Home / Pernikahan / Miskin Gara-gara Nikah Lagi / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Miskin Gara-gara Nikah Lagi: Chapter 11 - Chapter 20

199 Chapters

Ribut

Ucapan Mas Angga saat sendiri tadi terus terngiang. Dia masih mencintaiku? Tapi, kenapa kamu menghianatiku, Mas? Ah, andai saja waktu bisa diputar, akan aku singkirkan duri yang membuat kita jadi seperti ini. Jujur, aku menyesal telah membawa ibu mertua kesini jika malah membuat baktiku meluntur dan berganti rasa benci untuknya. Keluarga harmonis kita menjadi hancur dalam sekejap karena campur tangan beliau.Sebuah ketukan di pintu membuat lamunanku buyar. Kuusap air mata yang sempat menetes tadi. Tapi bukan untuk bergerak membuka pintu, melainkan untuk tidur. "Dinda, ini aku. Tolong bukakan pintu sayang.""Dinda... Din..."Kututup telingaku dengan bantal. Memilih menggapai mimpi daripada membuka pintu dan berakhir perdebatan panjang.*****Hujan gerimis rintik menyapa indera pendengaran saat aku bangun tidur. Dingin. Apalagi tadi malam aku lupa mematikan AC kamar. Jam di nakas menunjuk pukul setengah empat pagi. Kebiasaan bangun pagi it
Read more

Labrakan Ibu Mertua

"Sudah, Bu, Din. Uhuk! Uhuk! Ini salahku. Kepalaku pusing melihat kalian berdebat. Hatchi!"Aku mengangkat tubuhku dari kursi. Mengibaskan rambut elegan. Mending pergi."Kamu mau kemana, Din?""Nanya. Ya kantor, lah," sahutku ketus. Derap heels terdengar membanggakan di telingaku."Tapi ini minggu. Uhuk! Kantor kan libur."Astaga! Kelamaan jadi ibu rumah tangga membuatku lupa. Wajahku memerah malu. Tapi sudah terlanjur kepalang basah. Jadi kulanjut saja langkahku."Aku ada urusan," sahutku menutupi wajah malu. Entah kemana, yang penting pergi. Sudah terlanjur juga.*****Akhirnya aku ke rumah Della. Della malah terbahak setelah mendengar ceritaku."Makanya, fokus sayang. Jangan-jangan emang bener, peletnya mas Angga terlalu kuat. Sampai sampai Lo jadi linglung."Kupukul tangannya yang memegangi perutnya karena tertawa ngakak. Sialan. Sahabatnya sedang kena sial, dia malah asyik menertawakan."Udah yuk. Daripada g
Read more

Cercaaan Mertua

Ibu mertua, pelakor, dan bocah itu, kenapa ada disini?"Oo... Jadi begini kelakuan mu di belakang. Pantas saja sikapmu sekarang kurang ajar. Benar dugaan ku selama ini.""Ibu apa-apaan sih!" aku khawatir mr Arah akan berpikiran macam-macam."Suamimu di rumah terbaring sakit, tapi kamu malah enak-enakan selingkuh disini. Istri macam apa kamu, hah!""Bu, aku disini juga dalam rangka kerja. Mr Arav ini...""Halah! Sudah berapa lelaki yang menjamah tubuhmu! Pantas saja kamu mandul. Itu pasti karma akibat sering berzina."Tanganku mengepal, rahangku menyerah, merah, marah. Ku toleh pada pria Turki yang tetap memasang wajah datarnya itu."Maaf, mister. Sepertinya ada kesalahpahaman. Saya permisi dulu.""Never mind. Anda bisa selesaikan dulu."Aku tersenyum tipis. Memberi kode pada Della untuk menemani Mr Arav. Semoga Della bisa menyelesaikannya seperti tempo lalu."Bu, mari bicara di luar," ucapku seraya menggendong paksa Vano. Mengabaikan meski anak itu berteriak-teriak memberontak. Tak ad
Read more

Kesempatan Lagi

"Apa? Gak salah?" kekehku. Lucu sekali ibu mertuaku ini."Sory. Mobilku suci dari pantat pelakor. Cari aja taksi sana. Berangkat sendiri, pulang juga sendiri. Byee..."Ku tutup mobil dengan gerakan gemulai. Ternyata bakat centil itu masih ada. Haha."Dinda tunggu, Dinda! Kamu gak bisa ninggalin kami."Brum!Ku lambaikan tangan dari kaca mobil tanpa menoleh."Wanita sialan!"Oke. Bye.****Kepalaku terasa sakit. Menuntaskan emosi ternyata tak selamanya melegakan. Terkadang menimbulkan sesal setelahnya. Tapi, yang aku rasa sekarang adalah sakit. Meyadari nasibku seburuk ini.Gontai kaki berayun memasuki rumah. Sepi. Tentu, para benalu itu kan sedang jalan-jalan. Ku lanjutkan langkah menaiki tangga satu persatu.Cklek! Dan pemandangan di dalam membuat mataku membulat."Apa yang kamu lakukan disini, mas Angga!"Pria itu mengangkat wajah pucatnya. Keadaannya benar-benar mengenaskan. Dia berdiri dan menghampiriku yang mematung di depan pintu. Sejenak dia hanya menatapku dengan tatapan send
Read more

Dimulai

Setelah apa yang dilakukannya, aku tidak langsung bisa menerima mas Angga begitu saja. Rasanya masih terbayang ada orang lain yang sudah disentuh oleh mas Angga. Tapi, demi bagaimanapun juga dia sudah berjanji. Jadi, mau tak mau, aku harus merawatnya lagi seperti dulu. Panasnya sudah turun. Hanya tinggal flu.Dan kini dia minta disuapi makan. Tak apa. Tak ada salahnya membuat pria ini kembali ke pelukanku. Itu akan membuat pelakor dan ibu mertua meraung tak terima. Aku tidak perlu bermain kotor untuk membuat mereka tersiksa secara perlahan."Terimakasih, sayang. Aku janji akan memanfaatkan kesempatan ini untuk membuktikannya."Bibirku tersungging tipis. Meski aku masih mencintainya, tapi sakit itu masih ada. Menjaga diri untuk tidak terlalu larut dalam cinta adalah cara terbaik menjaga diri dari kehancuran. Lelaki itu terus tersenyum dengan mulut mengunyah makanan. Sayangnya kemesraan yang baru berjalan beberapa waktu itu harus terjeda lagi. Apalagi kalau bukan karena ibu mertua yang
Read more

Janji Angga

"Papa... Papa... Endon...""Papa lagi sibuk. Ikut mama aja sana."Padahal aku lihat mas Angga tidak ngapa-ngapain, cuma memotong kuku. Aku berpura-pura tidak melihatnya. Menatap layar kaca."Papa... Huwaa!"Bocah itu meraung. Sampai volume tivi pun kalah."Astaga... Cucu oma.""Ikut papa... Huwaa...""Ya ampun, Angga. Ini loh, Vino mau ikut kok dicuekin. Gendong dulu, nih.""Angga sibuk, Bu.""Sibuk apa? Motong kukunya kan bisa nanti lagi. Wong anaknya nangis keras sampek guling-guling gini kok dibiarin aja kamu ini."Kulihat mas Angga malah beranjak ke arah tangga. Menapakkan kaki panjangnya ke tiap anak tangga."Angga!"Mas Angga benar-benar tak peduli."Ya ampun anak itu. Lama-lama bikin stress."Aku tersenyum tipis. Jahat ya? Gak papa deh, sesekali."Cup... Cup sayang. Udah. Ikut oma aja ya? Papa lagi capek. Belum sembuh.""Papa... Huwaa... Papa nakal!""Udah... Cup... Cup. Vino nonton kartun aja ya? Mau? Nonton Upin Ipin?"Entah apa reaksi anak itu, netraku tak teralih dari layar
Read more

Harus Tega

"Apa pernah aku mengatakan menyesal menikah denganmu, hmm?"Aku memalingkan wajah. Berjalan ke arah meja rias. Mendudukkan pantat di kursi. Lantas memakai krim wajah."Aku tidak membahas pernikahan kita. Tapi, apa kamu menyesali keputusanmu menyetujui persyaratanku?" ucapku, melihat pria itu dari pantulan kaca rias. Dia tersenyum. Lagi-lagi memeluk leher ku dari belakang, meletakkan kepalanya di pundakku."Apa kamu pernah mengobrol dengan Riri?""Untuk apa?" balasku tak suka."Akan lebih baik kalau kamu mengkaji inti permasalahan kita, sayang.""Tidak... Jangan salah paham dulu." aku mendengkus. Hampir menyemprotnya dengan ucapan kasar, tapi dia menyadarinya lebih dulu. Buru-buru menyahutnya."Aku hanya tidak ingin kamu menyimpan dendam, Din. Bagaimana pun juga, Riri itu korban. Kita sama-sama tidak menginginkan situasi itu. Coba bayangkan, terjebak dalam situasi terduga, tentu menyakitkan. Rasanya tidak etis jika kita membuatnya tersiksa.""Aku tidak peduli."Beranjak bangkit, hingga
Read more

Ini Salahmu!

"Angga! Kau tidak boleh pergi! Angga!"Suaranya bahkan ibu mengejar Mas Angga. Aku membuka pintu mobil, namun pria itu lebih dulu mencegahnya. "Aku yang nyetir." aku mengangkat bahu, menyerahkan kunci mobil padanya. Lalu pindah haluan. Ibu masih berteriak memanggil mas Angga. "Anakmu sakit," ucapku saat di perjalanan."Tidak apa. Sudah ada ibu dan mamanya.""Kamu tidak khawatir?" tolehku. Mas Angga diam saja. Pandangannya datar menatap jalanan depan."Belum terlambat kalau mau kembali. Pulanglah."Dia menoleh, pandangan kami sempat bersitatap. Sejenak kemudian dia menggeleng."Tidak. Aku sudah berjanji denganmu.""Aku memberimu izin.""Pantang seorang pria menghianati janjinya, Din.""Baiklah. Itu terserah kamu. Setidaknya aku sudah memberimu izin. Jadi, jangan menyesal ataupun menyalahkanku jika ada sesuatu yang terjadi."Mas Angga terdiam. Tapi sama sekali tidak memberi tanda bahwa dia akan memutar haluan mobil.****Aku tengah berkutat dengan layar laptop. Mengamati setiap huruf
Read more

Kehadiran Bang Aldi

"Aset-aset aman kan?"Aku mengangguk. Perasaanku mulai membaik. Malam ini bahkan kami mengobrol banyak. Termasuk mengenai kedatangannya yang tiba-tiba itu. "Syukurlah. Itulah, Din. Kenapa abang mewanti-wanti agar kamu tidak merubah nama perusahaan atas namanya. Ya karena itu. Manusia tidak selamanya di percaya. Bukannya abang menyamaratakan manusia seperti mertua dan suamimu itu loh. Tapi, sekedar jaga-jaga. Lebih baik, atas namakan aset dengan nama anak. Itu lebih terjaga.""Tapi, aku kan memang belum punya anak, Bang," cetusku yang sukses membuat bang Aldi merasa bersalah."Astaga! Abang minta maaf. Dasar mulut." menepuk mulutnya berkali-kali. Aku tersenyum. Bang Aldi tidak berubah sama sekali. Masih menjadi kakak yang sangat menyayangi adiknya. Buktinya, instingnya yang kuat membuatnya langsung terbang ke Indonesia. Meski kak Dini dan Jansen anaknya tak bisa ikut, karena Jansen belum libur sekolah. Dan memang benar, saat itu, aku tengah dirundung oleh mertua dan suamiku sendiri."
Read more

Hasil Tes yang Mendebarkan

"Bagaimana, Lancar?"Aku mengangguk. Keringat dingin masih menetes di dahiku. "Sampai grogi begini. Hehe." Aku tersenyum, bang Aldi mengusapnya dengan tangannya."Berapa lama hasilnya akan keluar?""Kata dokter, sekitar lebih dua empat jam sampai seminggu.""Em, baiklah. Lalu, dokter bilang apa lagi?""Suruh istirahat. Soalnya habis ini tubuh bakal lemas. Efek dari tes tadi, Bang."Bang Aldi kembali mengusap kepalaku lembut."Ya sudah. Kita langsung pulang saja. Istirahat."Mungkin orang lain akan mengira bahwa kami ini sepasang kekasih daripada sekedar kakak adik. Tapi, begitulah, kami saling menyayangi.*****Selama bang Aldi disini, dia selalu mendampingi kemanapun aku pergi, termasuk saat di kantor. Katanya, khawatir mas Angga atau keluarganya akan menggangguku. Aku tertawa menimpalinya. Dia terlalu khawatir. Tapi aku suka.Dua hari kemudian, surat hasil tes keluar. Bang Aldi yang mengambilnya ke rumah sakit. Aku sendiri tiduran di rumah. Malas untuk keluar. Aslinya juga deg-dega
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status