Beranda / Urban / Payung Merah / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Payung Merah: Bab 11 - Bab 20

42 Bab

Ucapan Terima Kasih dari Penulis Newbie

Kepada pembacaku, Hai-hai, salam kenal. Aku IchiOcha, penulis baru di pf Goodnovel. Novel Payung Merah ini debut novelku yang pertama lho..... Aku terharu banget, meski baru pertama ada teman-teman yang bersedia memasukkan bukuku di pustakanya. Terima kasih banget. Aku sangat menghargai itu karena aku sempat merasa ingin nyerah. Tapi berkat kalian aku jadi punya semangat lagi. Semoga kalian menyukai tulisanku dan mau memberi masukan agar aku semakin baik ke depannya dan semakin semangat lagi. Oh iya nanti bila ada bab-bab dari ceritaku yang mulai dikunci, aku akan adain give away 100 koin untuk 5 pembacaku. Syaratnya gampang banget, cukup beri masukan untuk bab-bab yang sudah kalian baca dan menshare ceritaku ke sebanyak mungkin pembaca goodnovel. Happy readers... With love, IchiOcha
Baca selengkapnya

Bab 10

"Pak, kenapa kau bersikap seperti itu pada nona Tika?" Reiden melontarkan pertanyaan saat lift mulai merayap naik. "Aku tidak tahu bahwa kau orang yang sangat ingin tahu, Rei," sinis Axel.  "Sedikit," Rei tersenyum kaku seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Lagipula, kemarin kau bilang tertarik padanya," imbuh Rei.  "Perasaanku tidak penting yang penting aku sudah mendapatkan yang kuperlu, jadi dia tidak lagi berguna untukku," ketus Axel. Reiden menggut-manggut. Reiden tahu, bukan itu alasan Axel yang sesungguhnya. Saat Reiden bersembunyi sementara mengawasi mereka, Reiden dapat menangkap sekelebat tatapan hangat Axel pada Tika. Meski sekelebat, itu sudah cukup bagi Reiden untuk menyimpulkan bahwa Axel memiliki perasaan tertentu untuk Tika bukan sekedar tertarik.  Axel sendiri sebenarnya tidak yakin dengan jawaban yang dia berikan pada Reiden. Hatinya sedikit nyeri saat mengatakan bahwa Tika sudah tidak berguna lagi untu
Baca selengkapnya

Bab 11

Hari itu, setelah Axel berkata begitu kejam dan meninggalkan Tika di depan lift, dia berdiri mematung selama beberapa saat. Perkataan Axel dan tatapan dinginnya membuat hati Tika terluka. Dia hampir saja menangis, andai ponselnya tidak berbunyi. Panggilan dari Rose, tapi Tika mengabaikannya. Gegas, Tika mengambil ikat rambut yang selama ini disimpannya dalam tas kerjanya, mengikat rambutnya asal, lalu berlari menuju ruangannya menggunakan tangga darurat. "Tika, sudah berapa kali kamu terlambat?" Suara madam Cleo sama sekali tidak terdengar ramah. Tika tidak langsung menjawab. Napasnya masih tersengal karena menaiki tangga sambil berlari. "Maaf bu." Hanya itu yang mampu Tika katakan. Dia kekurangan oksigen. Madam Cleo yang masih kesal dengan sikap  Tika yang tidak disiplin, mengambil setumpuk dokumen dari mejanya lalu memberikannya ke Tika. "Ini! Kamu harus selesaikan hari ini!" Tika terbelalak, pekerjaan itu cukup banyak. Namun, dia tidak
Baca selengkapnya

Bab 12

Lokasi Penambangan Mineral di California   "Mark, aku tahu kau tahu dimana Laura," ucap seorang laki-laki bermata biru pada seorang pria berambut keriting. Lawan bicaranya hanya tersenyum simpul, tidak menghiraukan, sibuk dengan berkas-berkas yang ada di depannya. Lelaki bermata biru mulai marah karena diabaikan. Dia beranjak dari tempat duduknya lalu mendekati pria berambut keriting itu.  "Jangan pancing emosiku, Mark!" geramnya seraya menarik paksa kerah baju Mark. Bukannya takut, Mark malah tertawa mengejek, "Axel, jangan begitu sombong. Kau tidak lebih baik daripadaku. Hanya satu kata dari Laura, kau akan membusuk di penjara." Penghinaan yang baru saja Axel terima membuat darahnya mendidih, dia memukul Mark dengan keras sampai pria itu terlempar membentur dinding. Mark mengaduh lalu menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya, "Kau pikir, memukulku akan menyelesaikan masalah?" Mark merasa di atas awan. D
Baca selengkapnya

Bab 13

Sampai malam, pesan yang Tika kirim tak kunjung mendapatkan balasan. Meski telah belasan kali dia mengecek ponselnya bahkan memastikan ponselnya terhubung dengan jaringan. "Baiklah, sepertinya sudah tidak ada harapan lagi." Tika menghela napas berat. Hatinya kembali sakit. Dia menyesal menuruti saran Rose. Tak lama kemudian Tika mulai menangis dan mengumpat Axel, "Laki-laki sialan, kenapa kau mempermainkan aku, huh?"  "Bagaimana bisa kau memperlakukanku dengan begitu manis, tapi mengabaikanku di kesempatan lain. Apa aku tampak begitu mudah?" cerocos Tika. Air matanya berderai tak tertahan. Sekaleng bir diteguknya habis dalam sekali tarikan napas. Ring ring ring. Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Serentak Tika berhenti menangis, dia mengusap air matanya lalu melihat pesan yang masuk. Tika mendesah kecewa, karena pesan yang masuk bukanlah dari Axel melainkan dari agen trip mendaki. Mereka membagikan poster tentang rencana pendakian k
Baca selengkapnya

Bab 14

"Laura, kau semakin cantik," puji seorang lelaki berlesung pipi. Dia memakai pakaian mendaki serta menggendong ransel besar dipunggungnya. Laura tidak menghiraukan. Dia sedang sibuk membetulkan tali sepatunya. Seperti pria itu, Laura juga menggunakan pakaian mendaki. "Kau tidak berubah. Masih begitu dingin," pria kembali bicara. "Dan kau, masihlah playboy yang suka merayu wanita," balas Laura. "Auch, aku tidak seburuk itu," kekehnya. "Sudahlah, kita mulai saja mendaki. Akan aku ceritakan hal yang perlu kau lakukan." Laura memimpin jalan. "Siap," ujar lelaki itu mengikuti langkah Laura. Tiga puluh menit semenjak perjalanan itu dimulai, mereka memutuskan beristirahat. "Mau minum?" tawar si pria pada Laura. Laura mengambil air dari tangan lelaki itu lalu meneguknya. "Kau harus menyamar menjadi karyawan di Meidenbourgh. Awasi Axel dan seorang gadis untukku," ujar Laura. "Untuk Axel, aku mengerti. Tap
Baca selengkapnya

Bab 15

Matahari berada di puncak kepala saat Tika mulai merasa kelelahan. Dia jauh tertinggal dari rombongannya tapi masih bisa melihat beberapa orang yang pergi bersamanya. 'Sebaiknya aku beristirahat dulu,' pikir Tika. Namun, keputusannya itu justru membuatnya benar-benar tertinggal. Saat memutuskan istirahat dan berbaring di bawah pohon besar yang terletak di tepi jalur pendakian, Tika jatuh tertidur. Sementara itu Axel yang mendaki tidak lama setelah grup pendaki Tika, sampai di tempat Tika berada sejam kemudian. Axel tertegun melihat Tika yang bisa tertidur nyenyak di kondisi seperti itu. Dia mengacuhkannya dan berjalan terus.  "Gadis bodoh, tidur sembarangan. Tapi itu bukan urusanku," gumam Axel tanpa mengurangi kecepatannya mendaki. Namun, dia teringat berpapasan dengan beberapa lelaki bermuka tidak ramah dan mesuk di kaki gunung. Axel tiba-tiba menjadi khawatir. Akhirnya dia memilih berbalik lagi. Sayangnya, Axel kurang hati-hati, sehing
Baca selengkapnya

Bab 16

"Aku tidak menyangka gadis bodoh sepertimu bisa berada di tengah gunung seperti ini," celetuk Axel setelah menyelesaikan makanannya."Um, apa salah?" tanya Tika."Tidak salah. Hanya sedikit ceroboh dan tidak bijaksana?""Maksudmu?" Tika mulai sedikit gusar. Lelaki di depannya memang tampan, hatinya bahkan tertawan, tapi bukan berarti dia tidak akan marah jika terus direndahkan dan dihina seperti itu."Kau tertidur sendirian di alam terbuka, bukankah itu suatu kecerobohan?" cela Axel.Tika merengut, "Aku tidak sendirian. Aku bersama rombongan.""Lalu, dimana mereka?""I--tu,...""Sudahlah, kau memang ceroboh sampai tertinggal rombonganmu. Kau sadar tidak, perbuatanmu itu sangat berbahaya. Ini gunung, bukan tempat piknik biasa," ceramah Axel.Tika bergeming, dia menyadari perkataan Axel sepenuhnya benar."Aku rasa kau setuju dengan ucapanku." Axel menghela napas. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan wanita di depannya itu. Axel tau persis bahwa Tik me
Baca selengkapnya

Bab 17

Kengerian yang tadi menyelimuti Tika perlahan menguap. Dia memegang kuat tangan yang meraihnya, lalu perlahan menaiki tebing. Orang yang menolongnya, mengerahkan sejumlah besar tenaga untuk menarik Tika, sehingga dalam waktu singkat dia telah berada di atas."Terima kasih sudah menye,..." kata-kata Tika menggantung. Kilatan penuh amarah dari orang yang menolongnya membuat lidahnya kelu. Seketika rasa lega karena telah diselamatkan berganti dengan rasa takut."Aku minta maaf, aku kurang hati-hati," lirih Tika hampir menangis. Wanita itu benar-benar merasa bersalah karena tidak mendengarkan Axel.Axel, lelaki yang telah menolongnya tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya diam beberapa saat, lalu perlahan meraih tubuh Tika dan memeluknya. Tika kaget tapi tidak membuat reaksi apapun. Perlakuan Axel sungguh di luar dugaannya. Dia pikir Axel akan marah dan memakinya."Gadis bodoh, kau hampir kehilangan nyawamu," ucap Axel lembut sembari membelai kepala Tika.
Baca selengkapnya

Bab 18

Axel termangu mendengar pengakuan Tika. Namun, dia enggan melepaskan dekapannya meski Tika meminta dilepaskan. Ditatapnya wajah Tika dengan seksama lalu ditatapnya mata wanita itu dalam.'Siapa bilang aku mempermainkanmu, bodoh?' pekiknya dalam hati."Axel, lepaskan aku. Aku bisa jalan sendiri," Tika memohon. Alkohol memang luar biasa, bahkan Tika jadi memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan yang telah lama disimpannya.Axel tidak menjawab, dia masih memandang Tika lekat, membuat wanita itu makin tersipu."Ax, please?"Bukannya mendengar permintaan Tika, Axel justru mendaratkan ciuman lembut ke bibir wanita itu, membuat Tika membeku. Ciuman itu hanya sesaat tapi bagi Tika seperti selamanya."Jangan terlalu banyak bicara," ucap Axel datar setelah mencium Tika."Axel," panggil Tika lembut sembari menatap Axel dalam."Ya?" Tika membalas jawaban Axel dengan ciuman. Kali ini tautan itu berlangsung cukup lama. R
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status