"Dia sangat cantik, pintar, baik dan juga ramah sama semua orang. Anaknya sangat rajin," kata Bu Ipah seraya mengusap air mata yang menganak sungai di pipinya.
Roni melihat lagi ke fhoto itu. Lebih detail memperhatikan setiap orang yang ada di fhoto. Ada seorang gadis yang di sebelah Bu Ipah yang lebih cantik dari yang lain. Ada desir aneh di hati Roni saat lama menatap fhotonya.
"Apa … dia salah satu orang yang ada di fhoto ini?" tanya Roni. Bu Ipah kembali menghela nafasnya dalam, ada rasa sesak di dadanya.
Langit yang tadinya cerah berubah mendung. Sama dengan hati Roni dan Bu Ipah, kebahagiaan yang baru datang karena Dewi sudah ditemukan. Perlahan sirna, seiring terkuaknya jati diri Roni.
Roni merasakan hatinya berdenyut nyeri. Perasaannya mengatakan, Widuri adalah ibunya. Seandainya benar …."Entahlah, sejak hari itu Widuri berubah. Biasanya, meskipun pemalu, dia itu anaknya periang. Namun, sejak dia ditemukan. Dia gak pernah buka mulut atas apa yang terjadi. Sehingga banyak orang berkesimpulan, Widuri diculik hantu seperti kata Dukun yang dipanggil keluarga Widuri. Masa itu, di kampung asal Bulek, masyarakat masih banyak yang belum faham agama. Masih banyak yang mengandalkan dukun."Bu Ipah melanjutkan ceritanya dengan lebih tenang. Sehingga Roni bisa fokus untuk mencari benang merah dari cerita Bu Ipah. Tentang kaitan cerita Bu Ipah dengan orang tua kandungnya."Setiap hari Bulek menemani Widuri, biarpun dia tak merespon Bulek. Bulek selalu me
Jantung Roni berdebar menanti jawaban dari mulut Bu Ipah. Apa yang harus dia lakukan seandainya Ibunya masih hidup? Perasaannya kacau tak karuan. Ada rasa rindu seketika di hatinya. Dari cerita Bu Ipah, dia tau, Ibunya tak bersalah. Ibunya pasti telah menjadi korban kebiadaban manusia tak bertanggung jawab. Tak mungkin dia anak setan, tak ada yang aneh pada dirinya. Keinginannya untuk bertemu Ibu yang telah melahirkannya menjadi sangat kuat. Dia harus mencari keadilan untuk sang Ibu.Bu Ipah menatap nanar ke arah luar rumahnya melalui pintu dapur. Memperhatikan ayam-ayamnya yang mengais-ngais tanah sekedar mencari makan. Banyak anak ayam yang baru menetas, berjalan beriringan dengan masing masing induknya."Bulek tak tau, apa Widuri masih hidup atau sudah meninggal," katanya dengan lirih hingga bibirnya bergetar. Masih jelas gurat ke
"Bulek … bisa Roni minta alamat Ibu?" tanya Roni. Kening Bu Ipah melipat."Kamu mau cari Ibumu?" tanyanya balik.Roni diam, suasana menjadi hening untuk sesaat. Roni sebenarnya masih bingung, apa yang harus dia lakukan. Namun, mendadak ada rasa rindu untuk orang yang seharusnya dipanggil Ibu."Ya Bulek. Bagaimanapun, dia adalah Ibu kandung Mas Roni. Mas Roni wajib berbakti, salah satunya dengan mencari keberadaannya." Dewi mewakili Roni menjawab pertanyaan Bulek. Dewi tau, suaminya sedang dalam kebimbangan.Bu Ipah bangkit dari tempat duduknya, dia berjalan menuju kamarnya. Roni dan Dewi hanya diam tak ada dialog antara mereka Mendadak lidah mereka kelu untuk bercakap-cakap. Hanya suara ayam dan angsa p
"Bulek, foto yang tadi Roni bawa ya. Siapa tau nanti dibutuhkan disana.""Bawa saja, tapi jangan hilang. Itu satu-satunya kenangan yang Bulek punya. Dulu, kehidupan kami sangat susah. Gak bisa selalu berfoto. Jadi kalau berfoto, itu jadi kenangan yang sangat berharga," pesan Bu Ipah."Foto apa Mas?" tanya Dewi. Dia tadi belum melihat foto yang ditunjukkan Bu Ipah pada Roni."Foto Ibu," jawab Roni singkat."Lihat dong Mas," pinta Dewi. Roni reflek mencari foto itu. Dia lupa, dimana tadi meletakkan foto itu?Dia memeriksa kantong celananya. Tak ada. Dia bangkit, mungkin jatuh dibangku yang didudukinya juga tak ada. Mata mereka semua celinguk
"Dulu … Bulek, Widuri, Minati sama Wiyah berteman dekat. Memang Bulek lebih akrab dengan Ibumu. Wiyah, sama Minati ikut Bapakmu, saat mereka pindah. Setelah Suci meninggal. Orang tua mereka, Eyangmu sudah gak ada dua-dua. Makanya Bapakmu yang mengasuh mereka. Walaupun usia mereka sudah cukup untuk menikah waktu itu, tapi belum ketemu jodohnya," jelas Bu Ipah dengan pandangan menerawang. Senyum tipis sesekali tersungging di bibirnya, tapi matanya tetap saja berkabut."Apa Bulek gak pernah nanya tentang mereka sama Bapak?" tanya Roni."Pernah. Tapi kata Bapakmu mereka pergi merantau jadi TKW. Sampai sekarang gak ada kabarnya. Dulu, waktu kamu masih sangat kecil, mereka masih sering datang ke sini. Herannya Bapakmu kok gak pernah nyariin mereka ya?" kata Bu Ipah, seakan menyesalkan tindakan Pak Darma.
"Jadi Dewi gak tau, siapa orang tua Dewi?""Nggak Bulek. Entah mereka masih hidup atau tiada," kata Dewi seraya menghela nafas. Ada rasa sakit ketika mengingat bagaimana dia dibuang saat masih bayi dulu. Meskipun Dewi hanya tau dari cerita Bu Yanti, tetap saja Dewi merasa sakit, di hati pastinya."Aneh juga. Kok bisa ya, Wiyah seperti mengenalimu." Bu Ipah bergumam lagi. Tanya yang sama dengan yang tersemat di hati Dewi. Yang belum menemukan jawaban hingga saat ini."Ron, Bulek nanti ikut kalian pulang. Bulek mau menjumpai Wiyah, barangkali dia mau bicara sama Bulek." Hati Dewi bersorak senang, saat Bu Ipab bilang begitu. Bu Ipah benar, barangkali Bu Wiyah mau bicara sama Bu Ipah."Tapi, Roni kan, bawa motor B
"Roni kirim doa aja Bulek. Udah siang, kita harus cepat sampai rumah. Kalau gak sampe sore, Roni mau cek kebun dulu," jawab Roni. Roni hanya beralasan saja. Buat apa juga menziarahi kuburan kosong, pikirnya.Mereka belum cerita sama Bu Ipah tentang jasad Danu dan Suci yang diawetkan sama Bu Wati. Belum dapat momen yang pas untuk bercerita dengan Bu Ipah. Mereka takut, Bu Ipah akan sangat syok bila mengetahui kebenarannya. Kesedihannya mengingat kembali Widuri, baru saja terobati. Roni dan Dewi tak ingin membuat Bu Ipah sedih lagi.Bu Ipah dan Dewi ikut bersama Dodo naik mobilnya, sementara Roni bawa motornya sendiri. Roni mengiringi mobil Dodo dari belakang. Saat mereka mulai melintasi area kebun sawit, tempat dimana Dewi menghilang beberapa hari yang lalu. Roni berharap tak terjadi apa-apa lagi. Sepanjang jalan hatiku berdoa u
"Berarti kamu harus menambah keyakinanmu terhadap Allah, bahwa tak ada Zat yang lebih kuat dariNya. Sebab, bila keyakinanmu terhadapNya kurang teguh. Kamu malah bisa diombang-ambingkan mereka yang tak bisa dilihat itu. Artinya, mereka lebih mudah menyesatkan kamu," jelas Iwan."Maksudnya Wan?" tanya Roni. Dia agak kurang memahami maksud Iwan."Begini Bung. Kelebihan ini, memang bisa dimanfaatkan untuk menolong orang lain yang mengalami kejadian-kejadian tak lazim seperti yang Dewi alami. Tapi … bisa juga menyesatkan orang lain. Kamu kira bagaimana bisa dukun-dukun beraksi? Mereka juga bisa melihat Jin, Bung. Jin itu tugasnya memang untuk menyesatkan umat manusia. Jadi kalau iman kita tak teguh, salah-salah kita malah melenceng." Mereka semua tertegun mendengar perkataan Iwan.