Semua Bab Dinikahi Calon Ipar: Bab 1 - Bab 10

87 Bab

Salah Mengenali

Diana, gadis manis berkacamata itu tampak menggigil kedinginan di bawah guyuran hujan yang membasahi seluruh tubuhnya.Perlahan ia memelankan laju motor matic-nya dan berhenti di depan rumah."Desta? Kenapa dia ada di sini, bukankah seharusnya dia bersama Meta ke acara pertemuan keluarga?"Dengan memeluk tubuhnya sendiri, Diana melangkah menuju pintu. Membukanya dengan kunci cadangan yang ia bawa, mengabaikan sosok pria yang tampak tertidur di kursi teras dekat pintu itu."Sayang, akhirnya kamu pulang juga. Kamu membuatku tersiksa karena menunggu terlalu lama," ucap pria itu serak sambil memeluk tubuh Diana dari belakang.Gadis itu membeku mendapati dirinya berada dalam dekapan seseorang yang sebentar lagi akan menjadi iparnya. Lelaki itu semakin mengeratkan tubuhnya membuat sesuatu yang berusaha ditahannya sejak tadi semakin bergolak.Menyadari posisinya yang salah, Diana berusaha melepaskan diri dan masuk rumah. Dadanya berdebar kencang sa
Baca selengkapnya

Tak Termaafkan

Gadis yang selalu mendapatkan kasih sayang penuh dari keluarganya itu tersenyum sinis menatap kakak perempuannya. Mencemooh ucapan Diana yang membuatnya semakin benci pada fakta itu. Meta benci pacarnya salah mengenali orang, padahal jelas-jelas penampilan mereka berbeda. Diana dengan pakaian yang serba tertutup, sementara dirinya selalu memakai pakaian seksi yang menampakkan lekuk tubuhnya. Sangat aneh jika kekasihnya sampai salah mengenali orang.            Namun kenyataan itu tak bisa ia terima. Hatinya sakit jika harus menerima kenyataan sang kekasih hampir saja melecehkan kakak perempuannya yang hampir tak pernah bergaul dengan pria. Sementara padanya Desta selalu menjaga diri. Tak pernah melakukan hal-hal yang diinginkan Meta layaknya pasangan kekasih zaman sekarang, sekalipun dia sering memancingnya."Tidak, Meta. Tidak! Dia mabuk dan mengira aku adalah kamu. Kamu bisa lihat ini!" tunjuk Diana pada bajunya
Baca selengkapnya

Pertemuan Tak Diinginkan

Diana hanya menanggapi dengan senyuman dan kembali berkutat pada hasil kerjaan siswa. Sebagai guru matematika, ia memang menjadi idola para siswa. Cara penyampaiannya yang gamblang dan santai membuat para siswa enjoy belajar matematika. Padahal biasanya mapel itu adalah momok yang menakutkan. Dan di tangan Dianalah, belajar matematika semudah belajar membaca.            Pukul setengah empat sore, Diana pulang dengan perasaan gamang. Hatinya kembali berdenyut mengingat kejadian kemarin. Semua orang mengucilkannya di rumah. Ah, mungkin ini takdir yang harus diterimanya.            Rumah terlihat sangat sepi. Perlahan ia membuka pintu dengan kunci cadangan. Namun belum juga ia memasukkan kunci dengan sempurna, pintu sudah terbuka sendiri karena tersenggol tangannya. Itu berarti tidak dikunci yang menandakan di rumah ada orang.    &nbs
Baca selengkapnya

Keputusan Sepihak

Aroma minyak kayu putih menyengat hidung. Perlahan kelopak mata Diana terbuka.            "Sudah bangun, heh?"            Ucapan itu membuat bulu-bulu halus Diana berdiri. Ia kira sendirian di sini. 'Kenapa pria itu masih ada di sini?', batin Diana bersenandika.            "Kenapa, kaget aku masih disini? Cepat minum obat ini, dan pulang. Kamu sudah membuang banyak waktuku!"            Setelah melempar Paracetamol ke pangkuan Diana, pria itu melangkah keluar meninggalkan Diana seorang diri. Meski hatinya sakit diperlakukan seperti itu, ia tetap berterimakasih karena ia masih mau peduli meski sangat jutek.            Suara pintu terbuka, menampilkan sosok perempuan muda seum
Baca selengkapnya

Tiba-tiba Berubah

Desta menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan Diana. Namun sepertinya gadis itu menghilang entah kemana, hingga nalurinya menuntun untuk berjalan ke samping rumah. Sepasang mata kelamnya membelalak saat mengetahui sosok gadis yang membuatnya kehilangan kekasih tergeletak di depan pintu rumah belakang.            Dengan cepat ia melangkah menuju gadis itu. Hampir saja dia mengulurkan tangan untuk memastikan apakah gadis itu pingsan atau sekadar tertidur di sana. Namun egonya sebagai lelaki melarangnya untuk berbuat demikian. Akhirnya dia memilih berbalik dan melangkah meninggalkan gadis itu. baru beberapa langkah ia berjalan, telinganya mendengar rintihan Diana hingga memaksanya untuk menghentikan langkah dan berbalik menatapnya. Diana merasakan pening yang luar biasa. Badannya kembali menggigil. Sepertinya ia benar-benar sakit sekarang. Secepatnya ia harus masuk sebelum dia pingsan di sini
Baca selengkapnya

Diabaikan

DiabaikanDesta tampak kacau. Pikirannya terbagi antara masalahnya dengan Meta dan juga gadis yang sedang terbaring lemah di brankar ini. Kilas balik kejadian saat ia berusaha melecehkannya kembali membuat otaknya mendidih. Dia memang bersalah, tapi tak bisakah semuanya diperbaiki? Kenapa semua orang tak mau mendengarkan penjelasannya? Meta, gadis yang selalu membuat hari-harinya hidup, terlihat sangat terluka akibat perbuatannya. Pergerakan kecil dari pasien di hadapannya mengalihkan pandangan. Netranya menatap tajam gadis itu."Akhirnya bangun juga kamu. Ck, menyusahkan saja!" ucapnya ketus membuat Diana langsung sadar. Netra mereka bertemu. Untuk sesaat semuanya hening. Diana yang baru saja tersadar merasa aneh dengan keberadaan Desta di dekatnya. "Kenapa kamu bisa ada di sini? Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara bergetar. Tak bisa dipungkiri, aura dingin pria ini membuat Diana gemetar ketakutan. Ucapan pria
Baca selengkapnya

Salah Menduga

"I--ibu!" Senyum Diana langsung mengembang. Ia maju selangkah, hendak merengkuh tubuh sang Ibu. Di luar dugaan, wanita paruh baya itu justru mundur dan mengangkat tangannya sebagai tanda "jangan mendekat". Meski begitu, senyum Diana tak pernah luntur. Ia berpikir Ibu bersikap demikian karena masih kecewa padanya. Buktinya ia masih saja membayar biaya rumah sakitnya. "Makasih ya, Bu. Ibu sudah sangat baik padaku. Kalau bukan karena Ibu yang membayar biaya pengobatanku, mungkin sekarang aku masih terbaring dia rumah sakit.Wanita yang dipanggil ibu itu tak menyahut. Hanya menatap Diana sekilas lalu oergi meninggalkannya. Namun bagi Diana itu lebih dari cukup. Ia tak peduli meski ibunya masih bersikap cuek. Langkah kakinya membawa ia ke lantai dua. Kamar yang semalam tak ia sambangi karena harus bermalam di rumah sakit. Ia juga tersenyum melihat Desta yang sedang mengobrol dengan adik dan bapaknya. Itu artinya masalah mereka sudah selesai.
Baca selengkapnya

Perjanjian

"Halo,"[Bisa datang ke rumah. Ada hal penting yang mau bapak bicarakan]"Sekarang?"[Ya. Kalau kamu nggak sibuk]"Oh, nggak kok, sayang. Aku langsung ke sana."Desta tersenyum. Akhirnya Meta mau berbicara lagi dengannya. Ia berharap bapaknya membatalkan rencana untuk menikahkan dirinya dengan Diana dan kembali menikahkannya dengan Meta. Gadis pujaannya. Dengan senyum mengembang, pria berprofesi dokter itu melangkah cepat menuju parkiran. Mengabaikan setiap sapaan yang mampir padanya. Hatinya diliputi kebahagiaan saat ini. Sambil membuka pintu mobil, ia mengetik oesan untuk membatalkan janji dengan sahabatnya yang baru saja sampai dari luar negeri. Ia tak peduli jika sahabatnya nanti marah. Yang penting sekarang urusannya dengan Meta selesai.Dua puluh lima menit perjalanan yang ia tempuh dari rumah sakit ke rumah kekasihnya. Di ruang tamu ternyata mereka sudah menunggu kehadirannya. "Duduklah!" perintah
Baca selengkapnya

Pasrah

Desta mengacak rambutnya frustasi. Bukan seperti ini yang ia inginkan. Mungkin kalau laki-laki lain akan dengan senang hati menerima tawarannya. Menikahi dua wanita cantik dalam waktu berdekatan. Tapi tidak baginya. Ia mencintai Meta, bukan Diana. Bahkan ia sangat membenci Diana."Pak, tapi saya tidak bisa. Diana nggak bakal hamil, karena saya tak sampai melak--" ucapannya terjeda oleh kalimat bapak selanjutnya. "Cukup, Nak Desta. Keputusan saya sudah bulat. Kamu nikahi Diana. Setelahnya kamu ceraikan seperti kata saya tadi. Nggak ada tawar menawar lagi."Desta hanya menghembuskan napas pasrah. Tak bisa lagi bernegosiasi dengan orang tua ini. Mungkin sebaiknya ia terima saja permintaannya. Cuma satu tahun. Ia pasti bisa melewatinya. Daripada kehilangan Meta selamanya, lebih baik bersabar selama setahun lagi untuk menggapai impiannya mengarungi hidup bersama gadis pujaannya."Baiklah, Pak. Kalau itu memang sudah jadi keputusan Bapak," ucap De
Baca selengkapnya

praduga

"Sorry, Bro, mendadak ada urusan penting tadi," ucap Desta sembari duduk di kursi yang berhadapan dengan Daniel. Setelah meyakinkan Meta, pria bertinggi 182 cm itu langsung meluncur ke kafe Laut Biru untuk bertemu dengan sahabatnya yang baru pulang dari luar negeri. Akibat panggilan mendadak calon mertua, ia membatalkan janji temunya padahal Daniel sudah di jalan menuju rumah sakit tempatnya bekerja. Dan di sinilah mereka sekarang. Saling mengobrol mengusir jenuh. "Gimana hubungan Lo sama Meta? Sudah ada tanda-tanda mau ke jenjang yang lebih serius?" Daniel memang belum mendengar kabar tentang dirinya. Karena selama laki-laki itu di Sidney, jarang sekali mereka bertukar kabar. Selain kesibukan masing-masing, gaya hidup pria yang lama tinggal di luar negeri itu sangat bebas. Desta tak nyaman untuk sekadar menceritakan hubungan percintaannya pada Daniel. Bukan mendapatkan solusi, yang ada malah dibully. Desta menarik napas panjang sebe
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status