All Chapters of PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA: Chapter 101 - Chapter 110

164 Chapters

Sakit hati Bu Wiyah

"Biar saja! Biar Bapakmu hidup dalam penyesalan seumur hidupnya!" ketus Bu Wiyah. "Wiyah, kenapa kau berkata seperti itu. Tinggal Mas Darma, Abangmu. Maafkanlah dia. Lagipula dia tak sengaja melakukan perjanjian itu." Kali ini keadaan menjadi berbalik. Bila tadi Bu Ipah yang belum bisa menerima kenyataan. Sekarang Bu Wiyah pula. Bu Ipah berusaha melunakkan hati Bu Wiyah. "Tapi seharusnya, begitu sadar dia jangan menunda-nunda untuk bertobat!"  "Astaghfirullah Wiyah, urusan hati, Allah  menentukan. Lalu bagaimana denganmu yang menjadi sekeras batu begini!"  Bu Ipah dengan Bu Wiyah malah berdebat. Mempertahankan argumennya masing-masing. Bu Wiyah terdi
Read more

Ternyata

"Sejak kecil, dia sudah sangat cantik. Semua orang menyayanginya. Aku sangat senang melihatnya. Kadang … aku ingin sekali memeluknya."  Bu Wiyah mengusap sudut matanya. Meski bibirnya tersenyum, tetap saja ada kristal bening yang mengembang di pelupuk matanya. Mengingat kembali akan masa kecil keponakan yang terpaksa dia pisahkan dari dirinya, demi untuk keselamatannya. "Tapi aku harus menahan diriku. Aku tak mau, dia mengetahui tentang aku. Sebenarnya sejak awal Ustadzah mengizinkan aku bertemu maupun mengasuhnya."  "Lalu, kenapa tak kamu lakukan?" tanya Bu Ipah. Ya, kenapa Bu Wiyah tak mengasuh anak Minati kalau Ustadzah yang membawa anak Minati sudah memberi izin? Pertanyaan yang sama tersemat di
Read more

Mengajak Bu Wiyah

"Maafkan Biyah. Semua itu Bu Yanti lakukan, karena dia telah mengucap janji pada Biyah. Untuk tetap merahasiakan semuanya darimu. Biyah gak mau, kamu mencari keberadaanmu kerabatmu, kalau tau semuanya." Dewi melihat lebih dalam, sorot mata Bu Wiyah menyiratkan penyesalan yang teramat dalam. Mau tak mau, Dewi harus bisa memaklumi tindakannya. Seandainya Dewi yang ada di posisi Bu Wiyah, mungkin dia akan melakukan hal yang sama. "Saat kamu memutuskan menikah dengan Roni. Bu Yanti menemui Biyah. Dia ingin menceritakan semua tentang jati diri kamu. Karena khawatir, kamu adalah saudara kandung Roni. Biyah memberitahukan padanya, kalau Roni adalah anak angkat Mas Darma. Dan meyakinkan Bu Yanti, kalau kalian tidak satu nasab," cerita Bu Wiyah lagi. "Jadi Bu Wiyah, sering menemui Bu Yanti?" tanya Dewi. 
Read more

Bu Wiyah mau ikut

Beruntung mereka yang bisa merasakan langsung kasih sayang kedua orangtua. Maka sayangi mereka, jangan pernah berkata "ah" meski kau tak menyukai apa yang dikatakannya. Apalagi membentak juga membangkang pada orangtua. Di saat kita merasa orangtua kita terlalu cerewet juga bawel. Percayalah, di luar sana banyak yang ingin mendengar omelan ayah dan ibunya. Tapi jangankan mendengar omelan, bahkan mereka tak tau seperti apa suara orangtuanya. "Ganteng Ayahmu, Wi. Sangat cocok sama Minati, pasangan serasi," kata Bu Ipah mengomentari foto Ayah Dewi.  Ayah Dewi memang sangat ganteng di foto itu. Gagah, meski berkulit sawo matang. Tak tampak kalau pekerjaannya hanya seorang kuli bangunan. Ibunya juga cantik sekali. Senyum mereka mengembang di setiap foto yang Dewi lihat. Terlihat bahagia kehidupan mereka, meski Ayahku hanya seorang bur
Read more

Menceritakan tentang Danu dan Suci

"Biyah … Bulek … ada yang mau Roni ceritakan. Biyah sama Bulek pun berhak tau tentang masalah ini," kata Roni membuka percakapan usai mereka sholat Isya berjamaah.  Mukenah pun masih lagi dikenakan oleh Bu Ipah, Bu Wiyah dan Dewi.  "Sebenarnya Roni ingin menceritakan hal ini dari tadi saat di rumah Biyah. Tapi tadi ada Dodo, makanya Roni masih menahan diri. Walaupun dia sudah banyak tau tentang keluarga ini. Tapi untuk yang satu ini, biarlah tetap menjadi rahasia keluarga kita," kata Roni. Membuat rasa penasaran kembali hadir di hati Bu Ipah dan Bu Wiyah. "Apalagi yang belum kamu ceritakan, Roni?" Pertanyaan Bu Ipah mewakili Bu Wiyah. Beliau lebih mendekatkan posisi duduknya dengan Roni.  
Read more

Sudah tidak takut

Roni sangat sulit memejamkan matanya, padahal kantuk sudah menyerang sejak tadi. Sudah tengah malam, hanya terdengar suara detik jam yang seakan berjalan sangat lambat. Tik tik tikSuaranya mengiringi lamunan Roni yang melayang memikirkan Ibunya. Besok mereka akan berangkat ke kampung lama Pak Darma dan Bu Wati, untuk menemui Widuri, yang digadang-gadang sebagai Ibu kandungnya. Bagaimana keadaannya sekarang? Apa dia masih hidup? Pertanyaan itu tak lepas dari kepala Roni. Hati Roni terasa teriris bila mengingat cerita Bu Ipah tentang kemalangan yang menimpa Ibunya. Roni merasa sangat terpukul, saat mengetahui ternyata dia bukanlah anak yang diinginkan. Dia terlahir karena hasil kebiadaban seseorang terhadap Ibunya. 
Read more

Pertemuan Pak Darma dan Bu Wiyah

"Sama Mas. Udah gak takut lagi. Sekarang saya gak mau lagi ninggalin sholat. Adem gitu, kalau udah sholat. Anak-anak saya di kampung juga saya suruh belajar ngaji sama sholat. Sama Ustad yang di sana. Tapi Mas …." jawab Pak Dirman.  "Tapi apa, Pak?"  "Tapi suka sepi kalau malam jaga sendirian. Bisa Pak Agus disuruh ke sini Mas. Biar ada temen ngobrol hehe," katanya cengengesan.   "Sepi apa takut?"  "Sepi Mas. Saya ngantuk jadinya." "Saya sudah bilang sama Pak Agus untuk ke sini nemeni Pak Dirman. Juga minta tolong, nanti rumah di cat lagi." " Baik Mas. Emang berapa h
Read more

Pamit pada Pak Darma

Sungguh pemandangan yang sangat mengharukan. Meskipun kata orang, lelaki pantang menangis. Tapi kata-kata itu tak berlaku bagi Roni saat ini. Roni tak bisa menutupi keharuan di hatinya. Semua yang ada di ruangan ini terharu melihat pemandangan yang ada di depan mata mereka .  "Maafkan Mas, Wiyah," kata Pak Darma penuh penyesalan. Dia lepas pelukannya dari adiknya yang tinggal seorang. "Iya Mas, aku juga minta maaf Mas."  Beberapa saat mereka membiarkan Pak Darma dan Bu Wiyah larut dalam perasaan mereka masing-masing. Yang melepaskan rasa rindu dan penyesalan yang hanya tersimpan di hati mereka selama ini.  "Mas … Roni sudah tau semua," kata Bu Ipah. Saat dia lihat Pak Darma dan Bu Wiyah sudah m
Read more

Selamat datang di Desa Lor

"Roni akan membawanya ke sini Pak. Tadi Bulek sudah menceritakan pada Ustad Faruk, bagaimana kondisi terakhir Ibu. Ustad Faruk bersedia membantu kesembuhan Ibu. Mudah-mudahan Ibu masih hidup." Agak tercekat Roni mengatakannya. Roni takut, mereka hanya tinggal mendengar namanya saja bila tiba di kampung nanti.  "Yah, mudah-mudahan dia masih hidup. Dua puluh lapan tahun sudah kejadian itu. Kalau dia masih hidup, entah seperti apa kondisinya saat ini?" Pak Darma seakan bertanya pada dirinya sendiri. "Sebaiknya jangan kalian saja yang kesana. Minta ditemani Ustad Faruk. Karena dulu, di kampung itu masih sangat banyak klenik. Tak tau sekarang bagaimana. Tapi buat jaga-jaga. Siapa tau, ada hal yang tak diinginkan terjadi."  "Iya Pak. Iwan dan Solihin ikut juga. Sebenarny
Read more

Ustad Daud

"Dulu, penduduk di sini kurang sekali mengenal agama. Apa-apa selalu ke dukun. Sepertinya sampai sekarang juga seperti itu. Dulu ada seorang musafir yang datang ke kampung ini. Namanya Ustad Daud. Dia mengajar mengaji anak-anak di kampung ini. Termasuk Biyah, Bulekmu juga Widuri. Dia lah yang mendirikan surau ini, atas persetujuan kepala kampung. Awalnya penduduk tak masalah, biarpun enggan untuk datang ke surau ini," beber Bu Wiyah.  Seraya mendengarkan cerita Bu Wiyah, mereka mulai membersihkan surau untuk melaksanakan sholat Ashar. Tak ada sapu, mereka terpaksa menggunakan kain pembatas yang sudah sangat usang untuk membersihkan lantainya.  Iwan sudah mengecek keadaan air, syukurlah air dapat mengalir dengan baik. Airnya juga sangat jernih.  "Terus, kemana
Read more
PREV
1
...
910111213
...
17
DMCA.com Protection Status