Warga langsung bubar, pulang ke rumahnya masing-masing. Meski mungkin saja, masih banyak yang penasaran atas apa yang Dewi alami.
"Siapa Sarkum, Bulek?" tanya Roni pada Bu Ipah. Dia tak sabar ingin tau soal Sarkum yang dimaksud warga. Bu Ipah lagi mengelap kaki dan tangan Dewi dengan kain lembab. Dewi sangat kotor, tapi tak mungkin memandikannya sekarang. Hari sudah sangat malam.
Bu Ipah menghela nafasnya. Tak menyangka kalau Roni akan bertanya tentang Sarkum.
Sarkum adalah bagian dari masa lalu kelam di kampung itu. Korban dari kabar burung yang tak bisa dibuktikan kebenarannya. Sudah lama mereka mencoba melupakan tentangnya. Ada rasa bersalah bila mengingat tentang Sarkum.
"Sarkum itu dulu warga sini j
Kresek kresekSuara sangat pelan pun akan langsung tertangkap gendang telinga. Sudah hampir jam dua dini hari. Jam dimana banyak orang sudah dibuai mimpi. Roni mengarahkan senter ke arah pohon rambutan yang tak terlalu tinggi di samping rumah Bu Ipah. Ternyata hanya tupai yang mencoba menikmati rambutan pentil yang masih kelat, lalu mencampakkan ternyata rambutan sama sekali tak enak dimakan. Geraknya lincah menghindari sorot lampu senter Roni.Tak ada hal lain.yang mencurigakan, Roni langsung masuk ke dalam rumah Bu Ipah. Tak di sorotinya ke pohon jambu air, ada sosok yang bertengger disana."Ini Bulek, daunnya." Roni menyerahkan daun itu ke Bu Ipah. Bu Ipah menerimanya dan langsung ke dapur lagi."Yang, kamu ganti baju du
"Ya, kamu dibawa ke alam Jin. Tapi mereka tak membawamu ke alam mereka yang sebenarnya. Begitulah, mereka pandai memanipulasi waktu." Dewi manggut-manggut, tanda dia mengerti maksud dari perkataan Ustad Sidik."Setelah ini, kamu akan sering melihat mereka. Karena mata bathin kamu sudah terbuka tanpa disengaja," kata Ustad Sidik. Dewi terperanjat mendengarnya.Dia ngeri kalau harus selalu melihat makhluk-makhluk dengan wajah dan tampilan yang menyeramkan, seperti dilihatnya semalam. Dia bergidik sendiri mengingatnya."Saya takut Ustad, penampakan mereka sangat mengerikan.""Ya jelas. Kalau cantik dan tampan, itu penampakan artis." Dewi ingin tertawa mendengarnya. Tapi tetap saja ada rasa sungkan.
"Kalau batin, ya ruh kita. Kalau kita sudah meninggal, ruh kita akan dibawa ke alam illiyin, bagi orang yang amalannya baik. Kalau orang yang amalannya buruk, ruhnya dibawa ke alam Sijjin. Jadi gak ada itu ceritanya, yang udah meninggal jadi gentayangan, mau bagaimanapun caranya meninggal," lanjut Ustad Sidik."Jadi Ustad. Kenapa sering beredar kabar, misalnya ada yang meninggal karena kecelakaan. Pasti ada orang yang lihat arwahnya bergentayangan, karena penasaran?" tanya Dewi."Hehehe, kebanyakan nonton film horor kamu." Dewi tersipu malu juga mendengar jawabannya."Ya itulah si Jin qorin, orang yang sudah meninggal itu. Walaupun kita sudah meninggal, jin qorin tak akan pernah mati sampai hari kiamat. Kan dia tugasnya menyesatkan manusia. Sekarang kembali ke kitanya. Mau apa gak disesatkan sama jin," jelas Ustad Sidik. Mereka semua manggut-manggut tanda mengerti maksudnya.
Syukurlah alhamdulillah. Banyak-banyak istighfar juga bersyukur. Allah selalu melindungi kamu."Obrolan mereka terus berlanjut, penyampaian Ustad Sidik yang terkesan ringan, mudah difahami oleh siapa pun yang mendengarnya. Kicau burung semakin riuh, laksan alunan nada indah di pagi hari."Saya pamit dulu ya, sudah siang. Maaf, saya masih pagi-pagi sekali sudah bertamu," kata Ustad Sidik seraya bangkit dari duduknya. Dia menjabat tangan Roni.Ustad menangkupkan tangan ke arah Dewi juga Bu Ipah. Mereka juga membalas dengan hal yang sama."Gak papa Ustad. Malah kami senang dan sangat berterima kasih, sudah dapat siraman qolbu pagi-pagi," sahut Roni. Dia antar Ustad Sidik sampai keluar halaman rumah.&n
Syukurlah alhamdulillah. Banyak-banyak istighfar juga bersyukur. Allah selalu melindungi kamu."Obrolan mereka terus berlanjut, penyampaian Ustad Sidik yang terkesan ringan, mudah difahami oleh siapa pun yang mendengarnya. Kicau burung semakin riuh, laksan alunan nada indah di pagi hari."Saya pamit dulu ya, sudah siang. Maaf, saya masih pagi-pagi sekali sudah bertamu," kata Ustad Sidik seraya bangkit dari duduknya. Dia menjabat tangan Roni.Ustad menangkupkan tangan ke arah Dewi juga Bu Ipah. Mereka juga membalas dengan hal yang sama."Gak papa Ustad. Malah kami senang dan sangat berterima kasih, sudah dapat siraman qolbu pagi-pagi," sahut Roni. Dia antar Ustad Sidik sampai keluar halaman rumah.&n
"Assalamualaikum, Bulek masak sarapan dulu ya.""Waalaikum salam."Bu Ipah langsung menuju ke dapur. Mulai sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Bu Ipah sangat senang, biasanya hanya dia sendiri di rumah ditemani ternak-ternaknya. Paling tetangga yang terkadang suka datang menemaninya ngobrol."Mas, aku tidur lagi ya. Masih ngantuk. Kalau benar aku sudah tiga hari aku hilang, berarti aku sudah tiga hari,tiga malam gak tidur juga gak makan. Pantas tadi malam, lapar sekali. Juga ngantuk sekali, haaaommm." Dewi menutupi mulutnya yang menguap.Dia tak habis pikir, bagaimana bisa dia melewati tiga hari, tiga malam tanpa asupan apa pun. Bahkan seteguk air tak ada yang masuk ke perutnya.
"Bulek, apa orangtua Roni masih hidup? Siapa Bulek? Roni berhak tau?" cecar Roni. Padahal Bu Ipah belum menjawab apa pun.Bu Ipah malah mengisak, dia menutupi wajahnya untuk meredam isak tangisnya. Roni tak tau harus berbuat apa. Apa harus mendesak Bu Ipah lagi? Bu Ipah sangat terguncang bola harus mengorek luka di masa silam. Pasti ada rahasia besar dibalik semua ini.Roni tertunduk diam, memberi waktu untuk Bu Ipah menenangkan diri. Ada rasa yang tak bisa dia ungkapkan sedang bertahta di hatinya saat ini. Roni penasaran soal orangtua kandungnya. Namun, dia takut mengetahui kenyataan yang akan didengar nanti.Perlahan tangis Bu mereda, berganti dengan senggukan. Roni masih diam memperhatikan. Sengaja Roni tak mendesaknya. Hatinya bilang, Bu Ipah pasti akan mence
"Nah, makan!" titah Bu Ipah, dia memberikan sepiring nasi dan lauk ke tangan Roni. Roni terpaksa menerimanya. Air liurnya terbist juga melihat menu ynag tersedia di piringnya. Bila keadaannya tak seperti sekarang ini. Roni bisa menghabiskan sepiring tempe dan tahu bacem seorang diri.Bu Ipah duduk di hadapanku. mulai menikmati makannya. Masih kulihat dia beberapa kali mengusap sudut matanya. Mencegah buliran bening yang siap melesak keluar lagi. Bagaimana dia tetap bisa menelan makanannya, dengan hati yang sedang gundah gulana.Mereka makan dengan hening. Roni berusaha menikmati makanannya, yang memang tetap terasa nikmat dilidahnya. Makanan kesukaannya sedari kecil. Setiap dia menginap di rumah Bu Ipah, Buleknya itu pasti memasakkan tempe dan tahu bacem. Dia hafal betul kebiasaan Roni yang suka mengemil makanan ini sembari men