Semua Bab Kuakhiri Dendam Ini: Bab 1 - Bab 10

28 Bab

Bab 1 Mayat Dalam Koper

[Nisa, mas pulang besok. Mau jemput di Bandara?]   [Boleh, Mas. Jam berapa?] balasku.    Jari-jariku gemetaran saat membalas text demi text. Sakit luar biasa, mengingat Mas Barry baru saja menghabiskan seminggu bersama selingkuhannya di Bangkok. Dan hari ini, ponselnya baru diaktifkan.   Lelah, aku sangat lelah dan sakit hati.    Taktiknya dengan memintaku berhenti kerja agar fokus urus anak-anak, berhasil. Kini aku tergantung padanya. Termasuk untuk pengobatan ibuku yang menderita penyakit stroke dan ayah yang menderita sakit ginjal sejak beberapa tahun terakhir.   Barry menguasai hidupku dan keluargaku.  
Baca selengkapnya

Bab 2 Penukaran Koper

"Ya, betul, hitam. Jangan salah. Cek baik-baik gambar yang saya kirim." Jangan sampai Amir salah membeli koper, bisa kacau semua rencana, pikir Santoso. Dipilihnya sepuluh gambar yang paling terang. Gambar koper yang tengah ditarik seorang lelaki, masuk ke area bandara Soekarno Hatta. Dirinya harus mengambil gambar cepat, sebelum lelaki itu melewati petugas yang memeriksa tiket lalu koper besar merk ternama itu akan masuk bagasi pesawat. "Warna, merk dan ukuran. Harus sama persis. Ingat, sama persis!" "Baik, Boss. Aman." Santoso menutup panggilan telepon setelah Amir menyatakan bahwa gambar yang diterimanya melalui aplikasi whatsapp terlihat jelas. Sudah be
Baca selengkapnya

Bab 3 Kemarahan Mister Kong

"Awasi terus Barry. Setoran terakhir berkurang banyak. Lakukan apa saja yang membuatnya takut."   Mister Kong, mengepalkan tangan kiri sementara tangan kanannya memegang cerutu. Pria asal Indonesia yang kini menetap di Hongkong itu begitu murka.   Barry orang kepercayaannya, sejak setahun lalu. Perkenalannya dengan Barry di sebuah kelab di Hongkong, meninggalkan kesan tersendiri. Mister Kong bahkan mengundang Barry agar makan malam bersama keesokan harinya, di sebuah restoran. Pertemuan itu terus berlanjut, seiring dengan seringnya Barry datang ke Hongkong. Saat itu Barry masih datang untuk urusan kantor.   Kecocokan di antara keduanya, menjadi awal sebuah transaksi bisnis. Di mata Mister Kong, Barry pria ambisius namun perhitungan, juga cerdas.  
Baca selengkapnya

Bab 4 Identitas Wanita di Koper

"Mas, kita lapor polisi," ujarku dengan tubuh gemetar. Semakin lama koper itu berada di kamarku, semakin ketakutan itu menyergap.   "Mas … mas!" Barry tidak melepaskan pandangan sedikitpun dari wajah wanita di dalam koper itu.   "Mas, kita lapor polisi." Pelan kusentuh bahunya.    "Eeh … mmmm jangan dulu."   "Lho, kok jangan dulu. Nisa nggak mau mas, ada mayat di rumah!"   "Tunggu dulu Nisa. Mas harus berpikir jernih."    "Nanti saja mikirnya, Mas. Ini jelas-jelas kasus kriminal. Kita harus lapor sekarang, sebelum kita kena imbasnya."  
Baca selengkapnya

Bab 5 Pertemuan Nisa dengan Caroline

[Dengarkan baik-baik.] Sebuah text masuk dari Nisa, wanita yang dikenalnya, lebih tepatnya mengenalkan diri padanya, beberapa bulan lalu.   Caroline menekan tombol play pada kiriman berikutnya. Terdengar rekaman suara Nisa sedang berbicara dengan Amanda, wanita yang telah mengubah hidup Caroline dari surga menjadi neraka.   [Tidak semudah itu, Mba. Saya dan Barry punya ikatan yang kuat. Saya bisa mundur, tapi Barry pasti akan tetap mengejar saya, jadi bukankah lebih baik tetap jalan aja. Saran saya, mba perbaiki aja diri sendiri. Atau … relakan Barry bersama saya saat dirinya sedang tidak bersama mba. Simple kan?]   Rahang Caroline mengeras, mendengar suara Amanda seakan sengaja menantang Nisa. Betapa tak tau malunya wanita lici
Baca selengkapnya

Bab 6 Kematian Jefry

 [Berhasil, Bos. Wanita itu pulang duluan, sesuai instruksi.] Caroline tersenyum membaca text yang dikirimkan Sandy. Lelaki itu memang sangat bisa diandalkan dalam segala hal.Pengintaian Sandy atas Amanda yang sedang berlibur di Bangkok bersama Barry, berhasil mulus.  Panggilan telepon dari Caroline mengatasnamakan sekretaris direksi, ditelan mentah-mentah oleh Amanda. Dasar wanita bod*h!  Gambar-gambar yang dikirimkan Sandy padanya, cukup membuktikan bahwa dia wanita culas yang memanfaatkan banyak orang demi kesenangan diri sendiri. Lalu, apa gunanya berbelas kasihan pada wanita sejenis itu.  Bodohnya Tedja, mau saja diperalat oleh wanita yang
Baca selengkapnya

Bab 7 Bermain Dua Kaki

 [Barry ke Bangkok, bersama Amanda.] Pesan dari Nisa. Caroline mengeram. "Sandy, kau ke Bangkok sekarang juga. Ikuti Amanda. Lakukan tugas seperti biasa!" Tanpa menunggu jawaban dari Sandy, Caroline melempar telepon genggamnya ke tempat tidur. Sandy tidak membantah, tidak juga menanyakan bagaimana detilnya. Tiket pesawat, uang jalan dan sebagainya. Dirinya tinggal menghubungi Tabitha—sekretaris pribadi Caroline—dan semua siap. Berbagai tugas pengintaian dari Caroline, telah dilakukannya. Di dalam negeri hingga ke luar negeri. Bahkan saat Caroline tinggal di Singapore, dirinya tetap disuruh kemana-mana. Kapan saja tidak boleh ada kata tidak bisa, apalagi tidak sanggup. 
Baca selengkapnya

Bab 8 Amanda 1

      Namaku Andini Surya Atmadja. Putri kedua pasangan Prabu Surya Atmadja dengan Dini Lestari. Suami istri pemilik sebuah usaha percetakan di Jakarta Barat. Di usiaku yang baru menginjak 2 tahun, aku belum mengerti artinya bahagia. Ingatanku tentang masa kecil hanyalah dari cerita Bimo. Papa mama sangat penyayang, walau tidak bisa mengingatnya, tapi dengan melihat foto-foto, aku meresapi apa yang dikatakan Bimo. Keuangan kami pun cukup. Bimo—kakak satu satunya—yang berusia sembilan tahun, sangat menyayangiku. Aku, menjadi pusat keceriaan keluarga, maklum, awalnya mama berpikir tidak akan bisa memiliki anak lagi, setelah jeda terlalu lama dengan kelahiran Bimo.        Tidak ada yang salah, tidak ada yang kurang.       Hingga suatu hari, semua k
Baca selengkapnya

Bab 9 Amanda 2

 "Kak Bimo, kakak di mana? Kenapa nggak pernah cari aku," tangisku suatu malam. Entah sudah berapa kali aku merasa melihat seseorang yang mirip gambaranku tentang sosok Bimo. Sayang, selalu orang lain dan orang lain.  Kadang putus asa itu datang, lalu timbul lagi berkali lipat. Semakin usia bertambah semakin kuat keinginan bertemu Bimo. Siapa lagi yang kumiliki?  Aku tidak lagi tinggal di apartemen mewah, tapi memilih tinggal di rumah kost. Aku harus menghemat uang gaji, untuk sebuah masa depan yang aku belum tau. Selama berada di bawah 'cengkeraman' Robert, aku tidak pernah meminta segala kemewahan darinya. Aku hanya menerima, apa yang diberikannya. Hatiku tak pernah sanggup untuk mema
Baca selengkapnya

Bab 10 Barry 1

 Rapuh. Kata itu tepat untuk menggambarkan kesan pertama saat wanita cantik itu menatapku dari seberang meja. Duduk sendirian memegang ponsel. Jari lentik dengan kutek warna peach itu tak henti menggeser layar. Kuseruput secangkir kopi yang sudah mulai dingin. Mataku memindai ke sekeliling ruang tunggu Executive Lounge Bandara Soekarno Hatta, tidak ramai orang seperti biasanya.  Di sisi kiri, sepasang suami istri dengan anak balitanya tampak kerepotan mengejar sang anak yang terus ingin turun dari kursi. Lalu, di belakang persis ada seorang remaja, dengan buku dan tas ransel tersamoir di samping kursi. Dan, di depanku, wanita cantik berkulit putih yang terlalu mencolok di banding tamu lain. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status