Syukurlah alhamdulillah. Banyak-banyak istighfar juga bersyukur. Allah selalu melindungi kamu."
Obrolan mereka terus berlanjut, penyampaian Ustad Sidik yang terkesan ringan, mudah difahami oleh siapa pun yang mendengarnya. Kicau burung semakin riuh, laksan alunan nada indah di pagi hari.
"Saya pamit dulu ya, sudah siang. Maaf, saya masih pagi-pagi sekali sudah bertamu," kata Ustad Sidik seraya bangkit dari duduknya. Dia menjabat tangan Roni.
Ustad menangkupkan tangan ke arah Dewi juga Bu Ipah. Mereka juga membalas dengan hal yang sama.
"Gak papa Ustad. Malah kami senang dan sangat berterima kasih, sudah dapat siraman qolbu pagi-pagi," sahut Roni. Dia antar Ustad Sidik sampai keluar halaman rumah.&n
"Assalamualaikum, Bulek masak sarapan dulu ya.""Waalaikum salam."Bu Ipah langsung menuju ke dapur. Mulai sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Bu Ipah sangat senang, biasanya hanya dia sendiri di rumah ditemani ternak-ternaknya. Paling tetangga yang terkadang suka datang menemaninya ngobrol."Mas, aku tidur lagi ya. Masih ngantuk. Kalau benar aku sudah tiga hari aku hilang, berarti aku sudah tiga hari,tiga malam gak tidur juga gak makan. Pantas tadi malam, lapar sekali. Juga ngantuk sekali, haaaommm." Dewi menutupi mulutnya yang menguap.Dia tak habis pikir, bagaimana bisa dia melewati tiga hari, tiga malam tanpa asupan apa pun. Bahkan seteguk air tak ada yang masuk ke perutnya.
"Bulek, apa orangtua Roni masih hidup? Siapa Bulek? Roni berhak tau?" cecar Roni. Padahal Bu Ipah belum menjawab apa pun.Bu Ipah malah mengisak, dia menutupi wajahnya untuk meredam isak tangisnya. Roni tak tau harus berbuat apa. Apa harus mendesak Bu Ipah lagi? Bu Ipah sangat terguncang bola harus mengorek luka di masa silam. Pasti ada rahasia besar dibalik semua ini.Roni tertunduk diam, memberi waktu untuk Bu Ipah menenangkan diri. Ada rasa yang tak bisa dia ungkapkan sedang bertahta di hatinya saat ini. Roni penasaran soal orangtua kandungnya. Namun, dia takut mengetahui kenyataan yang akan didengar nanti.Perlahan tangis Bu mereda, berganti dengan senggukan. Roni masih diam memperhatikan. Sengaja Roni tak mendesaknya. Hatinya bilang, Bu Ipah pasti akan mence
"Nah, makan!" titah Bu Ipah, dia memberikan sepiring nasi dan lauk ke tangan Roni. Roni terpaksa menerimanya. Air liurnya terbist juga melihat menu ynag tersedia di piringnya. Bila keadaannya tak seperti sekarang ini. Roni bisa menghabiskan sepiring tempe dan tahu bacem seorang diri.Bu Ipah duduk di hadapanku. mulai menikmati makannya. Masih kulihat dia beberapa kali mengusap sudut matanya. Mencegah buliran bening yang siap melesak keluar lagi. Bagaimana dia tetap bisa menelan makanannya, dengan hati yang sedang gundah gulana.Mereka makan dengan hening. Roni berusaha menikmati makanannya, yang memang tetap terasa nikmat dilidahnya. Makanan kesukaannya sedari kecil. Setiap dia menginap di rumah Bu Ipah, Buleknya itu pasti memasakkan tempe dan tahu bacem. Dia hafal betul kebiasaan Roni yang suka mengemil makanan ini sembari men
"Dia sangat cantik, pintar, baik dan juga ramah sama semua orang. Anaknya sangat rajin," kata Bu Ipah seraya mengusap air mata yang menganak sungai di pipinya.Roni melihat lagi ke fhoto itu. Lebih detail memperhatikan setiap orang yang ada di fhoto. Ada seorang gadis yang di sebelah Bu Ipah yang lebih cantik dari yang lain. Ada desir aneh di hati Roni saat lama menatap fhotonya."Apa … dia salah satu orang yang ada di fhoto ini?" tanya Roni. Bu Ipah kembali menghela nafasnya dalam, ada rasa sesak di dadanya.Langit yang tadinya cerah berubah mendung. Sama dengan hati Roni dan Bu Ipah, kebahagiaan yang baru datang karena Dewi sudah ditemukan. Perlahan sirna, seiring terkuaknya jati diri Roni.
Roni merasakan hatinya berdenyut nyeri. Perasaannya mengatakan, Widuri adalah ibunya. Seandainya benar …."Entahlah, sejak hari itu Widuri berubah. Biasanya, meskipun pemalu, dia itu anaknya periang. Namun, sejak dia ditemukan. Dia gak pernah buka mulut atas apa yang terjadi. Sehingga banyak orang berkesimpulan, Widuri diculik hantu seperti kata Dukun yang dipanggil keluarga Widuri. Masa itu, di kampung asal Bulek, masyarakat masih banyak yang belum faham agama. Masih banyak yang mengandalkan dukun."Bu Ipah melanjutkan ceritanya dengan lebih tenang. Sehingga Roni bisa fokus untuk mencari benang merah dari cerita Bu Ipah. Tentang kaitan cerita Bu Ipah dengan orang tua kandungnya."Setiap hari Bulek menemani Widuri, biarpun dia tak merespon Bulek. Bulek selalu me
Jantung Roni berdebar menanti jawaban dari mulut Bu Ipah. Apa yang harus dia lakukan seandainya Ibunya masih hidup? Perasaannya kacau tak karuan. Ada rasa rindu seketika di hatinya. Dari cerita Bu Ipah, dia tau, Ibunya tak bersalah. Ibunya pasti telah menjadi korban kebiadaban manusia tak bertanggung jawab. Tak mungkin dia anak setan, tak ada yang aneh pada dirinya. Keinginannya untuk bertemu Ibu yang telah melahirkannya menjadi sangat kuat. Dia harus mencari keadilan untuk sang Ibu.Bu Ipah menatap nanar ke arah luar rumahnya melalui pintu dapur. Memperhatikan ayam-ayamnya yang mengais-ngais tanah sekedar mencari makan. Banyak anak ayam yang baru menetas, berjalan beriringan dengan masing masing induknya."Bulek tak tau, apa Widuri masih hidup atau sudah meninggal," katanya dengan lirih hingga bibirnya bergetar. Masih jelas gurat ke
"Bulek … bisa Roni minta alamat Ibu?" tanya Roni. Kening Bu Ipah melipat."Kamu mau cari Ibumu?" tanyanya balik.Roni diam, suasana menjadi hening untuk sesaat. Roni sebenarnya masih bingung, apa yang harus dia lakukan. Namun, mendadak ada rasa rindu untuk orang yang seharusnya dipanggil Ibu."Ya Bulek. Bagaimanapun, dia adalah Ibu kandung Mas Roni. Mas Roni wajib berbakti, salah satunya dengan mencari keberadaannya." Dewi mewakili Roni menjawab pertanyaan Bulek. Dewi tau, suaminya sedang dalam kebimbangan.Bu Ipah bangkit dari tempat duduknya, dia berjalan menuju kamarnya. Roni dan Dewi hanya diam tak ada dialog antara mereka Mendadak lidah mereka kelu untuk bercakap-cakap. Hanya suara ayam dan angsa p
"Bulek, foto yang tadi Roni bawa ya. Siapa tau nanti dibutuhkan disana.""Bawa saja, tapi jangan hilang. Itu satu-satunya kenangan yang Bulek punya. Dulu, kehidupan kami sangat susah. Gak bisa selalu berfoto. Jadi kalau berfoto, itu jadi kenangan yang sangat berharga," pesan Bu Ipah."Foto apa Mas?" tanya Dewi. Dia tadi belum melihat foto yang ditunjukkan Bu Ipah pada Roni."Foto Ibu," jawab Roni singkat."Lihat dong Mas," pinta Dewi. Roni reflek mencari foto itu. Dia lupa, dimana tadi meletakkan foto itu?Dia memeriksa kantong celananya. Tak ada. Dia bangkit, mungkin jatuh dibangku yang didudukinya juga tak ada. Mata mereka semua celinguk