Beranda / Romansa / Bukan Siti Nurbaya / Bermalam Di Kapal Pesiar

Share

Bermalam Di Kapal Pesiar

Penulis: Ranti Kurnia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-29 18:39:49

Daun kering luruh dari rantingnya, terbang terbawa angin. Meninggalkan sang pohon yang masih berdiri kokoh. Begitulah hidup. Tidak ada yang kekal. Salah satu yang abadi yakni cinta sejati. Akan dibawa sampai mati.

***

Angin melambai. Menerbangkan surai yang terurai. Malam kian pekat, tapi tak mengurangi satupun kebahagiaan yang membersamai.

Di atas kapal pesiar, dua insan tengah memandangi hamparan lautan. Jauh di atas angkasa ada ribuan bintang-bintang yang membagi kerlip cahayanya. Menyorot wajah-wajah teduh yang saling berbagi tawa.

Tangan kekar Sena tampak tak rela melepaskan rengkuhannya. Semakin mendekap, berbagi kehangatan dengan istri terkasih.

"Kalau begini sudah hangat?" tanya Sena seraya membenamkan wajahnya di ceruk leher Adinda. Hembusan napasnya yang hangat menerpa pori-pori Adinda.

Adinda mengangguk seraya tersenyum tipis. Sangat tipis, bahkan Sena sampai tak mengetahuinya. Ah, untung saja Sena memeluknya dari belakang. Jangan sampai dia tahu jika wajah Adinda tenga
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Siti Nurbaya   Wildan Dan Kedua Istrinya

    Kehidupan pernikahan tidaklah seindah yang dibayangkan. Yang bisa setiap saat uwu uwuan dengan pasangan. Namanya ibadah terpanjang, pastilah ada ujiannya. Apalagi rumah tangga yang dijalani Andina. Poligami bukanlah sesuatu yang mudah. Wanita mana yang suka dimadu? Berbagi suami dengan wanita lain. Tidak ada. Semua yang dijalani Andina serba terpaksa. Seikhlas apapun dirinya menerima kenyataan, dia tetaplah wanita yang membutuhkan kasih sayang secara penuh. Hari ini jatah Wildan berada di rumahnya. Sudah selarut ini, tapi tidak ada tanda-tanda Wildan akan kemari. Bukan pertama kalinya dia menunggu kedatangan Wildan seperti ini. Sudah berulang kali Ella selalu bersikap curang dengan memakan jatah waktunya bersama dengan Wildan, memakai alasan rewel dan tidak mau ditinggal.Hei... Dia pikir yang butuh Wildan hanya dirinya? Andina juga butuh suaminya. Dia juga sedang hamil, sama seperti Ella. Tidak seharusnya dia bersikap curang seperti ini. Andina ingin menangis rasanya. Seharusnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Bukan Siti Nurbaya   Wildan Dan Kedua Istrinya 2

    Pagi menjelang. Namun, sang surya belum menampakkan sinarnya. Sayup-sayup terdengar suara azan berkumandang. Ayam-ayam tetangga juga berkokok. Seolah ikut membangunkan dua insan yang tengah bergelung di dalam selimut yang sama. "Ayo, bangun, Sayang. Salat subuh dulu!" Wildan mengusap kedua pipi Andina dengan lembut. Bukannya bangun, Andina malah menyembunyikan wajahnya di dada Wildan. "Ehm. Sebentar lagi."Diusapnya surai hitam itu. "Ayo, bangun dulu! Aku mau ke masjid ini, keburu ikamah."Sebenarnya Andina masih ingin bermanja dengan suaminya, tapi dia juga tak mau berdosa. Suaminya ini harus berjemaah di masjid. Dilepaskan pelukannya dari Wildan. Andina juga ikut bangun dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat subuh. Setelah salat subuh Andina membuatkan sarapan untuk Wildan. Dia ingat kalau Wildan akan mengunjungi Ella sebelum berangkat kerja. Ingin rasanya dia menahan suaminya barang sejenak agar tetap di sisinya. Namun, dia sadar tidak boleh egois. Bagaiman pun Ella ju

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Bukan Siti Nurbaya   Wildan Dan Kedua Istrinya 3

    Setelah salat ashar Andina sudah bersiap-siap. Hari ini dia akan pergi ke Dokter kandungan, ditemani sang suami tentunya. "Mbak, hari ini bisa pulang lebih awal, soalnya aku mau pergi ke Dokter kandungan," jelas Andina pada Ani dan Wina. Ani menunjukkan packingan yang belum selesai. "Habis packing ini ya, Dina." "Oke, Mbak."Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Ani dan Wina pamit pulang pada Andina. Sementara itu, di teras rumah Andina menunggu kedatangan suaminya.Andina mulai resah. Dia sedari tadi melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah menunjukkan pukul lima sore. Biasanya Wildan pulang dari kantor pukul empat dan akan sampai rumah pukul setengah lima. "Duh... Aku telepon deh." Andina mencoba menghubungi Wildan. Alhamdulillah, sambungan terhubung. "Hallo, Sayang...""Kenapa, Dina? Wildan lagi di rumah gue." Suara Ella diseberang sana membuat wajah Andina masam. Dia tampak begitu kecewa dengan Wildan. Harusnya kan hari ini jatahnya Wildan pulang ke rumahnya, tapi kenapa ha

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-02
  • Bukan Siti Nurbaya   Ketakutan Andina

    Setelah satu minggu lamanya Adinda dan Sena menikmati liburan mereka di kapal pesiar, kini waktunya kembali pada aktivitas semula. Apalagi kalau bukan bekerja dan kuliah. Pagi ini Adinda disibukkan dengan bimbingan skripsi. Dani sebagai dosen pembimbing satu telah menyetujui bab satunya. Adinda senang bukan main, dia mentraktir teman-temannya di caffe dekat kampus. Kaum-kaum suka gratisan ini nampak begitu bahagia. Lumayan uang sakunya tidak berkurang. Apalagi untuk anak kos seperti Sasa, Karin, dan Clara. "Sering-sering traktir kita ya, Din!" ujar Sasa sembari menikmati kentang goreng. "Doain aja skripsi gue selalu di acc. Entar gue traktir kalian lagi deh.""Apa perlu gue kasih jampe-jampe ke Pak Dani biar selalu di acc skripsi elo, Din?" celetuk Karin. "Gila lo. Ya nggak gitu juga kali."Karin menggaruk kepalanya. Dia tampak berpikir. "Lagian gue heran deh sama Pak Dani. Apa susahnya sih cuma kasih tanda tangan acc doang.""Namanya juga dosen perfeksionis, Ra. Maklumin aja."

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-02
  • Bukan Siti Nurbaya   Kebakaran

    Malam ini Andina tidur di rumah Adinda. Sena sebenarnya tak setuju kalau kakak iparnya itu tinggal di rumah mereka. Bukan apa-apa, namanya rumah tangga lebih baik hanya ada suami dan istri di dalamnya. Lagipula rumah mereka itu kan berdampingan dengan rumah Andina, mereka juga masih bisa mengawasinya tanpa harus tinggal serumah.Tapi Adinda meyakinkan Sena kalau Andina hanya menginap sementara saja. Mau tidak mau, Sena pun membolehkan Andina menginap di rumah mereka. Adinda membawa dua porsi nasi goreng ke meja makan. "Makan yuk, Kak!" ajak Adinda. "Ah, iya." Andina ikut bergabung dengan Adinda di meja makan. Adinda melirik Andina. Kakaknya itu sedari tadi hanya mengaduk-aduk nasinya saja, tanpa menyuap satu sendok pun. "Kak..." Adinda menepuk punggung tangan Andina, membuatnya tersentak. "Hah?""Dimakan, jangan melamun terus!""Iya, ini aku makan." Andina mulai menyuap nasi goreng buatan Adinda. Rasanya sangat enak. Bahkan lebih enak daripada masakannya sendiri, tapi entahlah.

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-03
  • Bukan Siti Nurbaya   Selepas Kebakaran

    Sena mengusap wajahnya kasar. "Astagfirullah. Aku telah zalim, Ya Allah. Bagaimana bisa aku sempat melarang Dina menginap di rumah kami. Coba saja kalau malam ini dia berada di rumahnya sendirian. Bagaimana nasibnya saat ini."Disatu sisi Sena merasa bersyukur, saat kebakaran berlangsung Andina berada di rumahnya dan aman. Sena mengeluarkan ponsel dari kantong celananya. Dia menghubungi Wildan. Sebagai suami, Wildan harus tahu keadaan istrinya. Panggilan terhubung, tapi tidak dijawab. Sena semakin gusar. "Angkat, Wil. Rumahmu kebakaran dan istrimu sedang bersedih. Apa kamu tidak bisa merasakan betapa nelangsanya Dina saat ini?"Sekali lagi Sena mencoba menghubungi Wildan. "Ah, sial! Lagi sibuk ngapain sih kamu, Wil?"Sena menjambak rambutnya sendiri, merasa kesal dengan Wildan karena sedari tadi tidak bisa dihubungi. Pak RT menepuk pundak Sena. "Mas Sena, jendela dan pintunya sudah kami tutup semua. Asapnya juga sudah keluar semua. Dibersihkan besok pagi saja.""Baik, Pak RT. Sekal

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-03
  • Bukan Siti Nurbaya   Selepas Kebakaran 2

    Bau harum mengepul, memenuhi seluruh sudut ruangan. Capcay sayur menjadi menu andalan Adinda hari ini. Dia juga menggoreng ikan nila. Makanan favorit sang mama. Rencananya mau dibawa ke rumah orangtuanya nanti. Mereka berempat sarapan bersama. Sedari mulai sarapan Andina tampak begitu ceria. Dia juga makan dengan lahap. Efek ditemani sang suami tercinta. Melihat Andina makan dengan lahap, Adinda tampak begitu senang. Dia menambahkan ikan goreng ke dalam piring Andina. "Tambah ikannya, Kak. Kamu harus makan banyak biar adik bayinya sehat."Andina protes, hendak mengembalikan ikan tersebut ke dalam piring semula. "Kan aku udah ambil ikannya, Din. Nanti malah nggak jadi bawain ikan buat Mama."Adinda menepisnya. "Buat Mama udah aku sisihkan sendiri, Kak. Tenang aja, aku masak banyak kok."Andina tak lagi protes, dia kembali makan dengan tenang. Setelah semua menyelesaikan makannya, Adinda membuka suara. "Wil, hari ini aku mau ajak Kak Dina ke rumah Mama-Papa, boleh kan?"Wildan mengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-04
  • Bukan Siti Nurbaya   Hujan

    Orang-orang berhamburan keluar rumah menyelamatkan jemuran mereka. Gerimis baru saja turun membasahi tanah yang kering. Clara menengadahkan kedua tangannya. Tetesan air hujan menyentuh permukaan kulitnya. "Yah, mana hujan lagi."Clara kembali memasukkan motor Adinda. Dia berjalan keluar kos dengan membawa payung di tangan kanannya. Kalau saja perutnya saat ini tidak kelaparan, mana mau Clara keluar saat hujan. "Bu, nasi rames dibungkus satu," ucapnya pada sang penjual. "Lauknya apa, Neng?" tanya si ibu. "Ayam goreng aja, Bu.""Ditunggu ya, Neng. Duduk dulu."Clara duduk di bangku panjang depan etalase makanan. Dari arah berlawanan sepasang mata terus memperhatikannya."Yang beli cakep bener ya, Mak," ucapnya pada si ibu. "Jangan genit kamu, Fai. Ini nasinya taruh di etalase!" Perintah si ibu sembari menyerahkan bakul nasi."Maaf agak lama, Neng. Nasinya baru ngambil dari dapur.""Oh, nggak apa-apa, Bu."Rifai meletakkan bakul nasi di etalase sembari terus memandangi wajah cantik

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-04

Bab terbaru

  • Bukan Siti Nurbaya   Tamat

    Suasana penuh kebahagiaan menyertai kediaman keluarga Wijaya. Hari ini ketiga keluarga besar itu berkumpul menjadi satu untuk merayakan kehamilan Adinda.Sena mulai kesal karena dari tadi tidak diperbolehkan berdampingan dengan Adinda. Sedari tadi Opa Gunandar tidak mau jauh dari Adinda. Istri Sena itu hari ini dikuasai oleh Opa Gunandar. Opa Gunandar hanya terlampau bahagia karena sebentar lagi akan mempunyai cicit yang sudah lama didambakannya. "Perutnya Dinda jangan diusap terus dong, Opa. Lama-lama bisa mengikis entar," protes Sena. "Brisik! Ganggu orang lagi bahagia aja," kesal Opa Gunandar. "Ma, geseran dong! Sena pengen duduk sebelah Dinda," ucapnya pada Indah. "Nggak mau. Mama kan juga pengen dekat sama Dinda," tolak Indah. Sena mencebikkan bibirnya. Mama dan Opa-nya sama saja, paling hobi membuat Sena jengkel. Adinda terkekeh. "Sayang, ih... begitu aja masa ngambek," ledek Adinda. "Emang lebay banget tuh suami kamu. Tiap hari juga udah ngekepin, masih aja kurang," cibi

  • Bukan Siti Nurbaya   Jadi, Ini Sebabnya?

    Satu minggu ini kelakuan Adinda membuat Sena pusing tujuh keliling. Setiap hari ada saja hal yang menguji kesabaran Sena. Seperti saat ini, di tengah malam seperti ini Adinda ingin pergi melihat air terjun.Adinda menarik-narik baju Sena. Merengek seperti bocah balita. Keinginannya harus segera terpenuhi. Bila tidak, Adinda tidak akan merasa lega. "Ayo, berangkat sekarang, Yang!""Enggak!" tegas Sena. Sudah berulang kali Adinda merengek, berulang kali pula Sena menolak permintaan Adinda. Semua dirasa tidak masuk akal bagi Sena. Mana ada tempat wisata yang sudah buka di jam pocong seperti saat ini. Adinda berbalik, meringkuk dan memunggungi Sena. Wajahnya sangat masam. Di dalam batinnya itu, Adinda sangat kesal dan terus menggerutu. "Hih, dasar nyebelin. Pengen lihat air terjun aja nggak diturutin."Meraih ponsel di atas nakas, Adinda membuka aplikasi berwarna merah. Menonton video air terjun. Netranya tampak berbinar-binar saat melihat video tersebut. Suara gemericik air membuat h

  • Bukan Siti Nurbaya   Adinda Kerasukan Jin Tomang?

    Melihat wajah-wajah ketakutan, Pak Ihsan menahan tawanya agar tidak meledak. 'Mungkin mereka pikir aku ini dukun yang bisa baca pikiran orang kali ya. Apa tampangku begitu? ha ha ha.'"Nah, ini rumahnya Pak Dullah," ujar Pak Ihsan. Sejenak, Sena menghembuskan napas penuh kelegaan. Pak Ihsan benar-benar membawanya ke rumah Pak Dullah. 'Astagfirullah. Maafkan aku, Ya Allah, sudah suudzon.'"Malah bengong, ayo diketuk pintunya!" ucap Pak Ihsan. Belum sempat Sena mengetuk pintu, pintu sudah dibuka lebih dulu. Menampakkan sang pemilik rumah yang sedang mengulum senyum. "Assalamualaikum..." sapa Pak Dullah. "Waalaikumussalam...""Mau cari buah strawberry yang warnanya hijau kan?" tebak Pak Dullah.Lagi dan lagi, Sena dan Arfan saling melempar pandang. Misteri tentang Pak Ihsan yang bisa membaca pikiran mereka saja belum terpecahkan, ini sudah bertambah Pak Dullah. Semakin membuat Sena dan Arfan pusing saja. "Dari mana Bapak tahu?" tanya Sena heran. Pak Dullah tidak menjawab, justru

  • Bukan Siti Nurbaya   Adinda Yang Aneh Dan Strawberry Berbuntut Panjang

    "Sayang..." panggil Sena. "Kamu kenapa sih?" tanya Sena kesal karena sedari tadi diacuhkan. Takut mulut Sena beraroma bawang goreng, Adinda mendorong dada Sena. Enggan berdekatan dengan suaminya itu. Menutup hidung rapat-rapat. Biarlah menghindar dan menahan napas ketimbang muntah lagi."Kamu kenapa sih, Yang? Aku bau?""Awas ih, minggir!" teriak Adinda kesal. Menghembuskan napas ke udara, Sena mencium aroma dari dalam mulutnya sendiri. Sena rasa aroma napasnya masih segar. Tidak bau makanan atau apa, karena dia belum sempat makan tadi. Kembali duduk, Adinda sudah menjauhkan toples berisi bawang goreng itu dari jangkauannya. "Loh, bawang gorengnya ke mana, Yang?" tanya Sena. "Nggak ada, udah aku simpen.""Di mana?""Udah buruan duduk! Mau makan nggak?""Ya makan lah. Bentar, aku mau cari bawang goreng dulu.""Nggak ada. Awas ya kalau kamu berani makan bawang goreng, bakalan aku usir kamu dari rumah," ancam Adinda. "Yaelah, Yang. Bagi dikit doang. Jangan mentang-mentang kamu suk

  • Bukan Siti Nurbaya   Sidang Skripsi

    Dua minggu berlalu. Adinda, Sena, dan Arfan duduk di depan ruang sidang. Harap-harap cemas tampak di raut wajah Adinda dan Arfan ketika menunggu giliran selanjutnya. Berbeda dengan keduanya, Sena tampak santai dan biasa-biasa saja. "Sayang, kenapa donat tengahnya bolong?""Kalau yang utuh namanya bolu.""Salah. Yang utuh itu cinta aku ke kamu wkwk."Satu pukulan mendarat di lengan Sena. "Ih, dasar jokes Bapak-bapak.""He he... Biar sedikit mencair suasananya loh, Sayang. Habisnya kamu dari tadi tegang mulu sih.""Ya gimana nggak tegang. Mau sidang juga. Emangnya kamu, daritadi santai begitu.""Ya buat apa pusing-pusing sih. Kalau ditanya ya tinggal di jawab. Begitu aja repot.""Heh, enak banget ya itu bibir kalau ngoceh.""Kalian ini... Udah mau sidang masih aja ribut," ucap Arfan kesal. "Ya gimana, Fan. Abisnya si Sena ngeselin.""Halah. Ngeselin begitu juga lo bucin," cibir Arfan. "He he he... Jelas kalau itu mah," ucap Adinda cengangas-cengenges. "Arfan Ardyatama..." panggil pe

  • Bukan Siti Nurbaya   Penuh Rasa Syukur

    Ditemani Sena dan pengacaranya, Adinda memasuki ruang sidang. Segala macam bukti sudah Adinda kumpulkan, termasuk hasil visum bekas luka cambuk. Begitu mendudukkan diri, Adinda merasa tidak karuan. Tatapan nanar tertuju kepada mantan kekasih Sena itu. Memori sewaktu penyekapan terus berputar-putar memenuhi pikiran Adinda. Bayangan pecutan cambuk menggores kulit tangan. Sekelebat, Adinda memejamkan mata. Napasnya jadi tersengal-sengal. Ngilu sekali rasanya bila teringat hari itu. Jemari Adinda berada dalam genggaman tangan Sena. Sejenak, keduanya beradu pandang. Tatapan mata Sena seolah menjadi penenang. Sena selalu meyakinkan Adinda bahwa kebahagiaan sebentar lagi akan mereka raih. Adinda tenang karenanya. Sidang putusan berlangsung. Mantan kekasih Sena itu dijerat pasal 333 KUHP tentang penyekapan dan penculikan. Hukuman berlangsung paling lama sembilan tahun.Menjerit histeris usai persidangan, Ella menangis tersedu-sedu. Memohon pengampunan kepada Adinda dan Sena. Meminta belas

  • Bukan Siti Nurbaya   Ingin Punya Baby

    "Tante Dinda... Om Sena..." teriak Andina girang. "Baby Rion..." pekik Andina.Gemas, Adinda hendak mencium pipi gembul baby Arion, tapi ujung sweaternya ditarik dari belakang oleh Wildan."Heh, cuci tangan sama cuci kaki dulu kalau mau dekat-dekat sama Rion," ucap Wildan. Adinda mencebikkan bibirnya. "Iya... Iya..."Setelah membasuh tangan dan kaki, Adinda dan Sena mendekati baby Arion. Menimang dan menciumi pipinya dengan gemas."Sen..." lirih Adinda. "Hmm..." Sena hanya bergumam. Sibuk menimang baby Arion. "Kamu pengen punya yang kayak gini?""Pengen banget. Nanti sampai di rumah kita buat ya," balas Sena tersenyum lebar. Tentu saja Sena sudah menginginkan memiliki baby sendiri. Sena merasa bahwa sekarang dirinya sudah siap dan mampu menjadi seorang ayah. Namun, Adinda masih dilanda kebimbangan. Disatu sisi Adinda juga menginginkan hadirnya buah hati, tapi disisi lain Adinda ingin menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu baru memikirkan soal momongan. "Tapi gimana sama perjanj

  • Bukan Siti Nurbaya   Meniti Kebahagiaan

    Menyakiti diri sendiri sebagai bentuk pelampiasan emosi. Beberapa helai rambut rontok akibat kuatnya tarikan dari sang pemilik tubuh itu sendiri. Menjerit histeris layaknya orang kesurupan. Masih tidak bisa menerima bahwa dirinya bersalah dan harus merasakan buah dari akibat perbuatannya. "Arghhh..." teriaknya. "Diam! Berisik!" sentak wanita bertato. "Sumpal saja mulutnya dengan kaos kaki," ujar wanita kurus di sebelahnya mengompori. Wanita bertato mendekat, memandang tajam tahanan baru. Menelisik wajah cantik yang dipenuhi air mata. Merasa ngeri karena ditatap sedari tadi, Ella memalingkan wajahnya. Menghindari adu tatap lebih baik ketimbang cari perkara. "Heh, ada kasus apa sampai kau bisa masuk ke sini?" tanya wanita berambut keriting. Mengatupkan kedua bibir rapat-rapat, Ella enggan membuka suara. Membuat wanita bertato geram karena temannya diacuhkan. "Heh, jawab!" sentak wanita bertato."Penculikan.""Menculik siapa?" kepo wanita berambut keriting. "Istri mantan pacarku

  • Bukan Siti Nurbaya   War Dan Misi Penyelamatan

    Mendengar suara gaduh, Ella tergopoh menghampiri. Dilihatnya Sena yang sedang dihajar orang bayarannya."Hentikan!" teriak Ella. "Bos?""Mundur semuanya!" perintah Ella. "Sen, lo gapapa?" tanya Ella penuh perhatian.Sena menggeleng lemah. Memegang perutnya yang terasa nyeri akibat kena pukulan. "Ayo, bangun!"Meraih lengan Sena, Ella hendak membantu mantan kekasihnya itu berdiri. Sena menepisnya. Sena bisa berdiri sendiri tanpa bantuan dari Ella. Bukannya songong karena tidak mau dibantu, tapi mengingat Ella kerap kali mencelakai Adinda membuat Sena geram padanya."Lepasin, La. Gue bisa berdiri sendiri.""Tapi, Sen. Perut lo tadi kena pukulan.""Gapapa. Gue udah biasa dipukul kok," balas Sena ketus. Memandang tajam ketujuh orang bayarannya, Ella mengamuk seketika. "Dasar bodoh. Kenapa kalian menghajar Sena, hah?" maki Ella. Menundukkan kepala, para orang bayaran itu tidak berani berkutik. "Ma-maaf, Bos. Kami gak tahu.""Dasar tolol! Gue kan udah bilang jangan sakiti Sena."Sena m

DMCA.com Protection Status