beberapa lembar tissue yang berada pada meja kecil di samping tempat tidur, kemudian dengan lembut kuhapus air mata yang mulai menetes pada wajah Clarissa. "Clarisa .., Tante Zahra harus kembali ke kantor bersama Daddy
Baca selengkapnya

Aku Wanita Bersuami

Setelah membalas pesan Devan dengan mengatakan bahwa aku akan ke kantor lebih dulu, bergegas aku memasuki lift yang sudah terbuka. Namun mataku membulat saat membalikkan badan. Devan telah berada di hadapanku dengan salah satu jarinya menekan tombol untuk menutup pintu lift kembali. Devan menatapku lekat. "Kenapa ninggalin aku?" lirihnya. Tatapan matanya begitu tajam dan lekat hingga menghunus manik mataku. "Aku .... untuk menjaga perasaan Kim tentunya," jawabku jujur. Devan bersandar pada dinding lift dengan kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celananya. Tatapannya masih tertuju padaku. "Kamu cemburu?" senyum tipis terbit pada sudut bibirnya yang tipis. "Apaa? ah.. eh ... nggak, nggak kok!" Aku menggeleng cepat. Namun sialnya justru terlihat gugup. Devan kembali mengulum senyum menggodaku. Devan perlahan mendekat. "Mau apa kamu, Dev?" tanyaku seraya melangkah mundur hingga punggungku telah menempel pada dinding lift. Mataku melirik angka pada sisi kiri pintu lift dan b
Baca selengkapnya

Kecewa

POV Dewa. Aku tak menyangkan kelakuan Liana seperti ini. Bagai disambar petir di siang bolong, saat mendengar bahwa istri keduaku itu memasukkan sejenis obat penenang ke dalam minuman teh Ibuku. Bagaimana mungkin hal ini bisa aku maafkan. Kesalahan Liana sudah sangat fatal. Ditambah dia memperlakukan ibu dengan kasar. Ini sungguj membuatku kecewa. Ternyata Liana mempunyai sifat asli yang sangat buruk. Andai saja aku tahu kelakuannya seperti ini sejak dulu, aku tidak akan mendekatinya. Aku memang bodoh, mudah sekali tergoda oleh kecantikan dan tubuh seksinya. Padahal jika dilihat-lihat, Zahra jauh lebih cantik. Hanya Zahra tidak pandai merayu atau memancing hasratku. Tapi kenapa sekarang dadaku selalu berdegub kencang setiap bertemu istri pertamaku itu. Perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya terhadap Zahra. Andai saja ibu tak mencegahku, sudah kuusir Liana dari rumah ini. Sayangnya dia sedang hamil anakku. Tidak mungkin aku mengusir apalagi menceraikannya. Ternyata ibu s
Baca selengkapnya

Menggapai Hati yang Terabaikan

Pov DewaDevan memiliki wajah tampan bak artis eropa, serta hidup yang jauh lebih mapan dariku. Namun tetap saja aku selangkah lebih maju darinya. Zahra sudah menjadi istriku. Dan sampai kapanpun dia akan tetap menjadi istriku. Aku tidak akan pernah menceraikannya. Aku tersenyum lebar. Bagaimanapun juga aku menang dari Devan. Yang harus aku lakukan sekarang adalah mengambil lagi hati Zahra yang sempat aku abaikan. Aku tidak boleh membuatnya justru membenciku. Tunggu Zahra, kamu akan kembali jatuh cinta padaku. Mobilku baru saja terparkir sempurna di area parkir kantor ini Tepat di sebelahku adalah tempat parkir CEO. Aku menyipitkan mata melihat mobil yang mesinnya masih menyala itu terparkir di sana. Mataku melebar ketika tak lama kemudian laki-laki yang tadi aku pikirkan keluar dari mobil sport berwarna biru gelap. Laki-laki itu memutar mobilnya dan membukakan pintu satunya lagi. Mataku lebih melebar lagi melihat istriku keluar dari mobil mewah itu. Ya, hatiku bagai tercabik
Baca selengkapnya

Terciduk Petugas Jalan Tol

Devan, pria yang belakangan ini memporak-porandakan hatiku. Pria yang menghilangkan akal sehatku. Namun pria itu juga yang membuat hari-hariku lebih berwarna. Setiap sikap manisnya selalu membuatku lupa bahwa aku ini adalah seorang wanita yang masih memiliki suami. Kadang aku berpikir mungkin memang seperti itulah sikapnya pada setiap wanita. Dengan segala kerendahan hati aku berusaha menganggap sikap Devan ini adalah hal yang sudah biasa dia lakukan pada teman-teman wanitanya, dan aku harus membuang jauh-jauh rasa manis yang mulai menguasai hatiku. Bagaimanapun juga aku tetap melihat sikap pria tampan dan mapan itu adalah sesuatu yang sangat istimewa. Karena aku belum pernah merasakan rasa manis itu dari suamiku sebelumnya, laki-laki yang seharusnya bisa membuatku bahagia. Laki-laki yang seharusnya membuat hari-hariku menjadi indah. Namun suamiku itu justru menciptakan luka yang menganga dan menghasilkan rasa sakit. Ya, sakit tak berdarah. Sejak ibu mulai berbaik hati memaafkan
Baca selengkapnya

Ada Hati yang Menunggu

Astaga! Sesaat aku melihat sekeliling dan baru tersadar. Devan ternyata memberhentikan mobilnya di tepi jalan tol. Pantas saja petugas itu menghampiri kami. Huh! Untung saja kaca mobil ini gelap. "Maaf, Pak. Tadi istri saya pusing. Maklum sedang hamil," sahut Devan dengan seringainya. Aku melotot pada nya. Eh, dia malah mengedipkan sebelah matanya padaku. "Di depan ada rest area, Pak. Silakan jika ingin beristirahat di sana!" jelas petugas itu sebelum berpamitan meninggalkan kami. Devan kembali menutup kaca dan menyalakan mesin mobil. Spontan kami tertawa mengingat kekonyolan kami barusan. "Kamu sembarangan bilang aku hamil! Awas ucapan itu doa, loh!" aku pura-pura memarahinya. "Kalau begitu, semoga Tuhan mengabulkan doaku." "Eehh . .." jeritku seraya melotot. "Tapi hamilnya sama aku ya!" bisiknya sambil mendekat ke telingaku. "Devaaaaan!" Devan kembali terkekeh mendengar jeritanku dan pasraah ketika lengan atasnya aku pukuli bertubi-tubi. Mobil kembali melaju membelah
Baca selengkapnya

Jangan Sentuh Aku

"Devaaan ...!" Aku terpekik melihat seseorang memukul Devan dari belakang hingga laki-laki itu meringis kesakitan. "Ivaaaan ...! Jangan ...! Lepasin!" Aku berusaha menarik tubuh Ivan yang terus menghajar Devan dengan membabi buta. Namun tubuh sebesar itu tak akan mungkin sanggup aku menahannya untuk tidak terus memukuli Devan. "Aku dah ingatkan kamu berkali-kali, Dev! Zahra itu punya suami. Tega banget kamu mempermainkan dia!" teriak Ivan berapi-api. Devan tidak melawan. Pria itu hanya berusaha menghindar. Padahal jika mau, aku yakin Devan pasti bisa melawan. Tapi Devan tampak hanya mengalah. Aku tak tega melihatnya terus dipukuli oleh Ivan. Selintas nampak ada cairan berwarna merah di sudut bibirnya. Untunglah ruangan ini tertutup. Hingga suara keributan ini tidak terdengar sampai keluar. "Vaaan, please ... udaah!" Sekuat tenaga aku menarik tubuh Ivan agar menjauh dari Devan.. "Vaaan, Devan nggak sepenuhnya salah. Aku juga meresponnya selama ini. Jadi kamu bisa marahin ak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status