Semua Bab Miskin Gara-gara Nikah Lagi: Bab 31 - Bab 40

199 Bab

Misterius

"Mbak?"Aku tergagap. Bisa-bisanya malah melamun."A... Iya, Nis. Semoga lancar ya?""Lancar?" Aku tersenyum meski Niswah juga tidak tahu."Iya. Ya udah. Mbak lagi kerja. Kamu yang hati-hati.""O, iya mbak. Makasih. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Mendadak moodku turun. Eish! Kenapa sih aku? Itu kan hak Haidar untuk bertemu jodohnya. Lagipula pria itu juga cukup dewasa. Kenapa aku kepikiran? Tidak mungkin aku menyukainya secepat ini. Ish! Pasti baper gara-gara malam itu. Tidak! Ini bukan cinta, melainkan kekaguman semata.*****Moodku sedikit turun gara-gara pikiranku sendiri. Aneh memang. Kenapa wanita harus tercipta suka overthinking, dan moody-an? Sesuai rencana, sepulang dari kantor, aku tidak langsung pulang. Melainkan menuju alamat yang dikirim oleh orang yang kusuruh kemarin.Sebuah gang sempit dan kumuh. Aku menarik napas. Miris rasanya membayangkan mas Angga tinggal di tempat seperti ini setelah kenyamanan yang lama kita lalui bersama. Ku parkir mobil di halaman salah
Baca selengkapnya

Kau Akan Mati!

Baru selesai mandi. Rasanya tubuh kembali bugar. Namun pegal-pegal di badan masih terasa. Baru akan hilang setelah dibawa tidur. Kuambil sisir dan berjalan ke arah jendela. Membuka tirai nya lebar. Menyisir rambut sembari memandangi pemandangan luar. Hingga ketukan di pintu membuatku menoleh."Mbak! Mbak Din!""Ya! Tunggu sebentar.""Mbak. Hehe.""Ngapain cengar cengir, Nis?""Anu, mbak. Boleh ya, mas Haidar nginep disini? Semalem aja. Soalnya---""Iya, gak papa sih.""Bener mbak? Mbak gak khawatir kalau ada yang ngerasani mbak kan?""Iya. Disini gak ada yang peduli dengan tetangga, Nis. Sibuk dengan urusan masing-masing. Kamu gak usah khawatir. Lagian kan ada kamu, bukan cuma aku dan Haidar yang di rumah. Gak papalah. Mas mu juga orang baik kan?""E ya gak terlalu baik juga sih mbak. Dia--""Udah gak papa. Depan kamar mu itu kan ada kamar kosong. Masmu suruh tidur disana aja.""Iya, mbak. Makasih ya."Aku tersenyum, mengangguk."Oh ya. Tunggu sebentar."Aku berbalik dan membuka lemar
Baca selengkapnya

Mimpi Buruk

Tak dinyana, hujan masih mengguyur hingga pagi ini. Aku bahkan sampai terlambat bangun gara-gara mimpi buruk tadi malam. Aku sempat terbangun dengan napas tersengal dan keringat mengucur deras. Di saat itu, hujan terdengar di luar. Namun tidak dengan keadaanku yang benar-benar kacau. Mimpi itu terasa nyata. Menimbulkan parno berlebihan. Aku sampai tidak berani untuk tidur lagi. Terjaga dengan perasaan was-was karena dihantui mimpi itu. Menuruni tangga dengan tidak semangat. Rasanya mimpi itu menarik seluruh semangatku. Tapi, aku harus beraktifitas. Bangun pukul enam, sampai shalat saja telat. "Morning mbak Dinda."Senyum lebar Niswah adalah hal baik yang pertama menyapa sejak bangun tadi. Disampingnya kakaknya juga duduk meski tak menyapaku. Di meja makanan, sarapan sudah terhidang. Namun tatapku kembali memandang pria itu. Rasanya perasaanku bergemuruh. Rasa takut yang sedemikian besar membuat dadaku sesak."Hehe. Maaf ya, mbak. Niswah lancang tadi bikin sarapan sama mas Haidar. So
Baca selengkapnya

Cemburu tak Mendasar

"Astaga... Aku ganggu kalian tidur berarti.""Kalau mas Haidar mah enggak. Dia emang jam segitu biasanya udah bangun. Shalat malam. Tapi serius deh. Mas Haidar cuma diem aja di depan kamar mbak Dinda. Kayaknya dia juga bingung. Kan kamar mbak Niswah ditutup."Benar juga. Tapi, itu berarti mereka tahu kalau aku tadi malam mimpi buruk. Tapi, Haidar sampai ke kamarku? Ya Tuhan... Kenapa perasaanku mendadak mencelos."Mbak mimpi apa sih?""Bukan apa-apa. Ya biasalah. Kadang mimpi buruk kebawa sampai ke dunia nyata.""Pasti gara-gara itu, mbak bangun kesiangan?"Aku terkekeh."Terus, jangan bilang mbak juga minta mas Haidar tinggal bareng karena mimpi juga."Aku tersenyum. Menatap gadis itu lembut, lalu mengangguk."Ah... Ternyata mimpi buruk efeknya gede juga ya. Mbak Dinda aja sampe parno.""Haha. Ya gak pasti sih, Nis. Cuma itu kan karena rasanya nyata banget. Mbak jadi takut.""Kalau itu alasannya, aku rayu mas Haidar aja deh. Biar mau tinggal di rumah mbak juga.""Jangan Nis. Biar saj
Baca selengkapnya

Dendam Angga

"Mas Angga, tolong siapkan ruangan untuk rapat nanti.""Baik, pak."Aku, Angga Saputra, mantan direktur Golden Future kini beralih status menjadi office boy di salah satu perusahaan kecil. Huft... Tidak apa, namanya juga usaha. Memulai dari awal bukan masalah. Dulupun begitu, posisi awalku saat pertama kali menginjakkan kaki di Golden Future adalah kepala bagian gudang. Yah, meski itu lebih tinggi dari posisi disini.Dinda Arumi Bahril. Sosok yang aku kagumi sejak pertama kali bertemu. Saat itu dia dengan senyum manisnya, diperkenalkan oleh bang Aldi, kakaknya sekaligus bossku. Cantik, cerdas, baik hati, kaya raya, ramah. Sungguh, sosok yang sempurna untuk dikagumi. Kedekatan kami yang diawali dengan malu-malu, ternyata berbuah lain. Kami menikah setelah pacaran beberapa bulan.Kepada ayah dan ibu di rumah, aku katakan bahwa sekarang aku sudah sukses. Punya rumah, perusahaan, dan properti lainnya. Demi membuat bangga orang tuaku. Selama ini kami diejek miskin oleh tetangga sekitar. S
Baca selengkapnya

Aku Bisa Tanpamu

"Papa pulang..."Tak ada sahutan dari salamku. Semenjak pindah ke kontrakan ini, memang keadaan benar-benar berubah. Ibu sekarang lebih banyak diam. Mungkin karena lelah omelannya tidak kudengarkan. Ibu marah karena perkataannya untuk merebut kembali harta itu tidak kudengarkan. Bukan apa-apa, aku masih sadar diri bahwa itu bukan hartaku. Juga ego yang tinggi setelah janji yang ku ucapkan saat itu. Bahwa tidak akan membawa sesuatu saat pergi.Riri, dari awal juga hubungan kami sebatas papa mama untuk Vino. Dia sering pergi. Katanya mencari kerja. Tak masalah. Aku tidak melarangnya. Lagipula itu hidupnya. Aku tidak mau membatasinya. Hanya si kecil Vino yang tak pernah berubah. Menjadi pelipurku dikala penat menyapa."Riri belum pulang, Bu?"Kucium dahi Vino yang terlelap di kasur lantai. Mungkin dia lelah seharian bermain."Ngapain kamu nanya-nanyain Riri?""Ya kan Riri sekarang istri Angga, Bu. Jadi harus tahu keberadaannya.""Halah! Ibu kesel sama kamu. Masak penghasilan malah gedea
Baca selengkapnya

Kehilangan Harga Diri

Pria itu justru terkekeh."Wah, mantan? Atau dia bermain jal*ng saat masih bersamamu?""Dia penghianat," desahku kasar. Lagi-lagi pria itu terkekeh. Dia pikir ini lucu?"Kamu terlalu polos. Pria, tidak akan pernah cukup dengan satu wanita. Apalagi jika kesempatan itu datang. Karena itu lah, kamu lihat sendiri kan? Duniaku adalah wanita. Haha."Dia sedikit mabuk, mungkin. Lalu sejenak kemudian dia menatapku dengan pandangan datar."Dan kamu, kalau saja pria itu tidak mengawasimu, mungkin saja malam ini kita sudah menghabiskan malam bersama, cantik."Pria? Sontak aku menoleh. Tapi yang kudapati hanyalah bartender yang kini sibuk dengan pelanggan barunya."Dia siapamu? Atau.. Itu selingkuhanmu?" aku mendecak. Tapi untuk menolak, rasanya terlalu berbahaya. Setidaknya biarlah begitu yang diketahui oleh pria ini."Dia pacarku sekarang. Kalau begitu, terimakasih atas informasinya."Ku angkat bobot tubuhku dari tempat duduk. Tersenyum tipis, lalu kembali menghampiri bartender tadi."Bagaimana
Baca selengkapnya

Mengganggu

"Mbak."Aku mendongak, mengalihkan perhatian sejenak dari pekerjaan. Menatap gadis yang memegang kuncup es krim itu. "Apa, Nis?""Em, mau tanya boleh?""Kenapa?""Soal itu..." Aku menunggunya yang terlihat ragu."Katakan saja. Tapi kalau kamu ragu, ya jangan dulu deh.""Hehe. Enggak, mbak. Cuma mau tanya aja. Perempuan yang waktu itu ketemu di mall, itu siapa ya mbak?"Dahiku berkerut. Untuk apa dia menanyakan Riri."Soalnya... Soalnya waktu itu kan aku nemenin mas Haidar pas ketemu sama temennya. Terus, aku lihat kok mbak itu sama teman yang orang Turki itu. Mereka suami istri?"Degh! Kalimat terakhir Niswah membuatku terkejut. Mr Arav kan maksudnya? Tapi, untuk apa Riri bersama Mr Arav? Apa mereka saling kenal sebelumnya. "Dimana kamu ketemu dia?""Em, di kafe, mbak. Kan mas Haidar ketemu sama temennya itu di kafe.""Restoran? Mereka makan bareng?"Niswah mengangguk. Otakku berfikir cepat.
Baca selengkapnya

Rencana Berbahaya

"M-mas Angga," aku ternganga. Pria yang menyeretku ke tangga darurat adalah mas Angga. Dia menatapku tajam tanpa kata."Ba-bagaimana kamu ada disini, mas?""Kenapa? Kamu heran? Terkejut karena kembali kepergok? Huh!"Apa maksudnya kepergok? Dan senyumnya itu, kentara sekali mengejekku."Kamu kenapa sih, mas? Kamu nguntit aku ya?""Nguntit? Kamu pikir seberapa pentingnya kamu sampai aku menguntitmu? Cuih!"Tanganku terkepal. Tatapannya begitu merendahkanku. "Ternyata, kelakuanmu semakin busuk ya? Setelah waktu itu berselingkuh dengan pria Turki itu, sekarang dengan dia? Dasar! Lacur!""Jaga mulutmu, mas!""Kenapa? Benar bukan? Sudahlah. Jangan mengelak. Aku sudah tahu semua kebusukanmu. Pura-pura tersakiti, padahal playing victim. Aku pikir, Riri seratus persen lebih baik daripada kamu. Tak salah aku lebih mempertahankan dia daripada kamu.""Riri? Darimana kamu tahu dia perempuan baik-baik, hah? Sementara dia sebelumnya
Baca selengkapnya

Nekat

Pukul sembilan malam. Ternyata usaha tadi tidak kunjung membuat pikiranku tenang. Membolak balikkan badan ke kiri dan ke kanan. Berakhir tengkurap. Karena sudah tak tahan lagi, akhirnya aku beranjak juga. Membuka pintu dengan hati-hati, melirik kamar sebelah Kamar Niswah tertutup rapat. Sepertinya dia sudah tidur. "Aish! Sudahlah!" Kuusir pikiran buruk. Mengambil gaun tadi dan  memoles wajah. Lalu setelah itu segera membuka pintu. Melangkah pelan menuruni tangga. Mengunci pintu dari luar, dan bergegas ke parkiran. Menyalakan mobil dan meninggalkan rumah.Club malam di kawasan luar kota. Itu tujuanku sekarang. Tempat dimana dulu Riri pernah bekerja. Setengah jam perjalanan, sampai juga di lokasi. Remang-remang cahaya dari bangunan itu. Wanita berpakaian terbuka nampak mojok menggoda pria yang datang. Dari dalam mobil, aku mengawasi bangunan tersebut. Menelan saliva kasar. Haruskah aku lanjut saja penyelidikan ini, atau kembali? Tapi bayangan mas Angga yang me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status