"Oh. Maaf. Mbak gak tahu.""Biasa kok mbak. Lagian aku juga yang milih ikut mas Haidar daripada sama ibu dan bapak. Gak enak."Aku menatapnya tak tega. Ternyata, Haidar tidak seperti yang aku bayangkan. Maksudku, aku pikir dia masih mempunyai keluarga lengkap. Ternyata, bahkan ada yang nasibnya sama denganku. Kehilangan orang tua. Teringat sesuatu, aku mengernyit heran."Loh, tapi.... Bukannya kakakmu pernah mondok ya? Terus saat itu kamu ikut siapa?""Ikut mas Haidarlah, mbak. Orang aku nyamannya sama dia." "Oo... Kamu di asrama putri, dan dia di asrama putra, begitu?""Enggaklah. Aku tidur bareng dia. Waktu itu umurku baru enam tahun, mbak. Aku nangis maksa buat bareng sama mas Haidar. Dan ya... Akhirnya dibolehin deh. Hehe.""Aneh-aneh kamu.""Kalau gak kayak gitu, gak bakal dibolehin, mbak.""Iya juga sih. Terus, pernah dengar juga, kakakmu kan kuliah di Amrik?""Yups. Beasiswa itu. Dia seneng cari ilmu emang. Biaya sekolah nyari sendiri, kuliah juga nyari sendiri. Bahkan pas di
Read more