Home / Urban / Payung Merah / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Payung Merah: Chapter 1 - Chapter 10

42 Chapters

Prolog

New York City, Desember 2020 Napas seorang wanita muda terdengar menderu seiring degupan jantungnya. Kedua tangannya menutup mulut rapat untuk menjaga teriakan yang sedari tadi ingin keluar. Ketakutan meliputinya, tepat di seberang jalan seorang pria sedang menikam dengan ganas pria paruh baya yang sudah tidak berdaya. Darah segera mengucur, kontras dengan salju yang menutup hampir seluruh permukaan jalan. Netra pria paruh baya yang telah meregang nyawa itu masih terbuka, seolah menatap si wanita meminta pertolongan. Namun, si wanita tak bergeming. Kengerian telah membuat sarafnya lumpuh. Setelah beberapa saat, barulah wanita itu berani menelepon kantor polisi, "Po-poli-si, ada seorang pria tua tewas di depan bar Candy." "Benarkah? Kamu melihat pembunuhnya?" tanya petugas yang menerima panggilan sembari memberi kode pada rekannya untuk menghubungi tim patroli yang bertugas di sekitar bar.
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Bab 1

North Carolina, Awal April 2021 Kring kring kringDering jam weker terdengar nyaring. Seorang wanita tampak menggeliat di balik selimut lalu perlahan meraih jam tersebut. Matanya membulat saat melihat petunjuk waktu yang tertera. "Sial, aku terlambat," umpatnya seraya berlari masuk ke kamar mandi. Tiga puluh menit kemudian wanita berdarah Indonesia dengan rambut kuncir kuda itu sudah sampai di stasiun kereta dekat kantornya. Dia sedikit beruntung,  saat berangkat tadi kereta yang biasa dia gunakan langsung tersedia. Namun, sayangnya, keberuntungan itu tidak bertahan lama. "Ya, Tuhan, kenapa musti hujan, sih?" gerutu wanita itu memandang langit yang sedang mengguyurkan butiran hujan. Matanya cemas menatap jam tangannya, "Sial, sudah bangun kesiangan, sekarang kejebak hujan. Mana lupa bawa payung lagi," keluhnya."Apa aku nekad aja ya? Tapi, deres banget. Kalau nekad pasti basah ku
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Bab 2

Waktu tepat menunjukkan pukul satu siang saat Tika menyelesaikan laporan. Perut yang sejak tadi pagi belum terisi mulai menunjukkan protes.Perih yang terasa melilit sekaligus keringat dingin membuat Tika berlari secepatnya menuju kafetaria menembus rinai hujan. 'Untung ada payung ini,' batinnya."Zeza, aku pesan paket 1 plus susu Milo. Cepat ya. Aku kelaparan," ucap Tika setelah sampai di kafetaria.Pelayan bernama Zeza mengangguk sembari tersenyum. Namun, sesaat kemudian tatapan mata Zeza melewati Tika. Seruan kagum terlontar dari mulutnya, persis seperti seorang yang baru saja melihat artis idolanya."Zez, hai. Aku minta cepat. Kenapa kamu malah tersipu?" Tika mulai tidak sabar. Namun, Zeza tidak menanggapi.Tika semakin yakin seseorang yang baru saja masuk sudah membuat Zeza seperti ini. Namun, Tika masa bodoh. Dia lebih peduli dengan perutnya. Akhirnya dia mengulurkan tangannya menyentuh pundak Zeza, "Zez, aku minta pesananku. Aku
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Bab 3

Tubuh atletis dengan wajah tampan serta mata yang memikat terus-menerus tergambar di pikiran Tika. Berbagai fantasi romantis melanda sekembalinya dia dari kafetaria. Senyum tak pernah lepas dari wajah ayunya. "Tika, apa yang salah? Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Rose curiga. Sejak tadi Tika terlihat melamun lalu tersenyum dan sesekali menghela napas. Rose khawatir Tika menjadi gila karena hukuman yang diberikan Madam Cleo. "A--ah, tidak ada Rose. Aku baik-baik saja. Aku sedang senang. Itu saja," gagap Tika menjawab pertanyaan Rose. Dia seperti sedang ketahuan. Rose makin bingung, dia tak habis pikir Tika masih bisa senang setelah mendapat hukuman. Rose yakin ada yang tidak normal dengan Tika, "Kamu serius baik-baik saja? Aku pikir mendapat hukuman bukanlah alasan untuk senang?" "Hemh, kamu tidak sepenuhnya salah. Aku sedikit bersyukur karena aku dihukum hari ini," ucap Tika ceria. "Astaga, Tika. Kamu sudah gila." Rose menggelengkan
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Bab 4

Seorang lelaki tengah menikmati secangkir kopi di tangannya sembari menikmati langit senja kota North Carolina. Tak luput, sebatang rokok bermerk mahal terselip di sela bibirnya yang berisi. Asap putih yang mengepul dari ujung rokok menambah pesonanya, meski tak ada sedikitpun garis keramahan pada wadahnya. "Aku tidak tahu kau suka senja?" sela sebuah suara yang baru saja datang dan duduk di hadapan lelaki itu. Lelaki itu tidak menjawab dan hanya mengendikkan bahunya. "Tapi, aku akui, senja di North Carolina adalah yang terbaik. Apalagi bila melihatnya dari apartemenmu ini," lelaki yang baru datang itu kembali berucap. "Yah, kamu benar." Akhirnya pria yang merokok bersuara. "Oh, ya, Axel, apakah wanita itu belum menghubungimu?"  Nada suaranya terdengar sedikit khawatir. Pasalnya, Axel terlihat kesal sejak kemarin. Sudah dua hari sejak Axel memberikan kartu namanya, tapi wanita itu tak kunjung menghubungi. "Ada apa dengan s
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Bab 5

"Madam, kenapa gaji saya dipotong? Apa salah saya?" tanya Tika frustrasi. Dia sekuat tenaga menahan suaranya agar tidak terdengar membentak. Meski ingin sekali dia memaki."Saya tidak tahu, itu keputusan atasan, saya bahkan baru diberitahu tadi pagi. Sejam sebelum kamu diberitahu," Madam Cleo membela diri.Tika semakin merasa frustasi. Gaji yang selama ini dia terima saja hanya menyisakan sedikit untuk ditabung, tetapi ini justrus dipotong. Bagaimana nasibnya nanti?"Madam, madam tahu saya selalu mengerjakan pekerjaan dengan baik, tidak kalah dari rekan kerja yang lain, tapi kenapa hanya saya yang diperlakukan begini." Suara Tika mulai serak, mendung mulai bergelayut di matanya."Tika, sudah bilang, saya juga tidak tahu kenapa gajimu dipotong. Ini perintah dari CEO langsung. Tadi, saya sudah berusaha membujuk pihak keuangan, tapi mereka juga tidak punya pilihan," ungkap Madam Cleo.Tika terkesiap mendengar penjelasan Madam Cleo. Namun, Tika tahu ma
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Bab 6

"Rose, sekarang aku tahu alasan pemotongan gajiku," ucap Tika menggebu usai teleponnya tersambung dengan Rose."Tika, kau bahkan tak menyapa lebih dulu. Jadi, apa alasannya?" Rose ikut antusias."Itu karena CEO baru itu," tukas Tika."Astaga, Tika. Hal itu sudah kita tahu dari kemarin," Rose mulai gemas. Seandainya berada di sampingnya, Rose ingin menepuk kepala gadis itu."Oh ya, maksudku karena CEO baru itu adalah orang yang membayariku makan siang beberapa hari yang lalu," Tika menjelaskan."What, suatu kebetulan yang aneh. Tapi apa kenapa dia mengurangi gajimu dan bagaimana dia bisa membayar makan siangmu," Rose bertanya kebingungan.Tika menepuk dahinya, dia lupa belum menceritakan pada Rose soal pertemuannya dengan si CEO, tuan tampan yang membayar makan siangnya sekaligus memotong gajinya. "Baiklah, dengarkan, Rose. Akan aku ceritakan," ucap Tika. Tika menceritakan pertemuannya dengan CEO tampan itu dan bagaimana dia mend
last updateLast Updated : 2022-03-25
Read more

Bab 7

Tika mematut dirinya di cermin lalu berputar sebelum akhirnya tersenyum puas. Dia memuji dirinya sendiri yang terlihat cantik dan manis mengenakan gaun mini berwarna maroon itu. Rambut yang biasanya selalu ia kucir ke atas, kini dibiarkannya tergerai. Lipstik berwarna senada dengan gaunnya dan sepatu berhak tinggi berwarna putih tulang melengkapi penampilannya."Ini tidak terlalu berlebihan bukan? Aku hanya pergi makan malam," gumam Tika."Apa sebaiknya aku bertanya pada Rose? Tapi, nanti dia heboh," ucap Tika bimbang pada dirinya sendiri.Ring ring ring ring, suara dering ponsel memutus kebimbangan Tika. Sebuah nomer asing meneleponnya."Hallo,"sapa Tika sedikit ragu."Hallo, nona Tika, saya Reiden. Saya ada di depan apartemen Nona. Tuan Axel meminta saya menjemput Nona," ucap Reiden sopan."Ke-kenapa dijemput, aku bisa naik taksi," Tika kaget karena Axel bahkan menjemputnya."Tolong segera turun saja, Nona. Tuan, s
last updateLast Updated : 2022-03-28
Read more

Bab 8

“Kau tampak menikmati kencanmu, Tuan?” tegur Reiden yang tengah membawa mobil menuju apartemen Axel. Sebelumnya, mereka telah menurunkan Tika di apartemennya. “Panggil saja namaku, Tika sudah tidak ada.” Axel protes. “Oke. Jadi, kau menikmati kencamu?” Reiden berbicara santai. “Aku bukan berkencan, aku sedang mencari informasi,” kelit Axel. 'Sesungguhnya terlalu berlebihan caramu mendapatkan informasi. Bahkan, bila dilakukan pemungutan suara, orang akan condong mengatakan kau sedang berusaha merebut hati seorang gadis,' Reiden mengatakan itu di hatinya. Sedang yang terjadi pada kenyataannya Reiden hanya terkekeh dan menanyakan pertanyaan formal, “Jadi informasi apa yang kau dapat?” “Tika mendapatkan payungnya dari orang tak dikenal. Dia bahkan tidak sempat melihat wajah orang yang memberinya payung. Dia mendapatkannya di stasiun yang berada di dekat kantor. Besok, kau bisa mencari rekaman CCTV yang mengarah ke sana,” jelas Axel.
last updateLast Updated : 2022-03-29
Read more

Bab 9

Di lain sisi, Axel juga tengah memikirkan Tika. Sejak perbincangan waktu itu, bayangan Tika selalu muncul di pikirannya. Senyumnya, rambut panjangnya yang hitam legam, tubuh mungil namun berisi, juga suaranya. Bahkan malam itu, Axel hampir saja mengajak gadis itu ke kamarnya andai Reiden tidak datang menjemput. 'Sadarlah, Axel. Perasaan semacam itu tidak akan berhasil,' batin Axel menegur. 'Tapi, kalau hanya sekedar tidur, sepertinya tidak apa-apa bukan?' pikiran jahat Axel mulai bersuara. 'Tidak. Aku bukan lelaki seperti itu.'  "Axel, kau akan makan siang dimana?" suara Reiden mengembalikan pikirannya yng menerawang. "Dimanapun yang dekat. Aku memiliki banyak pekerjaan." "Ayo, aku tahu tempatnya." Reiden berjalan memimpin Axel. Axel merapikan rambutnya yang sedikit berantakan lalu mengekori Reiden. "Sepertinya nona Tika sedang makan di dalam bersama temannya," ucap Reiden sesampainya mereka ke restoran yang Reiden
last updateLast Updated : 2022-03-30
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status