All Chapters of PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA: Chapter 61 - Chapter 70

164 Chapters

Dewi menghilang

Roni pun terpaksa masuk ke kamar. Dia harus bersabar menunggu besok. Kamar itu sudah seperti kamarnya sendiri. Sejak dulu, kalau dia datang menginap, dia selalu tidur di kamar ini. Tak ada yang berubah dari kamar ini. Masih seperti dulu. Makanya Bu Ipah tak lagi memberi tahu nya, dia harus tidur dimana.  Roni mengganti bajunya, dengan baju yang benar-benar kering. Walaupun baju yang dikenakannya tak basah, tapi terasa lembab dipakai. "Yang, ganti baju dulu. Baju yang ini agak terasa lembab. Nanti masuk angin." "Gak papa Mas, masih kering kok. Aku tidur duluan ya. Ngantuk sekali." Dewi langsung tidur memunggungi Roni.   "Sholat Isya dulu Yang," ajak Roni. Hening tak ada jawaban. Hanya terdengar suara d
Read more

Menemui Ustad

"Dewi, Bulek. Tadi waktu kita ke Masjid, dia masih tidur," sahut Roni kebingungan.  "Dewi? Kapan dia datang?" Bu Ipah malah bertanya. Membuat Roni semakin bingung.  "Sama Roni tadi malam, Bulek," jjawab Roni Bu Ipah justru semakin heran melihat Roni. Hingga alisnya bertaut. "Kamu datang sendirian, Roni," kata Bu Ipah, mungkin Roni lupa pikirnya.  'Hah, apa maksud Bulek aku datang sendirian?' batin Roni. Jelas jelas dia datang sama Dewi. Bahkan tadi masih  dia lihat Dewi tertidur di sebelahnya.  "Roni datang berdua sama Dewi, Bulek. Masak Bulek gak lihat Dewi." Roni mencoba meyakinkan Bu Ipah. Barangkali Buleknya yang lupa.
Read more

Hari ketiga Dewi menghilang

Roni merasa tubuhnya lemas sekali. Siapa yang bersamanya tadi malam? Bagaimana nasib Dewi sekarang? Pasti dia sangat ketakutan saat ini. Kenapa dia bisa lengah menjaga istriku. Seharusnya dia menyadari sejak awal keanehannya. Pantas dia tak banyak bicara semalam. Dan keberatan saat diajak naik motor. Apa Dewi sudah mendapat firasat buruk? Banyak pertanyaan kini tersemat di benak Roni. "Apa yang harus kita lakukan Ustad?" tanya Bu Ipah. Dari Nada pertanyaannya, Bu Ipah jelas juga sangat mengkhawatirkan Dewi.  "Kita harus segera mencarinya. Saya harap banyak warga yang ikut mencarinya. Kita memohon kepada Allah semoga di permudahkan. Sebaiknya banyak warga yang ikut, kita harus membuat kegaduhan. Biasanya suara yang terlalu bising mampu menembus alam mereka," papar Ustad Sidik.  
Read more

Pencarian

"Iya, berondolan sekarung nanti Bapak bawa," jawab suaminya. GERRRR, sontak banyak yang tertawa. Di saat genting seperti ini, memang perlu ada yang menghibur sedikit. Biar tak terlalu tegang dan stres. Ustad Sidik geleng-geleng kepala melihatnya, tapi juga tak tahan untuk tak mengembangkan senyum di bibirnya.  "Sudah. Sudah selesai ... siapa lagi yang mau nitip oleh-oleh. Biar saya catat, takut suaminya lupa," kata Ustad Sidik. Para warga berusaha menyembunyikan tawa mereka.  "Kalau gak ada lagi, kita berangkat sekarang." Ustad Sidik berjalan paling depan. Memulai pencarian Dewi. Tasbih tetap berada di genggamannya. Hatinya terus memanggil nama Allah, seiring dengan biji tasbih yang ditarik satu persatu.  
Read more

Wujud asli

Sementara itu, Dewi lamat-lamat mendengar ada suara bising. Suaranya masih terdengar samar. Suara itu semakin terdengar jelas di telinga Dewi. Bahkan dia mendengar ada yang memanggil-manggil namanya. Suaranya sangat dikenal oleh Dewi. Seperti suara suaminya. Susah payah Dewi bangkit, untuk mendengarkan lebih jelas suara itu. "Itu benar suara Mas Roni," gumam Dewi, dengan senyum merekah di bibirnya. Hatinya senang sekali, akhirnya suaminya mencarinya.  "Bu, itu suami saya Bu," katanya pada Ibu itu.  Ibu itu diam saja memperhatikan Dewi. Tanpa berniat untuk membantu Dewi jalan. Padahal Dewi sangat membutuhkan bantuannya. Namun untuk meminta pun, Dewi sungkan. Dipegangi dinding tepas rumah ini dengan hati-hati, Dewi takut rumah ini rubuh, kalau dia terlalu kuat memega
Read more

Dewi ditemukan

"Ustad, lihat itu!" teriak salah seorang warga. Sontak mereka melihat ke arah yang ditunjuknya.  Mereka melihat ada sebuah gubuk terbuat dari tepas beratap nipah. Bentuknya sudah sangat reot, sampai-sampai sudah miring. Roni merasa aneh, sepertinya mereka beberapa kali melewati daerah itu, tapi baru kali ini melihat ada gubuk.  Ustad Sidik berjalan menuju ke arah gubuk itu, mereka semua mengikutinya dari belakang. Mereka menyoroti gubuk itu dengan sinar dari senter yang mereka bawa. Semakin dekat ke gubuk, semakin jelas terlihat kalau gubuk ini jelas tak berpenghuni. Kondisinya sangat memprihatinkan, tanpa ada penerangan. Siapa orang yang sudi tinggal di tempat seperti itu. Perlahan Ustad Sidik membuka pintu itu, karena reyotnya, hingga pintu itu terlepas saat dibu
Read more

Digondol wewe?

"Ketemu! Dewi sudah ketemu!" teriak seorang bocah usia sepuluh tahun yang berlari-lari girang. mengabarkan kabar gembira ke sekeliling kampung.  Dia selalu rajin menunggu orang-orang yang mencari Dewi, di depan rumahnya. Rumahnya tepat berhadapan dengan jalan masuk dan keluar hutan sawit. Jalan yang dilalui rombongan yang mencari Dewi. Dia sangat ingin ikut ke dalam hutan sawit, tapi Bapaknya melarangnya. Setiap malam, dia selalu rajin menunggu Bapaknya pulang, dan membawa kabar gembira. Bila hari sudah beranjak semakin malam, Ibunya akan menyuruhnya masuk. Jam sebelas, dia tak boleh lagi menunggu. Besoknya dia tetap harus sekolah. Karena gurunya pun tak akan memaklumi, kalau dia bolos sekolah karena begadang menunggu Bapaknya yang mencari orang hilang. Dan malam ini, di saat Ibunya baru menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Samar-s
Read more

Sarkum?

Warga langsung bubar, pulang ke rumahnya masing-masing. Meski mungkin saja, masih banyak yang penasaran atas apa yang Dewi alami.  "Siapa Sarkum, Bulek?" tanya Roni pada Bu Ipah. Dia tak sabar ingin tau soal Sarkum yang dimaksud warga. Bu Ipah lagi mengelap kaki dan tangan Dewi dengan kain lembab. Dewi sangat kotor, tapi tak mungkin memandikannya sekarang. Hari sudah sangat malam.  Bu Ipah menghela nafasnya. Tak menyangka kalau Roni akan bertanya tentang Sarkum. Sarkum adalah bagian dari masa lalu kelam di kampung itu. Korban dari kabar burung yang tak bisa dibuktikan kebenarannya. Sudah lama mereka mencoba melupakan tentangnya. Ada rasa bersalah bila mengingat tentang Sarkum. "Sarkum itu dulu warga sini j
Read more

Diculik Jin

Kresek kresekSuara sangat pelan pun akan langsung tertangkap gendang telinga. Sudah hampir jam dua dini hari. Jam dimana banyak orang sudah dibuai mimpi. Roni mengarahkan senter ke arah pohon rambutan yang tak terlalu tinggi di samping rumah Bu Ipah. Ternyata hanya tupai yang mencoba menikmati rambutan pentil yang masih kelat, lalu mencampakkan ternyata rambutan sama sekali tak enak dimakan. Geraknya lincah menghindari sorot lampu senter Roni. Tak ada hal lain.yang mencurigakan, Roni langsung masuk ke dalam rumah Bu Ipah. Tak di sorotinya ke pohon jambu air, ada sosok yang bertengger disana. "Ini Bulek, daunnya." Roni menyerahkan daun itu ke Bu Ipah. Bu Ipah menerimanya dan langsung ke dapur lagi.  "Yang, kamu ganti baju du
Read more

Mata batin

"Ya, kamu dibawa ke alam Jin. Tapi mereka tak membawamu ke alam mereka yang sebenarnya. Begitulah, mereka pandai memanipulasi waktu." Dewi manggut-manggut, tanda dia mengerti maksud dari perkataan Ustad Sidik. "Setelah ini, kamu akan sering melihat mereka. Karena mata bathin kamu sudah terbuka tanpa disengaja," kata Ustad Sidik. Dewi terperanjat mendengarnya. Dia ngeri kalau harus selalu melihat makhluk-makhluk dengan wajah dan tampilan yang menyeramkan, seperti dilihatnya semalam. Dia bergidik sendiri mengingatnya. "Saya takut Ustad, penampakan mereka sangat mengerikan." "Ya jelas. Kalau cantik dan tampan, itu penampakan artis." Dewi ingin tertawa mendengarnya. Tapi tetap saja ada rasa sungkan. 
Read more
PREV
1
...
56789
...
17
DMCA.com Protection Status