Home / Romansa / Bukan Siti Nurbaya / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Bukan Siti Nurbaya: Chapter 61 - Chapter 70

101 Chapters

Rencana Sena

"Sa, istri gue kenapa?" tanya Sena begitu masuk ke dalam rumahnya. "Duduk dulu, Sen!" Sasa menepuk sisi sofa yang kosong di sebelahnya. Sena menjatuhkan tubuhnya di sebelah Sasa. Sasa menceritakan apa yang telah terjadi. "Tadi Dinda dapat telepon dari seseorang kalau elo selingkuh di taman kota. Kita berdua akhirnya ke sana buat buktiin..." Cerita Sasa masih berlanjut sebenarnya, tapi Sena sudah memotong ucapannya. "Ya ampun, Sa. Gue nggak selingkuh. Dari tadi di kantor," jelas Sena. "Iya, Sen. Gue percaya sama elo kok. Dengerin gue dulu ya," pinta Sasa. Sena mengangguk. Mendengarkan penuturan Sasa dengan seksama. "Gue rasa Dinda udah dijebak. Pak Gandhi yang rencanain ini semua biar Dinda ada di taman kota itu. Sewaktu kita mau pergi dari taman, tiba-tiba Pak Gandhi samperin kita. Dia lamar Dinda. Dia minta Dinda buat jadi istri keduanya.""Gila!" Amarahnya serasa berada di ubun-ubun. Sena mengepalkan kedua tangannya. Buku-buku jarinya sampai memutih akibat terlalu kuatnya kep
Read more

Menyusun Strategi

Seperti yang mereka janjikan tadi, sehabis pulang dari kampus Sena menemui teman-temannya di basecamp. "Arfan mana?" tanya Sena. Dia baru saja sampai basecamp. "Belum datang" jawab Bima. Rizal dan Bima sedang bermain catur. Sedangkan Aldo tengah memainkan game di ponselnya. Sena sendiri lebih memilih tiduran di sofa. Pikirannya sedang ruwet. Masalah pekerjaan, belum lagi rumah tangganya yang selalu ada saja penganggunya. Aldo, Bima, dan Rizal belum menyadari jika temannya yang satu ini sedang ruwet. Mereka hanya mengira jika Sena hanya kelelahan saja. Jadi dibiarkan begitu saja. Arfan baru saja datang. Dia menyadari temannya yang satu itu tidak tertidur, melainkan hanya berbaring di sofa sembari menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Arfan menepuk pundaknya. "Ada masalah apa, Sen?" Lamunan Sena buyar karenanya. "Oh, lo udah datang, Fan?" Sena balik bertanya pada Arfan."Heh, lo belum jawab pertanyaan gue, kampret." Arfan memukul lengan Sena. Sena yang semula berbaring
Read more

Memberi Sedikit Pelajaran

Seperti yang telah mereka rencanakan sebelumnya bahwa hari ini akan memberikan sedikit pelajaran untuk Gandhi. Entah akan diberikan pelajaran seperti apa nanti, kita lihat saja! Pukul sembilan kurang mereka sudah menunggu Gandhi di jalan yang akan dia lewati. Kepulan asap rokok menemani penantian mereka. Kecuali Sena, dia memang tidak merokok. "Kalau bukan karena persahabatan ini, gue ogah nungguin manusia laknat satu itu," ujar Aldo sembari mengepulkan asap rokoknya di udara. "Aduh, kaki gue digigitin nyamuk," keluh Rizal sembari menaboki kakinya sendiri. "Suruh siapa nggak pakai celana panjang," sahut Bima menimpali. "Celana panjang gue belum dicuci. Maklum lah anak kos banyak malasnya.""Makannya nikah biar ada yang cuciin baju sama celana lo," celetuk ArfanSena memberikan tabokan pada bahu Arfan. "Heh, lo pikir istri lo cuma buat dijadiin tukang cuci, hah? Kampret emang."Kurang lebih setengah jam mereka menunggu. Mangsa yang ditunggu-tunggu pun sudah terlihat dari kejauhan
Read more

Memberi Sedikit Pelajaran 2

Sebelumnya Sena telah memikirkan matang-matang masalah ini. Dia telah mengetahui jika di tempat ini tidak ada satupun sinyal, dikarenakan tempat ini jauh dari pemukiman penduduk dan sepanjang jalan hanya ada pohon-pohon pisang dan ladang milik warga. Mungkin itu sebabnya tidak ada sinyal di tempat ini. Sena juga memilih tempat ini untuk mengepung Gandhi karena tidak ada satu orangpun yang akan melintasi jalanan ini jika sudah di atas pukul sembilan malam. TapTapTapPerlahan langkahnya terus maju ke depan, mendekati Gandhi. Netranya menatap dengan tajam. Bagaikan singa yang akan menerkam mangsanya. Jantungnya bertalu-talu. Sekujur tubuhnya merasakan getaran yang hebat. Gandhi ketakutan luar biasa. Ah, jangan sampai pipis di celana deh. Akan sangat memalukan bukan? Cengkeraman Sena pada kerah baju Gandhi kali ini lebih kuat daripada sebelumnya. Leher Gandhi serasa dicekik secara tidak langsung. Sena mati-matian menahan emosinya agar tidak meledak. Dia mengatur napasnya yang membur
Read more

Kado Untuk Adinda

Perilisan produk baru diadakan hari ini. Sungguh luar biasa sekali antusias masyarakat. Dalam waktu sekejap produk-produk itu sudah ludes di pasaran. Abimanyu sama sekali tak pernah menyangka jika putranya benar-benar bisa diandalkan."Kamu hebat, Sen. Ide kamu sangat cemerlang sehingga produk kita banyak diminati di pasaran," puji Abimanyu. "Terima kasih, Pa. Sena juga masih belajar. Sena sama sekali nggak nyangka kalau produk yang kita buat akan melejit seperti ini. Padahal niat awal produk ini hanya untuk tes pasaran saja.""Ya Alhamdulillah, Sen. Nyatanya semuanya malah jadi berkah.""Iya, Pa. Alhamdulillah."Haris menatap Sena dengan penuh kekaguman. Sampai saat ini dia masih tidak percaya jika ide yang dimiliki oleh Sena benar-benar cemerlang. "Dengan begini kegiatan produksi akan berjalan membaik seperti semula. Seharusnya dari awal saya tidak meragukan kemampuan kamu, Sena.""Ah, tidak apa-apa, Pak. Saya tahu, Bapak awalnya ragu karena ide ini juga memiliki banyak resiko.""
Read more

Dinner Romantis

Meskipun banyak tanda tanya, Adinda tetap menuruti permintaan suaminya. Dia memoles sedikit wajahnya agar terkesan fresh dan tidak pucat. Bukan make up menor, tapi make up natural. Hanya memakai bedak, lipstick berwarna nude, dan blush on untuk membuat wajahnya tampak lebih segar. Selama ini dia memang berpenampilan seadanya dan terkesan tomboy, tapi dia tetaplah seorang wanita tulen. Untuk merias wajah secara sederhana tentu dia bisa melakukannya. Rambut sebahunya dibiarkan terurai dengan memakai penjepit ala korea di belakang telinga."Ternyata aku cantik juga ya," ucap Adinda narsis. Berlenggak lenggok di depan kaca sembari meneliti penampilannya malam ini. Sena keluar dari kamar mandi. Dia terlihat begitu gagah malam ini. Tubuhnya yang tinggi, tegap, dan berotot itu terlihat sempurna dengan balutan jas mahal berwarna hitam. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Membentuk lengkungan yang indah. Siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona. "Gimana penampilanku, Sen?" Adinda
Read more

Bermalam Di Kapal Pesiar

Daun kering luruh dari rantingnya, terbang terbawa angin. Meninggalkan sang pohon yang masih berdiri kokoh. Begitulah hidup. Tidak ada yang kekal. Salah satu yang abadi yakni cinta sejati. Akan dibawa sampai mati. ***Angin melambai. Menerbangkan surai yang terurai. Malam kian pekat, tapi tak mengurangi satupun kebahagiaan yang membersamai. Di atas kapal pesiar, dua insan tengah memandangi hamparan lautan. Jauh di atas angkasa ada ribuan bintang-bintang yang membagi kerlip cahayanya. Menyorot wajah-wajah teduh yang saling berbagi tawa. Tangan kekar Sena tampak tak rela melepaskan rengkuhannya. Semakin mendekap, berbagi kehangatan dengan istri terkasih. "Kalau begini sudah hangat?" tanya Sena seraya membenamkan wajahnya di ceruk leher Adinda. Hembusan napasnya yang hangat menerpa pori-pori Adinda.Adinda mengangguk seraya tersenyum tipis. Sangat tipis, bahkan Sena sampai tak mengetahuinya. Ah, untung saja Sena memeluknya dari belakang. Jangan sampai dia tahu jika wajah Adinda tenga
Read more

Wildan Dan Kedua Istrinya

Kehidupan pernikahan tidaklah seindah yang dibayangkan. Yang bisa setiap saat uwu uwuan dengan pasangan. Namanya ibadah terpanjang, pastilah ada ujiannya. Apalagi rumah tangga yang dijalani Andina. Poligami bukanlah sesuatu yang mudah. Wanita mana yang suka dimadu? Berbagi suami dengan wanita lain. Tidak ada. Semua yang dijalani Andina serba terpaksa. Seikhlas apapun dirinya menerima kenyataan, dia tetaplah wanita yang membutuhkan kasih sayang secara penuh. Hari ini jatah Wildan berada di rumahnya. Sudah selarut ini, tapi tidak ada tanda-tanda Wildan akan kemari. Bukan pertama kalinya dia menunggu kedatangan Wildan seperti ini. Sudah berulang kali Ella selalu bersikap curang dengan memakan jatah waktunya bersama dengan Wildan, memakai alasan rewel dan tidak mau ditinggal.Hei... Dia pikir yang butuh Wildan hanya dirinya? Andina juga butuh suaminya. Dia juga sedang hamil, sama seperti Ella. Tidak seharusnya dia bersikap curang seperti ini. Andina ingin menangis rasanya. Seharusnya
Read more

Wildan Dan Kedua Istrinya 2

Pagi menjelang. Namun, sang surya belum menampakkan sinarnya. Sayup-sayup terdengar suara azan berkumandang. Ayam-ayam tetangga juga berkokok. Seolah ikut membangunkan dua insan yang tengah bergelung di dalam selimut yang sama. "Ayo, bangun, Sayang. Salat subuh dulu!" Wildan mengusap kedua pipi Andina dengan lembut. Bukannya bangun, Andina malah menyembunyikan wajahnya di dada Wildan. "Ehm. Sebentar lagi."Diusapnya surai hitam itu. "Ayo, bangun dulu! Aku mau ke masjid ini, keburu ikamah."Sebenarnya Andina masih ingin bermanja dengan suaminya, tapi dia juga tak mau berdosa. Suaminya ini harus berjemaah di masjid. Dilepaskan pelukannya dari Wildan. Andina juga ikut bangun dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat subuh. Setelah salat subuh Andina membuatkan sarapan untuk Wildan. Dia ingat kalau Wildan akan mengunjungi Ella sebelum berangkat kerja. Ingin rasanya dia menahan suaminya barang sejenak agar tetap di sisinya. Namun, dia sadar tidak boleh egois. Bagaiman pun Ella ju
Read more

Wildan Dan Kedua Istrinya 3

Setelah salat ashar Andina sudah bersiap-siap. Hari ini dia akan pergi ke Dokter kandungan, ditemani sang suami tentunya. "Mbak, hari ini bisa pulang lebih awal, soalnya aku mau pergi ke Dokter kandungan," jelas Andina pada Ani dan Wina. Ani menunjukkan packingan yang belum selesai. "Habis packing ini ya, Dina." "Oke, Mbak."Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Ani dan Wina pamit pulang pada Andina. Sementara itu, di teras rumah Andina menunggu kedatangan suaminya.Andina mulai resah. Dia sedari tadi melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah menunjukkan pukul lima sore. Biasanya Wildan pulang dari kantor pukul empat dan akan sampai rumah pukul setengah lima. "Duh... Aku telepon deh." Andina mencoba menghubungi Wildan. Alhamdulillah, sambungan terhubung. "Hallo, Sayang...""Kenapa, Dina? Wildan lagi di rumah gue." Suara Ella diseberang sana membuat wajah Andina masam. Dia tampak begitu kecewa dengan Wildan. Harusnya kan hari ini jatahnya Wildan pulang ke rumahnya, tapi kenapa ha
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status