Semua Bab PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA: Bab 81 - Bab 90

164 Bab

Ternyata adik Pak Darma

"Bulek, foto yang tadi Roni bawa ya. Siapa tau nanti dibutuhkan disana."  "Bawa saja, tapi jangan hilang. Itu satu-satunya kenangan yang Bulek punya. Dulu, kehidupan kami sangat susah. Gak bisa selalu berfoto. Jadi kalau berfoto, itu jadi kenangan yang sangat berharga," pesan Bu Ipah.  "Foto apa Mas?" tanya Dewi. Dia tadi belum melihat foto yang ditunjukkan Bu Ipah pada Roni.  "Foto Ibu," jawab Roni singkat. "Lihat dong Mas," pinta Dewi. Roni reflek mencari foto itu. Dia lupa, dimana tadi meletakkan foto itu? Dia memeriksa kantong celananya. Tak ada. Dia bangkit, mungkin jatuh dibangku yang didudukinya juga tak ada. Mata mereka semua celinguk
Baca selengkapnya

Tak mau mengenang

"Dulu … Bulek, Widuri, Minati sama Wiyah berteman dekat. Memang Bulek lebih akrab dengan Ibumu. Wiyah, sama Minati ikut Bapakmu, saat mereka pindah. Setelah Suci meninggal. Orang tua mereka, Eyangmu sudah gak ada dua-dua. Makanya Bapakmu yang mengasuh mereka. Walaupun usia mereka sudah cukup untuk menikah waktu itu, tapi belum ketemu jodohnya," jelas Bu Ipah dengan pandangan menerawang. Senyum tipis sesekali tersungging di bibirnya, tapi matanya tetap saja berkabut.  "Apa Bulek gak pernah nanya tentang mereka sama Bapak?" tanya Roni. "Pernah. Tapi kata Bapakmu mereka pergi merantau jadi TKW. Sampai sekarang gak ada kabarnya. Dulu, waktu kamu masih sangat kecil, mereka masih sering datang ke sini. Herannya Bapakmu kok gak pernah nyariin mereka ya?" kata Bu Ipah, seakan menyesalkan tindakan Pak Darma. 
Baca selengkapnya

Pulang

"Jadi Dewi gak tau, siapa orang tua Dewi?"  "Nggak Bulek. Entah mereka masih hidup atau tiada," kata Dewi seraya menghela nafas. Ada rasa sakit ketika mengingat bagaimana dia dibuang saat masih bayi dulu. Meskipun Dewi hanya tau dari cerita Bu Yanti, tetap saja Dewi merasa sakit, di hati pastinya. "Aneh juga. Kok bisa ya, Wiyah seperti mengenalimu." Bu Ipah bergumam lagi. Tanya yang sama dengan yang tersemat di hati Dewi. Yang belum menemukan jawaban hingga saat ini. "Ron, Bulek nanti ikut kalian pulang. Bulek mau menjumpai Wiyah, barangkali dia mau bicara sama Bulek." Hati Dewi bersorak senang, saat Bu Ipab bilang begitu. Bu Ipah benar, barangkali Bu Wiyah mau bicara sama Bu Ipah. "Tapi, Roni kan, bawa motor B
Baca selengkapnya

Sampai rumah

"Roni kirim doa aja Bulek. Udah siang, kita harus cepat sampai rumah. Kalau gak sampe sore, Roni mau cek kebun dulu," jawab Roni. Roni hanya beralasan saja. Buat apa juga menziarahi kuburan kosong, pikirnya.  Mereka belum cerita sama Bu Ipah tentang jasad Danu dan Suci yang diawetkan sama Bu Wati. Belum dapat momen yang pas untuk bercerita dengan Bu Ipah. Mereka takut, Bu Ipah akan sangat syok bila mengetahui kebenarannya. Kesedihannya mengingat kembali Widuri, baru saja terobati. Roni dan Dewi tak ingin membuat Bu Ipah sedih lagi. Bu Ipah dan Dewi ikut bersama Dodo naik mobilnya, sementara Roni bawa motornya sendiri. Roni mengiringi mobil Dodo dari belakang. Saat mereka mulai melintasi area kebun sawit, tempat dimana Dewi menghilang beberapa hari yang lalu. Roni berharap tak terjadi apa-apa lagi. Sepanjang jalan hatiku berdoa u
Baca selengkapnya

Mata batin

"Berarti kamu harus menambah keyakinanmu terhadap Allah, bahwa tak ada Zat yang lebih kuat dariNya. Sebab, bila keyakinanmu terhadapNya kurang teguh. Kamu malah bisa diombang-ambingkan mereka yang tak bisa dilihat itu. Artinya, mereka lebih mudah menyesatkan kamu," jelas Iwan.  "Maksudnya Wan?" tanya Roni. Dia agak kurang memahami maksud Iwan.  "Begini Bung. Kelebihan ini, memang bisa dimanfaatkan untuk menolong orang lain yang mengalami kejadian-kejadian tak lazim seperti yang Dewi alami. Tapi … bisa juga menyesatkan orang lain. Kamu kira bagaimana bisa dukun-dukun beraksi? Mereka juga bisa melihat Jin, Bung. Jin itu tugasnya memang untuk menyesatkan umat manusia. Jadi kalau iman kita tak teguh, salah-salah kita malah melenceng." Mereka semua tertegun mendengar perkataan Iwan.  
Baca selengkapnya

Membersihkan harta

Dewi tampak diam berusaha mencerna kata-kata Iwan. Sebenarnya, Roni ingin Dewi yang dulu, yang normal. Roni takut akan terjadi hal yang tak diinginkan lagi.  "Tutup saja Wi. Bulek juga gak mau, kalau kamu mengalami kejadian kayak kemaren lagi," kata Bu Ipah ikut meyakinkan Dewi untuk membatalkan niatnya yang ingin, mata batinnya tetap terbuka.  "Ya sudah Bang, nanti saya coba ruqyah diri sendiri." Akhirnya Dewi menurut.  "Kalau nanti kamu masih melihat penampakan, lawan rasa takutnya. Ingat, kita lebih tinggi derajatnya dari mereka. Kalau kamu berani, mereka justru tak berani ganggu dan menampakkan diri di hadapan kamu," pesan Iwan.  "Iya Bang. Insha Allah," jawab Dewi yakin. Semoga kali ini tak
Baca selengkapnya

Membersihkan harta 2

"Begini Bung. Memang harta yang didapatkan dengan cara-cara yang tak lazim apalagi sampai menyekutukan Allah, adalah haram. Sementara Allah tak menerima zakat dari yang haram. Kau kan tau, berzakat adalah salah satu upaya kita untuk membersihkan harta. Seperti di riwayatkan hadis riwayat Muslim, Allah itu Maha baik dan hanya menerima yang baik-baik." Roni terhenyak mendengar perkataan Iwan. Apa yang harus dia lakukan sekarang. Jelas harta yang diperoleh Bapaknya, tak baik asalnya. "Jadi aku harus bagaimana Wan?" "Sebaiknya kau gunakan untuk fasilitas umum, seperti perbaikan jalan yang rusak, bikin jembatan penyebrangan sungai misalnya. Kan, bisa bermanfaat juga untuk kemaslahatan orang banyak. Mudah-mudahan dengan cara ini, paling tidak bisa mengurangi beban hatimu." Roni tersenyum mendengar ucapan Iwan barusan. Tak salah dia berdisk
Baca selengkapnya

Membersihkan gudang

Roni terus melangkahkan kaki ke arah gudang. Dia berhenti di depan taman mini milik Bu Wati. Di taman itu lah, Ibunya itu sering menghabiskan waktu. Roni lama memandang taman itu. Membayangkan Bu Wati yang membersihkan rumput liar di setiap pot tanamannya. Bu Wati bisa tahan berlama-lama, berada di antara tanaman-tanaman hias koleksinya. Ada rasa rindu menyusup di hati Roni, kala mengingat almarhumah Ibunya itu.   Roni melangkah lagi ke arah gudang. Ingin melihat pekerjaan Pak Dirman. "Lah, Pak. Belum kelar juga?" tanya Roni yang melihat gudang masih berantakan. "Em, anu Mas." Pak Dirman nyengir, bingung mau jawab apa. Sebenarnya dia masih takut, bila mengingat peristiwa yang terjadi beberapa hari lalu. Tapi malu kalau harus berterus terang. "Ya sudah, kita kerjaka
Baca selengkapnya

Buah busuk

[Mas, bisa kemari. Ada masalah di kebun!] Suara Joko terdengar panik.  "Masalah apa?"  "Mas kemari aja, lihat sendiri." Joko enggan menyampaikan masalah apa kiranya yang sedang terjadi. Sepertinya ada hal yang serius sedang terjadi di kebun Pak Darma. "Ya sudah, saya segera ke sana. Assalamualaikum!" Klik, Roni matikan sambungan telepon. Tanpa menunggu jawaban dari Joko lagi.  "Pak, saya tinggal ya. Tolong bereskan semua. Tinggal sedikit lagi," kata Roni pada Pak Dirman. "Baik, Mas." Pak Dirman kali ini menyanggupi, karena memang tinggal bagian gudang saja yang belum beres. Tinggal menggeser barang-barang yang biasa di pakai untuk bertukang d
Baca selengkapnya

Buah busuk 2

Roni berjongkok, memperhatikan lebih detail setiap janjangan sawit. Pangkal batangnya tampak sehat, tapi kenapa buahnya busuk? Ini sungguh mengherankan bagi Roni. Juga bagi para pekerja, yang sebagian sudah berpengalaman. Baru kali ini mereka menghadapi masalah seperti ini. "Sudah di cek pohonnya? Mungkin ada hama," tanya Roni pada semua karyawan.  Dia berdiri dengan menepuk ringan kedua tangannya, yang kotor karena baru memegang janjangan sawit. "Sudah Mas. Semua baik-baik saja," sahut beberapa dari mereka.  Roni mengangguk, Roni sangat percaya pada mereka semua. Mereka sudah sangat lama ikut Bapak, dan selama ini mereka sangat bertanggung jawab dengan pekerjaan mereka. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
17
DMCA.com Protection Status